"Celine, aku nggak salah lihat itu beneran Celine kan?" aku mengusap-usap mataku seolah mencari pembenaran tentang orang yang baru saja aku lihat.
"Kenapa Seina?, siapa yang kamu lihat?" Ibu menghentikan langkahnya dan menanyaiku yang sedang fokus memperhatikan seseorang."Benar, aku tidak mungkin salah. Itu beneran Celine. Syukurlah dia sekarang sudah hamil". Aku mengira Celine sudah menikah dan hidup bahagia dengan kekasihnya dulu, setidaknya ia tak lagi mengejar-ngejar mas Dimas, suamiku."Itu Bu, Celine teman kuliah aku dulu yang sering aku ceritain. Ibu masih ingat nggak?" kulihat Ibu seolah membuka memori lamanya tentang Celine."Oh, Celine. teman yang sering memanfaatkan mu itu kan nak?, wah dia sudah hamil besar sekarang. Dia sudah menikah Sein?" Ibuku balik menanyaiku tentang Celine."Ibu, kok ngomongnya gitu sih Bu, Seina nggak apa-apa kok Bu. Selagi dia masih mau berteman dengan Seina" aku memang orang yang pemalu sehingga temanku tidak begitu banyak. Masih syukur Celine mau bertemu denganku."Syukurlah dia sudah menikah sekarang dan mau punya anak. Setidaknya dia tidak lagi menggoda mas Dimas" imbuh ku kepada Ibu.Ibu sepertinya tidak begitu memahami maksud perkataanku tadi, sehingga ia tidak memberi tanggapan lebih lanjut kepadaku. 'Ya baguslah' setidaknya kami tidak mengoceh lebih lanjut karena energiku sedikit terkuras sekarang.Harus menyetir selama dua jam dalam keadaan hamil begini membuatku sempoyongan."Ibu, aku sedikit pusing" Aku mau istirahat sebentar dulu dikursi loby rumah sakit Permata Hati itu."Biar Ibu bantu sayang", Ibuku menahan tubuhku yang sudah mulai kehilangan keseimbangan.Aku melihat pakaian orang yang sama dengan yang dikenakan mas Dimas tadi pagi sebelum meninggalkanku dalam kesedihan.Kemeja berwarna maroon dan juga celana hitam serta dasi pemberianku tepat dihari ulang tahun mas Dimas. Mas Dimas masih mengenakan pemberian dariku sedikit melegakan hatiku. Setidaknya masih ada rasa yang tersisa diantara kami."Bu, Ibu lihat nggak orang yang lewat barusan" aku masih dalam keadaan mata yang berkunang-kunang."Sepertinya Itu mas Dimas Bu" kataku dengan yakin."Mana Sein" Ibu memandangi sudut rumah sakit yang aku maksud."Nggak ada siapa-siapa Sein, Ibu nggak lihat ada orang disana. Mungkin cuma halusinasi kamu saja sayang sakin inginnya ditemani suamimu" Ibu berusaha untuk menghiburku."Aku yakin sosok itu adalah mas Dimas suamiku, tetapi mengapa Ibu tidak melihatnya?, apa mungkin cuma halusinasi ku saja?", ya sudahlah aku sekarang hanya fokus ke kondisiku yang sekarang.***"Jadi, bagaimana kondisi janinnya dokter" tanya Dimas kepada Dokter Ilham, S.Pog."Sehat Pak, Buk. Oh ya jenis kelaminnya laki-laki ya Bu" sambung dokter Ilham."Itu yang saya harapkan dokter. Celine segera merebahkan tubuhnya kepada Dimas dengan manja. Dimas mengelus-elus kepala Celine. Celine terlihat tersenyum sumringah.***Keadaan yang berbanding terbalik dengan keadaan Seina sekarang. Istri pertama Dimas Aditya itu terbaring lemah dikursi loby rumah sakit berjuang melawan sakit kepalanya.Bu Ningsih berlarian memanggil perawat ataupun dokter untuk segera memberi perawatan kepada Seina."Tolongin anak saya sus, dokter" tak ada satupun dokter atau perawat yang terlihat disana.Bu Ningsih terus berusaha untuk mencari pertolongan kepada putrinya itu.Bu Ningsih melihat seorang perawat diujung sana. Ia segera berlarian memohon pertolongan kepada perawat itu."Tolong sus, anak saya sus. Tolong sus ia sedang pingsan sus dan ia juga sedang hamil sekarang" Bu Ningsih Sampai bersimpuh dihadapan perawat itu untuk meminta pertolongannya."Ibu tolong tenang dulu ya Bu, iya, iya saya akan bantu anak Ibu" suster itu segera meminta temannya untuk membantunya merawat anak Bu Ningsih.Perawat itu memanggil beberapa orang temannya untuk mendorong ranjang pasien. Seina segera dinaikkan keatas ranjang itu.Seina didorong ke ruang UGD rumah sakit."Ibu tenang ya Bu, pasien sedang dalam pemeriksaan dokter. Ibu tunggu diluar ya Bu", suster itu segera menutup pintu kamar UGD.Seina segera diperiksa oleh dokter yang bertugas jaga siang itu. Tak lama kemudian Seina sadar dari pingsannya. Dokter itu pun segera menemui Bu Ningsih."Keluarga pasien Ibu Seina, silahkan masuk" teriak perawat. Bu Ningsih segera masuk dan menerima arahan dari dokter"Ibu nggak usah khawatir lagi ya Buk, Keadaan pasien sudah semakin membaik dan kondisi janinnya juga tidak kenapa-napa", ucap dokter itu. Bu Ningsih terlihat lega mendengar ucapan dokter.****Aku berusaha membuka mataku yang terasa masih sangat berat. 'Mas Dimas' kamu nggak tahu betapa sakitnya aku dan anak kita sekarang mas, lirihku.Tak berapa lama aku membuka mata, Ibu datang menghampiriku. aku melihat matanya sembab dan sesegukan menahan tangisan."Seina, syukurlah sayang kamu tidak apa-apa, dan juga janinmu baik-baik saja sayang" Ibu memelukku dengan sangat erat. Ia menangis sejadinya memikirkan kondisiku."Seina sudah mendingan kok Bu, sebaiknya kita pulang sekarang ya" pintaku lirih kepada Ibu."Bagaimana dengan jadwal kontrolmu sekarang Sein?, sebaiknya kita kontrol dulu mengingat kamu sempat pingsan tadi. Ibu takut nanti terjadi apa-apa dengan janinmu"Aku menyetujui permintaan Ibuku. Memang sebaiknya aku memeriksakan kehamilanku dari pada aku menyesali nanti dikemudian hari.****"Terima kasih sayang, telah memberiku penerus laki-laki, aku sangat bahagia""Iya sayang. Aku mau kita sekarang ke mall. Aku mau dibelikan cincin berlian mas" rengek Celine kepada Dimas.Dimas telah selesai dari ruangan dokter spesialis kandungan itu. Dimas mengecup mesrah Celine sebelum meninggalkan ruangan.Dimas sama sekali belum mengabari Seina. Seina melirik ke layar ponselnya. Tak ada satupun notifikasi panggilan ataupun pesan singkat dari sang suami.***"Ibu Seina, tolong dijaga kondisi kandungannya ya Bu. Ibu jangan banyak pikiran, stres bisa memengaruhi kondisi janin. Jika masih ingin bayi Ibu selamat maka Ibu harus jaga dengan sebaik-baiknya" jelas dokter Ilham kepada Seina."Bagaimana aku tidak kepikiran, orang yang selama ini aku percayai seakan sudah tidak memperdulikan aku lagi seperti dulu, tapi aku harus kuat demi janinku, ucapku membatin."Iya dokter""Dari laporan yang saya lihat sepertinya ini kehamilan yang pertama setelah empat tahun menunggu ya Bu?" tanya dokter itu lagi."Benar dokter", ucapku menahan air mata."Sebaiknya Ibu benar-benar menjaganya ya Bu, agar Ibu tidak menyesalinya, ini saya resepkan obat penguat kandungan dan juga vitamin. Jangan lupa diminum ya Bu" dokter Ilham menuliskan resep secarik kertas Yang harus ditebus dibagian apotik rumah sakit.Ibuku menawarkan diri untuk pergi menebus obatku ke apotik."Kamu tunggu disini Sein, biar Ibu yang pergi ke apotik" aku memberikan beberapa lembar kertas merah kepada Ibu. Sedangkan aku hanya menunggu di loby."Dimas" Bu Ningsih melihat sosok Dimas bersama seorang perempuan yang sedang hamil tua tengah keluar dari ruang apotik.Bu Ningsih segera menyembunyikan wajahnya dari netra Dimas. Ia tidak mau Dimas menyadari keberadaannya. Dimas hanya fokus memapah Celine yang sudah mulai susah untuk berjalan.~~~•|•~~~Bersambung"Tidak Seina. Tidak akan saya beritahu sebelum kamu...aku langsung menutup bibir mas William dengan satu telunjuk. Malu bercampur gelisah menyelinap dan berbaur diotak kanan dan kiriku saat ini. Jujur. aku sangat penasaran dengan kelanjutan kisah Zein dan Gery yang seakan dibuat menggantung oleh bosnya ini. "No mas. No sebelum kamu jawab semua kebingunganku dengan kisahnya Gery. Pokoknya aku nggak mau. titik.." ucapku sambil merajuk dan memanyunkan bibir depanku. Mas William malah tertawa kecil melihat tingkahku yang malah kekanakan. "Seina. Seina. Kamu lucu sekali kalau ngambek begini. Oke. saya akan kasih tahu." kali ini aku sedikit mengendurkan bibirku. Tak kusadari malahan mas William mencuri start duluan dengan melumat bibir atasku. Sehingga membuat jantungku berdebar. 'What. Mas Will kamu bener-bener keterlaluan' gumamku membatin. "Kamu rasain ini mas" aku meremas perut mas William sehingga ia meringis kesakitan. "Aampun sayang. Ampun." "Makanya mas. Kamu jangan bikin
"Jadi begitu rencananya. Begitu mobil iring-iringan mempelai prianya sampe pertigaan langsung kalian Pepet. Habisi langsung detik itu juga" Tugas Roki sang bandit jalanan. Dengan kumis sedikit terangkat dan senyum menyungging. "Oke bos. Siap kami laksanakan". Ucap ketiga teman sang mantan narapidana. Meski sering keluar masuk hotel Borneo sama sekali tidak membuat keempat orang yang bak saudara itu seakan tidak pernah jera dalam berbuat onar dan kejahatan. Dengan iming-iming yang dijanjikan Zein. Keempat manusia itu mulai menjalankan aksinya. Dengan mengendarai mobil Jeep berwarna hitam mereka menuju lokasi yang dimaksud oleh Roki. Mereka menggunakan dua mobil untuk melancarkan aksinya. ** "Mas Will. Kenapa Gery lama sekali ya. Aku deg-degan banget mas. Jujur aku juga takut banget jangan-jangan sesuatu yang buruk telah menimpanya saat ini." Aku kembali menghampiri mas William yang sedari tadi sibuk menemui tamu dari kolegaya. Sedangkan aku tadi sempat menemui Lusi yang masih bera
"Zain. Sayang. Maaf Ibu mengganggu waktumu sebentar nak. Ibu mau bicara sama kamu" Ibunya Zein memanggil putra satu-satunya itu dalam sambungan telepon. Setidaknya Ibunya juga sedikit berpanas sekarang seiring pembebasannya Zein."Ya Buk. Maaf Buk. Zein lagi sibuk. Lagi bicara sama klien tentang proposal bisnisnya Zein. Nanti saja ibuk televonnya"Tuuut.Tuuut. Tuuut. Lansung saja panggilan itu diputus paksa oleh anaknya sendiri.'Zein. Padahal Ibu pengen ngomong kalau Ibu butuh sedikit uang untuk makan sehari-hari dari hasil penjualan sawah kemaren' gumam Bu Siti dalam tangis direlungnya."Oke. Kalau gitu gue setuju. Ini sepuluh juta buat depenya. Tapi Lo harus ingat. Jangan pernah bawa-bawa gue jika kalian gagal dalam tugas ini." Amplop besar dilempar begitu saja oleh Zein. Seperti tidak ada harganya ketimbang misinya saat ini."Lakukan sesuai perintah gue. Buat Lusi menderita dengan kehilangan bayinya. Dan juga pastikan pernikahannya gagal dengan laki-laki brengsek itu. Buang dia se
"Aku bahagia mas karena ada kamu disamping aku. Kamu datang disaat aku butuh sandaran mas. Kamu seperti air di gurun oase yang begitu terik. Kamu memberiku kesejukan akan dahagaku yang terhempas oleh bayang masa laluku. Dan aku juga sangat terharu akhirnya Lusi akan segera melepas masa lajangnya. Dan itu semua juga berkat dirimu mas" aku menenggelamkan wajahku dalam pelukan laki-laki yang saat ini menjadi junjunganku.Tiada niat sedikitpun aku untuk berpaling darinya. Hati ini sepertinya juga sudah dipenjara dan diborgol erat oleh mas William."Seina. Sayang. Sudah. Kamu jangan mellow lagi. Hari ini adalah hari bahagia di keluarga kamu dan keluarga kita. Hari ini adalah pesta pernikahan adik kamu satu-satunya. Dan juga sekaligus perayaan tujih bulanan kamu bukan?. Hari ini tidak boleh air mata yang terbit dari sudut mata indah kamu ini. Jika pun masih terbit. Itu haruslah air mata kebahagiaan. Bukan duka sayang. Saya mencintai kamu. Mencintai ketulusan dan keikhlasan hatimu. Saya berj
"Nak Gery. Kenapa malam-malam datang ke sini? Apa Lusi yang menyuruhmu untuk buru-buru datang kesini?" Bu Ningsih tampak begitu khawatir mengetahui laki-laki yang sebentar lagi resmi mempersunting putrinya itu sedari tadi memencet bel tanpa ada seorang pun yang mendengar kecuali dirinya."I-Ibu. Maafkan saya Bu. Sudah datang selarut ini. I-Ini Bu." Gery menyodorkan kresek hitam ke hadapan Bu Ningsih yang membuat Bu Ningsih semakin bingung."Apa ini Gery?" Bu Ningsih mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak tahu apa sebenarnya yang ada didalam kantong kresek itu.Perlahan tanganny mulai membuka buhul itu. Betapa kagetnya Bu Ningsih dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Emosinya pun memuncak seolah tidak tertahankan lagi."Mangga muda? Gery! Apa maksud semua ini? Kenapa kamu malam-malam mengantar mangga muda kesini? Apa ini untuk Lusi? Apa kamu juga sudah melakukan itu kepada Lusi. Kurang aj*r kamu!'Plaaaakk' Bu Ningsih menamoar punya Gery yang membuat laki-laki kekar itu
"Aku saja yang menyetir Mas. Aku takutnya dengan kondisi kamu yang seperti sekarang kita akan nabrak dan bisa berabe nantinya""Uuuweekk..uuweeekkk ." Mas William terus saja mual dan hendak muntah namun kembali sama kali tidak mengeluarkan apapun. Hanya beberapa air yang ia muntahkan." Iya Seina. Mas setuju kamu aja yang nyetir. Lagian mas sepertinya ingin muntah terus tidak tertahankan seperti ini. Mas takut tidak konsentrasi nanti kalau menyetir." Mau bagaimana lagi kalau melihat kondisi mas William saat ini memang sangat tidak memungkinkan kalau dia yang menyetir. Jadi terpaksa aku yang ambil alih kemudinya.**" Mas ingin sekali makan mangga muda, tolong belikan Mas sayang" " Yang benar saja kamu Mas, masa tengah malam kayak gini kamu minta mangga muda. Kemana aku harus carikan Mas?" lagi-lagi aku mengerutkan dahiku melihat tingkah aneh mas William saat ini.Masa jam 02.00 pagi kayak gini Mas William meminta aku untuk mencarikannya mangga muda. Bukannya mangga muda yang nanti ak
"Iya Bu Seina, ada dua embrio yang berhasil dibuahi. Itunya artinya Ibu Seina sekarang tengah hamil bayi kembar. Sekali lagi saya ucapkan selamat ya Bu Pak"Mendengar ucapan dokter barusan mendadak mataku berkaca-kaca. Sungguh indah rupanya rencana Tuhan untukku atas semua duka yang selama ini aku alami. Tuhan bahkan menitipkan dua calon bayi kembar di dalam rahimku sebagai teman dari anakku Rindu nantinya.'Alhamdulillahirobbilalamin" tiada henti-hentinya lidah ini mengucapkan syukur itu kepada Ilahi yang begitu adil terhadap hambanya.Aku masih ingat saat itu betapa putus asanya aku dalam berjuang untuk mendapatkan seorang anak dari pernikahanku sebelumnya. Namun kali ini setelah aku menikah dengan mas William tak butuh waktu lama untuk aku mendapatkan karunia itu.'Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?'2 bulan setelah menikah aku langsung dikaruniai buah cinta kami yang tiada bandingannya di dunia. Harta yang paling mahal telah engkau berikan kepadaku Tuhan. Mud
"Kamu tidak marah kan mas?" Ujarku kemudian yang dibalas oleh kekehan mas Wiliam."Ya. Saya marah. Dan akan lebih marah lagi jika sesuatu yang buruk menimpa calon anak kita" ujarnya kemudian yang membuatku sangat kaget mendengar jawabannya. Aku takut jika Mas William tidak setuju dan marah atas keinginanku itu.Rupanya mas William berpikir positif dan menghargai keputusanku. Iya kemudian memmemelukku dan memberikan kecupan di dahiku. Rasanya sangat nyaman dan tenang sekali mempunyai suami pengertian dan baik seperti Mas William." Terima kasih Mas kamu sudah mau mengerti sama keputusanku""Iya sayang tidak apa-apa. Besok kita ke dokter kandungan Ya. Kita akan cek kondisi janin kamu dan juga Mas mau lihat apakah janinnya sudah kelihatan apa belum" mendengar ucapannya yang sangat perhatian membuat hatiku nyaman. Rasanya hati ini banyak ditumbuhi bunga-bunga indah bermekaran.Aku masih ingat ketika aku hamil Rindu dulu. Aku bahkan memohon dan mengiba kepada mas Dimas supaya mau menemanik
Cepat kamu Jelaskan kepada saya Kenapa bocah tengil ini memanggil papa kepada Dimas?" Bu Siska kembali mendekati aku. Masih dengan tatapan penuh kebencian. Sampai bola matanya hendak keluar dari sarangnya.Aku memang tak pernah benar dihadapannya. Ia begitu membenciku mengingat status keluarga kami yang jauh berbeda dulu."Maaf Bu Siska. Kalau ibu bertanya pada orang, bisa nggak sih kalau bicara yang sopan. Nggak ngegas kayak gini!" Sejak tadi aku mendiami wanita ini. Namun rupanya Bu Siska malah semakin melunjak saja melihatku. Memang benar kata orang dulu. Musuh tidak dicari. Jika bertemu pantang dielakkan."Baik. Saya akan jawab pertanyaannya Siska. Jika ibu penasaran silahkan nanti bertanya kepada Dimas anak Ibu. Itupun jika Dimas maish diberi waktu oleh Tuhan untuk bertaubat dan memperbaiki dirinya. Rindu. Mas. Ayo kita segera pulang. Hawa disini mulai nggak enak." Aku sengaja tidak memberitahu Bu Siska yang sebenarnya. Biar saja wanita bermulut besar itu mati penasaran. Lagi p