Share

02. Konfrontasi

Author: Hannfirda
last update Last Updated: 2025-07-20 23:33:48

Seluruh anggota keluarga Marquees Douglass telah berada di ruang makan. Mereka menyantap makan siang dengan raut senang yang penuh kedamaian. Tidak lupa dengan kedatangan Arthur yang malah duduk di samping Mersya.

Padahal, jelas-jelas kursi kosong yang belum Selena tempati itu seharusnya berada di samping Arthur. Namun, pria muda itu malah duduk dan bercakap bersama Mersya seakan-akan tidak punya dosa.

Selena menarik napas, mempersiapkan diri sebelum menggerakkan tungkainya menuju ruang makan. Begitu derap heels-nya terdengar, beberapa pasang mata tertuju padanya dengan penuh keheranan.

"Selena? Kau terlambat makan siang, tidak biasanya. Lelah sehabis dari air terjun, ya?" tanya sang ibu yang terpaksa harus Selena abaikan untuk saat ini.

Selena melangkah penuh kepastian, dengan satu tangan menyeret seprai yang didiami oleh bekas pergulatan panas Arthur dan Mersya tadi. Melihat apa yang dibawa oleh Selena, semua orang kebingungan.

"Kak Selena? Apa yang kau—"

"Kau lupa tidak menyeka cairanmu saat bercinta dengan Arthur di kamarku tadi, Mersya."

Seluruh pasang mata, mulai dari anggota keluarga hingga para pelayan yang siap sedia di sana terkejut akan perkataan Selena.

"A-apa maksud—"

Mengabaikan sisi manis serta teladan yang kerap diperlihatkan, Selena melemparkan seprai tersebut ke arah Arthur.

"Satu jam lamanya, kalian bercinta di kamarku sampai lupa tidak menyeka cairan bekas percintaan kalian. Menjijikkan!"

Gumaman dari para pelayan mulai terdengar. Kedua orang tua Selena yang bernama Erick dan Marlinda terlihat tidak percaya dengan apa yang baru mereka dengar.

Marlina membuka suara, berdiri dari duduknya. "Selena? Apa yang kaulakukan? Kau tidak bisa sembarangan menuduh Arthur dan Mersya seperti itu!"

Selena mengepalkan tangan, sudah menduga jika kedua orang tuanya akan membela Mersya terlebih dahulu.

"Aku mendengar semuanya, Ibu. Mulai dari percakapan, desahan, sampai suara pergumulan mereka. Aku mendengar semuanya! Aku tidak pergi ke air terjun! Aku berada di lemari pakaian karena saat itu sedang mempersiapkan pakaian untuk makan siang ini bersama Arthur. Tapi, ternyata aku mengetahui kenyataan bahwa dua orang ini telah mengkhianati kepercayaanku!"

Selena merasakan sesak teramat sangat pada hatinya. Dia selalu merasa baik-baik saja saat tunangannya yang terdahulu mengatakan bahwa mereka tidak menyukainya, melainkan mencintai Mersya.

Dia selalu berusaha terlihat baik-baik saja, meski hati kecilnya memberontak ingin menyalahkan dunia. Namun, untuk kali ini dia memilih untuk menyatakan segalanya; kemarahan serta kekecewaan yang begitu besar nan mendalam.

Mersya yang panik, segera berdiri dan menghampiri Selena. "Kak Selena, kau salah paham! Kami tidak melakukan apa pun di kamarmu, kami hanya sekadar bercanda. Lalu, kalau memang benar kau berada di dalam lemari pakaian selama satu jam lamanya, kenapa tidak mengeluarkan suara apa pun, Kak?"

Arthur turut bersuara, walaupun wajah pria muda itu telah memucat lantaran seperti baru saja ketahuan mencuri sesuatu.

"Benar, Selena. Tidak mungkin kau bertahan di dalam lemari pakaian. Selena, aku tahu kau mungkin masih trauma karena hubunganmu yang gagal dulu. Tapi, sekarang aku berani berjanji bahwa aku tidak akan meninggalkanmu. Aku serius ingin menjadi suamimu, Selena. Sekarang, kau mau makan apa? Biar aku yang mengambil—"

Selena menyentakkan tangan Arthur kuat-kuat, mulai menjatuhkan air mata. Bahkan, kedua orang tuanya hanya diam saja. Mereka tampak khawatir—iya, tetapi tidak ditujukan kepada Selena.

Mereka khawatir kalau Selena akan melakukan sesuatu yang buruk terhadap Mersya.

"Ayah dan Ibu tidak mempercayaiku? Bukankah selama ini aku telah menjadi putri dari Marquees Douglass yang bermartabat dan tidak pernah mengada-ada? Kenapa ... kenapa kalian terlihat tidak percaya begitu?" tanyanya parau.

Sir Erick Douglass berdeham, walaupun sekilas tampak adanya keterkejutan serta simpati yang hinggap dalam bola mata pria itu. "Selena, tapi bukti yang kau bawa berupa seprai itu tidak membuktikan kalau cairan itu berasal dari Arthur dan Mersya yang melakukan hal tidak senonoh semacam itu. Lagi pula, selama ini Mersya tidak pernah merayu siapa pun. Dia selalu membantu para tunanganmu agar mau mengambil inisiatif untuk dekat denganmu dulu, karena kau selalu menyibukkan diri."

"Tentu saja aku menyibukkan diri! Apakah kalian lupa kalau kalian sendiri yang menyuruhku untuk tetap mempertahankan nama baik keluarga ini?!"

Selena mengusap air matanya kasar. Sebetulnya, dia tidak mau bersikap tidak sopan terhadap orang tuanya. Namun, situasi yang dialaminya ini sungguh menyesakkan.

Tiba-tiba saja, Mersya malah menjatuhkan diri di hadapan Selena. Berlutut dengan air mata yang entah kapan sudah keluar dari mata gadis itu. Selena kebingungan, terutama saat Mersya menangkupkan kedua tangannya.

"Kak Selena, aku tidak tahu kenapa kau berpikiran kalau aku dan Arthur melakukan hal yang tidak senonoh semacam itu di kamarmu. Aku tidak pernah berbuat macam-macam, Kak Selena. Kalau kau sedih, kau bisa bercerita apa pun denganku, Kak. Janganlah menuduhku sembarangan seperti ini, karena aku juga tidak tahu harus mengusir kecemasanmu itu dengan cara apa lagi, Kak ...."

Selena menjatuhkan rahang, tidak percaya akan pemandangan yang tengah tersaji di depannya. Mersya kian mengeluarkan tangis, berperan sebagai korban yang baru saja dituduh oleh Selena tanpa sebab.

Melihatnya, Erick dan Marlinda segera menghampiri Mersya, membawa gadis yang satu tahun lebih muda dari Selena itu untuk berdiri.

"Sudah, tidak apa-apa, Mersya. Kau tidak salah, memang sepertinya Selena sedang bingung karena kejadian yang menimpanya belakangan ini ...."

Marlinda memeluk Mersya, mengelus punggung gadis itu dengan penuh kehangatan yang rasanya hampir tidak pernah Selena rasakan lagi sejak resmi melalui debutan.

Di tengah 'pertunjukkan' tersebut, Arthur kembali menggenggam tangan Selena. "Selena, kau membutuhkan istirahat dan seharusnya menenangkan pikiran. Mau pergi ke suatu tempat?"

"Lepaskan aku!"

Arthur melepaskan genggamannya secara perlahan. "Baiklah, sudah, 'kan? Sekarang, bagaimana kalau kau beristirahat dulu, Selena?"

"Aku tidak membutuhkan saranmu, Arthur!"

"Selena!" seru Erick. "Kau tidak boleh membentak tunanganmu seperti itu!"

Selena menggeleng, mengembuskan napas lelah. "Ayah ... tidak percaya padaku?"

"Bukannya Ayah tidak percaya, hanya saja tidak mungkin Mersya melakukan hal tercela itu dengan Arthur, Selena. Mersya ini masih polos. Dia tidak tahu apa-apa soal hal semacam itu," kilah Erick yang makin membuat geram.

"Polos? Mersya bukan lagi anak kecil, Ayah! Dia sudah dewasa! Sama-sama sudah menjalani debutan dan seharusnya membantu mengemban tugas atas nama keluarga ini!" elak Selena.

"Selena! Sekarang kau berani membentak Ayah?!"

"Iya! Aku berani! Aku membenci kalian semua! Aku membenci keluarga ini!"

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Selena berbalik menuju kamarnya untuk membantu mengemasi barang-barang miliknya ke kamar mendiang saudara laki-lakinya.

Diam-diam, Arthur dan Mersya melempar lirikan. Mereka sedang merencanakan sesuatu untuk dilaksanakan tidak lama lagi.

•••••

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   11. Pesta Perjamuan

    Grand Duke Jeffrey memasuki aula dengan penuh percaya diri, disertai tampang dingin tak bersahabat yang kerap pria itu pasang setiap harinya. Sebetulnya, dia sangat membenci agenda semacam ini. Jeffrey dikenal dingin dan tegas. Kalau tidak menyukai sesuatu, tentu pria itu akan berkata secara terus terang. Tadinya, dia ingin berkata kepada Sang Kaisar bahwa pesta perjamuan seperti ini hanya akan membuang waktu berharganya saja. Namun, setelah dia bertemu dengan Selena dan memutuskan untuk membantu rencana balas dendam gadis itu, mendadak Jeffrey jadi bersemangat—seperti halnya saat ini.Pria itu melirik sosok Mersya yang berdiri di tepi karpet merah, mematung lantaran mendapati eksistensi Selena yang melangkah penuh keanggunan tepat di belakangnya. Mungkin jika siapa pun berpikir Mersya baru saja melihat hantu, mereka pastinya akan percaya. Sebab, Jeffrey ingin sekali melayangkan tawa meremehkannya saat melihat betapa pucat wajah putri angkat dari keluarga Marquees Douglass yang satu

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   10. Kembali ke Ibu Kota

    "Karena kau akan datang sebagai calon istriku, kau harus memakai gaun yang paling mahal dan berkelas dari sini, Lady Selena."Selena menggigit bibir bawahnya. Perintah Jeffrey yang satu itu sangat sulit untuk ditolak. Selama ini, dia memang mendapatkan gaun dengan kualitas terbaik saat berada di kediaman Douglass. Namun, tentu saja tidak sebagus seperti yang kerap diberikan kepada Mersya.Gadis itu menghela napas secara perlahan, menyadari bahwa selama ini dirinya sudah mengalah sebanyak itu. Sampai-sampai kenyamanannya sendiri dikesampingkan hanya untuk membuat senang adik angkatnya itu."Ada apa? Apa kau tidak menyukai pilihan gaun yang ada saat ini?" tanya Jeffrey dengan mata memicing."Ah, tidak, Tuan Grand Duke. Justru, saya tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas sebaik ini," ungkap Selena, kembali memindai beberapa gaun yang sudah dipilihkan."Tidak pernah? Kau adalah Lady Douglass, Lady Selena. Kenapa tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas seperti ini? Bagiku, ini sudah

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   09. Perjanjian Baru

    Bruk!Kegiatan yang dilakukan oleh Arthur dan Mersya pun terhenti. Sepasang manusia yang hendak mencapai puncak kenikmatan itu melongok keluar paviliun untuk mencari asal suara tersebut."Suara apa tadi itu?" Mersya merapikan kembali gaunnya. "Apa kubilang, Tuan Arthur? Tidak seharusnya kita melakukannya di luar ruangan seperti ini. Sekarang, bagaimana kalau ada yang memergoki, huh?"Arthur mengacak rambutnya kasar. Kesal sekali karena kegiatan panas mereka terhenti begitu saja. Pria muda itu melangkah keluar paviliun, mengedar pandang. "Tidak ada siapa-siapa? Apakah kucing? Di sini ada kucing yang suka berkeliaran tidak?" tanya Arthur seraya kembali untuk memeluk Mersya penuh nafsu.Mersya yang sama-sama masih belum mengendalikan diri dari penyatuan panas mereka tadi, membiarkan Arthur melakukan yang pria muda itu mau. Meski begitu, dalam hati dia tidak bisa berbohong jika sedang dipenuhi kecemasan.Bagaimana jika orang tua angkatnya tahu?Bisa-bisa mereka kecewa padanya. Namun, men

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   08. Perjanjian Awal

    "Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?""Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.Selena mengangguk kikuk."Bagus. Berdiri.""Bagaimana, Tuan Grand Duke?""Kau mendengarnya—berdiri."Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga."Mendekat."Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya."Tuan Grand Duke ingin—akh!"Tanpa aba-aba, Jeffrey

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   07. Memulai Perjanjian

    "Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...." Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana. "Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?" Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak. "Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan." Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelik

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   06. Meminta Tolong

    Tampan. Luar biasa tampan. Bahkan, Arthur yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini. "Siapa kau?" tanya pria itu lagi. Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan. "Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona." Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan. Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status