Home / Romansa / Pelukan Terlarang / Bab 7 : Malam yang Memerangkap

Share

Bab 7 : Malam yang Memerangkap

Author: Nara Cahya
last update Last Updated: 2025-08-23 17:17:20

Malam itu, gerimis mulai menyelimuti kota yang sunyi. Pantulan lampu jalan menari-nari di aspal yang basah, menciptakan ilusi garis cahaya yang kabur. Hana berjalan tertunduk, langkahnya terasa berat, meskipun ia berusaha keras untuk menyembunyikannya di balik wajah yang tenang. Amplop cokelat dari Radit masih aman tersimpan di dalam tasnya. Dalam hatinya, ia tahu malam ini akan menjadi ujian yang sesungguhnya.

Di ujung sana, Arga sudah menunggunya di kantor. Pintu ruang kerjanya sedikit terbuka, mengundang masuk. Tidak ada siapa pun di sana, hanya Arga. Lampu meja menerangi wajahnya dengan cahaya lembut, namun sorot matanya tajam menusuk, menyimpan ancaman yang tersembunyi. Hana menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk dan menutup pintu perlahan di belakangnya.

Kau datang, ucap Arga, memecah keheningan. Ia duduk bersandar di kursi kulit hitamnya. Suaranya terdengar tenang, namun setiap kata yang diucapkannya terasa seperti tekanan yang tak terlihat. Aku hanya ingin memastikan... semuanya baik-baik saja di antara kita.

Hana menggenggam tasnya erat-erat, jantungnya berdegup kencang. Ia tahu ini jebakan. Ya... semuanya baik-baik saja, jawabnya, suaranya terdengar rapuh meski ia berusaha menyembunyikannya.

Arga menatap Hana dengan tatapan yang dalam dan lama, keheningannya lebih terasa menekan daripada kata-kata. Kemudian, ia meletakkan sebuah dokumen di atas meja. Dokumen ini ditemukan di meja kerjamu. Entah siapa yang meninggalkannya. Apakah ini milikmu?

Hana menelan ludah. Dokumen itu hanyalah selembar kertas kosong, tetapi maksud Arga jelas. Ia sedang menguji reaksinya. Hana harus tetap tenang. Ia menggelengkan kepala pelan. Tidak, itu bukan milikku.

Arga tersenyum tipis, namun matanya tetap tajam. Hana... kau harus tahu, aku bisa melihat setiap gerak-gerikmu. Setiap kebohongan, setiap ketakutan. Jadi, berhati-hatilah.

Hana menunduk, merasakan dirinya seolah berdiri di tepi jurang. Setiap kata yang diucapkan Arga terasa seperti tumpukan batu besar yang menekan dadanya. Ia sadar, satu langkah yang salah bisa menghancurkan segalanya, termasuk rencana Radit.

***

Di tempat lain, Radit memantau situasi dari kejauhan. Ia duduk di dalam mobil tua, menatap layar ponselnya yang menampilkan gambar dari kamera kecil yang tersembunyi. Ia melihat Hana berada di dalam kantor, Arga duduk di kursi kulit hitamnya, percakapan mereka terekam dengan jelas. Radit menelan ludah. Ia bisa merasakan Arga semakin curiga. Waktu untuk bertindak semakin sempit.

Hana duduk di kursi tamu, berusaha mengatur napasnya. Jantungnya berdegup kencang, otaknya berputar cepat. Ia harus menjaga jarak aman, namun juga mencari celah. *Jika aku salah langkah, tamatlah riwayatku*, pikirnya. Di sisi lain, bukti yang ada di dalam tasnya harus sampai ke tangan yang tepat.

Arga tiba-tiba bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat. Hana menegang. Setiap langkahnya terdengar seperti gema di ruangan yang sunyi itu.

Kau tahu, Hana, aku bisa saja mengambil dokumen itu dari tasmu tanpa sepengetahuanmu. Tapi aku tidak melakukannya, kata Arga sambil tersenyum tipis. Karena aku ingin kau memilih sendiri... apakah kau setia padaku, atau berkhianat.

Hana menelan ludah. Suasana di ruangan itu sangat mencekam, terasa penuh tekanan. Ia tahu ini jebakan psikologis. Arga sedang memancing reaksinya, menguji kesetiaannya. Setiap gerakan kecil yang dilakukan Hana bisa menjadi bukti bagi Arga.

Pak Arga... saya... Hana mencoba berbicara, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan.

Arga mengangkat tangannya, menghentikannya. Tidak perlu bicara. Aku ingin melihat tindakanmu. Terkadang, tindakan lebih jujur daripada kata-kata.

Hana menatap tasnya. Amplop cokelat dari Radit terasa membakar jemarinya. Ia harus memutuskan, apakah ia akan bertindak diam-diam, atau menunggu kesempatan yang lebih aman.

***

Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang tegang. Arga kembali duduk di kursinya, menatap Hana dengan tatapan yang sulit dibaca. Hana tahu setiap detik sangat berharga, namun ia juga sadar bahwa satu langkah yang salah bisa berakibat fatal.

Akhirnya, Hana memutuskan untuk mengambil pendekatan yang lebih hati-hati. Pak Arga, saya hanya ingin memastikan pekerjaan berjalan lancar, katanya dengan lembut. Saya tidak punya niat buruk.

Arga menatapnya dengan tatapan yang menyelidik. Matanya menyapu setiap gerakan Hana. Kemudian, ia tersenyum tipis, seolah puas dengan jawaban yang diberikan. Bagus... tapi ingat, Hana. Aku tidak akan tinggal diam. Jika aku menemukan bukti kebohonganmu, tidak akan ada tempat untuk bersembunyi.

Hana mengangguk. Jantungnya masih berdebar kencang, tetapi setidaknya ia berhasil melewati ujian pertama malam itu. Ia tahu, jebakan ini hanyalah permulaan.

***

Begitu Hana keluar dari kantor, hujan mulai turun semakin deras. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan kepanikannya. Ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Radit:

**Radit:** Kau aman... untuk saat ini. Tapi malam ini hanyalah permulaan. Kita harus bertindak sebelum Arga mulai mencium sesuatu yang lebih dalam.

Hana membalas pesan itu dengan cepat: Aku mengerti. Aku akan menunggu instruksimu.

Di sisi lain kota, Arga menatap gedung kantornya yang gelap, tersenyum tipis. Malam ini hanyalah awal dari permainan yang lebih besar. Ia tahu Hana sedang bergerak, ia tahu bukti itu ada. Dan malam-malam berikutnya... akan menjadi ujian yang jauh lebih berat, lebih mematikan, dan lebih menentukan.

***

Hana tiba di tempat aman yang sudah ditentukan oleh Radit. Dokumen itu diserahkan, bukti diperiksa. Radit menatap Hana dengan tatapan yang serius. Kau kuat, Hana. Tapi Arga tidak akan diam. Besok, dia akan menguji kesetiaanmu dengan cara yang lebih ekstrem. Kita harus siap.

Hana menatap hujan yang menetes di jendela. Rasanya seperti beban yang semakin berat di pundaknya. Aku siap... tapi aku takut, bisiknya pelan, hampir tidak terdengar.

Radit menepuk bahunya. Rasa takut itu wajar. Tapi rasa takut itulah yang membuatmu tetap hidup. Sekarang, istirahatlah. Besok, kita akan bergerak lagi.

Di luar, hujan terus turun. Lampu-lampu kota memantul di jalanan yang basah, menciptakan bayangan yang kabur. Hana tahu malam-malam berikutnya akan jauh lebih sulit. Arga semakin waspada, setiap langkahnya bisa menjadi jebakan. Dan di tengah semua itu, satu pertanyaan terus menghantuinya: siapa yang akan bergerak lebih cepat... Arga atau dirinya?

Hana memejamkan mata sejenak, mencoba menarik napas. Hatinya terasa tegang, tetapi satu hal yang pasti. Ia tidak akan menyerah. Sekalipun ia harus berhadapan langsung dengan Arga, sekalipun bahaya terus mengintai, ia harus terus maju.

***

Hana menatap hujan dari jendela tempat persembunyian itu. Jemarinya meremas tas, seolah bisa meredam semua ketakutan yang membanjiri pikirannya. Setiap tetes hujan terasa seperti peringatan tentang tekanan yang terus meningkat. Arga mengawasi, jebakan menanti, dan bukti harus dijaga.

Radit duduk di hadapannya, meneliti dokumen yang baru saja diserahkan. Kau harus tahu, Hana, katanya perlahan, Arga tidak akan berhenti sampai dia tahu segalanya. Setiap gerak-gerikmu, setiap kontakmu, akan dia perhatikan. Kita harus lebih hati-hati.

Hana mengangguk dan menelan ludah. Kata-kata Radit menegaskan satu hal: malam ini hanyalah permulaan dari permainan yang panjang.

Di luar, kota tetap basah dan sunyi, lampu-lampu jalan memantul di aspal. Hana menutup mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Dia harus bertahan dan terus bergerak. Arga baru memulai permainannya, dan Hana harus menemukan cara untuk menghindari jebakan sebelum larut di dalamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelukan Terlarang    Bab 60 : Kesadaran Hana

    Hari itu terasa berbeda. Udara di kantor tidak lagi sesak seperti biasanya, tapi justru terlalu tenang sebuah ketenangan yang menakutkan. Hana duduk di mejanya, menatap layar komputer tanpa benar-benar membaca apa pun. Tulisan di dokumen tampak kabur, karena pikirannya tidak bisa fokus.Ia sudah lelah.Lelah dengan gosip.Lelah dengan rasa curiga.Dan yang paling berat, lelah dengan dirinya sendiri.Sejak pesan misterius terakhir berbunyi di ponselnya — “Satu langkah salah, semuanya berakhir” — Hana tidak bisa tidur dengan tenang. Ia merasa seperti sedang diawasi setiap detik. Bahkan suara printer yang berdetak pelan pun membuatnya tersentak.Namun pagi ini, ada sesuatu yang berbeda.Ia menatap pantulan wajahnya di layar komputer: mata sembab, wajah pucat, bibir kering. Ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Dulu ia adalah perempuan yang penuh semangat, selalu tersenyum setiap kali menyelesaikan laporan atau presentasi. Tapi sekarang… ia lebih mirip bayangan dari dirinya yang dulu

  • Pelukan Terlarang    Bab 59 : Perubahan Sikap Adrian

    Sejak pesan ancaman terakhir, suasana kantor terasa berbeda.Bukan hanya Hana yang berubah — Adrian juga.Biasanya, Adrian adalah sosok yang santai, tenang, dan jarang menunjukkan emosi di hadapan tim. Tapi sejak malam itu, ada ketegangan baru dalam gerak-geriknya. Tatapannya lebih tajam, langkahnya lebih cepat, dan setiap detail kecil di kantor kini menjadi perhatiannya.Ia mulai datang lebih pagi dari siapa pun, memeriksa ruang rapat, lorong, bahkan kamera keamanan yang sebelumnya jarang ia sentuh.Beberapa staf menganggapnya sekadar profesionalisme berlebih, tapi Hana tahu — itu bukan kebetulan.Adrian sedang berjaga.Melindungi.---Pagi itu, Hana tiba lebih lambat dari biasanya. Begitu masuk, ia mendapati Adrian sedang berbicara dengan tim IT. Wajahnya serius, nada suaranya terkontrol tapi tegas.“Saya mau rekaman CCTV minggu lalu, semua koridor lantai ini. Termasuk akses login di server internal,” katanya.Tim IT tampak gugup. “Baik, Pak. Tapi kami perlu izin tambahan dari manaj

  • Pelukan Terlarang    Bab 58 : Momen Romantis di Tengah Kekacauan

    Hana tidak ingat kapan terakhir kali ia benar-benar bisa bernapas lega.Rasanya seperti setiap detik di kantor kini diawasi, setiap langkah meninggalkan bayangan mencurigakan.Sejak foto itu dikirim lewat email anonim, ia tidak bisa berhenti memikirkannya. Gambar dirinya dan Adrian — terlalu dekat, terlalu jujur. Tatapan yang seharusnya hanya mereka yang tahu, kini ada di tangan orang lain.Siapa yang memotret itu?Kapan?Dan apa maksud pesan itu?Pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti di kepala Hana, seperti suara gemuruh yang tak bisa diredam.---Sore itu, kantor mulai sepi. Langit di luar jendela berwarna jingga keemasan, indah tapi dingin. Hana masih duduk di mejanya, menatap layar laptop kosong. Matanya bengkak, lelah, tapi pikirannya terlalu kacau untuk berhenti.Adrian muncul tanpa suara. Ia berdiri beberapa detik di belakang Hana, memperhatikan perempuan itu yang bahkan tidak menyadari kehadirannya. Bahunya menegang, jarinya bergetar, dan napasnya berat.“Hana,” suara

  • Pelukan Terlarang    Bab 57 : Pertengkaran Batinnya Hana

    Pagi datang tanpa semangat.Langit di luar jendela tampak kelabu, seperti cerminan isi hati Hana.Ia menatap cangkir kopi di mejanya yang sudah dingin sejak setengah jam lalu.Malam tadi, ia hampir tidak tidur. Bayangan email yang diterima Adrian masih terngiang-ngiang di kepalanya — terutama kalimat itu: “Sekarang giliranmu.”Kata-kata itu seperti racun halus yang terus menggerogoti ketenangan pikirannya.Ia menggenggam cangkir itu lebih erat. “Kenapa harus seperti ini…” gumamnya pelan.---Adrian belum datang pagi itu. Biasanya, ia adalah orang pertama yang tiba di kantor. Tapi hari ini, ruangannya masih gelap, tirainya tertutup rapat.Hana berusaha fokus ke pekerjaannya. Ia menatap layar laptop, tapi huruf-huruf di layar seperti menari tanpa makna.Yang terlintas di pikirannya hanyalah wajah Adrian — serius, lelah, dan sedikit gelisah — saat terakhir kali mereka berbicara semalam.> “Udah terlambat, Han. Aku udah terlalu jauh buat mundur.”Kalimat itu membuat dadanya sesak.Ia tahu

  • Pelukan Terlarang    Bab 56 : Pengungkapan Awal

    Pagi itu, udara di kantor terasa berbeda.Tidak ada bisik-bisik seperti biasanya, tapi juga tidak ada ketenangan. Semua tampak menahan napas, seolah sesuatu besar baru saja terjadi tapi belum ada yang berani bicara.Hana datang dengan langkah pelan. Matanya masih berat karena kurang tidur. Malam lembur bersama Adrian semalam terus berputar di kepalanya, bukan hanya karena rasa canggung di antara mereka, tapi juga karena sosok misterius yang mengintip dari balik kaca.Ia belum sempat duduk ketika suara Adrian memanggilnya dari ruang kerja.“Hana, sini sebentar.”Nada suaranya terdengar berbeda. Serius. Terdengar seperti seseorang yang baru menemukan sesuatu penting.Hana masuk. Adrian berdiri di depan papan digital besar, menampilkan serangkaian data dan log server proyek.“Aku nemu sesuatu,” katanya tanpa basa-basi.“Apa?”“Log akses sistem semalam.” Adrian menunjuk layar. “Ada login mencurigakan jam 23.58 cuma beberapa menit sebelum kamu dapat pesan ‘Besok semua akan berubah’.”Hana

  • Pelukan Terlarang    Bab 55 : Malam Lembur Bersama

    Langit Jakarta malam itu tampak kelabu, seolah ikut menanggung beban yang menumpuk di dada Hana.Setelah insiden pesan misterius dan kegagalan sistem pagi tadi, suasana di kantor berubah kaku. Semua orang bicara pelan, seakan takut terseret ke dalam badai masalah yang menimpa tim Hana.Sore menjelang malam, sebagian besar karyawan sudah pulang. Lampu-lampu kantor redup, hanya menyisakan cahaya lembut dari lantai empat ruang divisi proyek tempat Hana dan Adrian bekerja.Adrian berdiri di dekat jendela, memandangi kota yang mulai ditelan hujan. “Kamu yakin mau lanjut lembur malam ini?” tanyanya tanpa menoleh.Hana yang sedang memeriksa data menatap layar kosong di depannya. “Aku nggak punya pilihan, Adrian. Kalau nggak beres malam ini, Dimas bakal gunting proyekku besok pagi.”Adrian menghela napas pelan, lalu menatapnya. “Kamu butuh istirahat, Han. Kamu udah kerja dua belas jam tanpa berhenti.”Hana tersenyum samar. “Kamu juga belum pulang.”“Itu beda,” jawab Adrian. “Aku yang milih te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status