Share

03. Drama Licik

Author: Hannfirda
last update Last Updated: 2025-07-21 22:24:41

Malam itu, Selena merebahkan diri di ranjang lama mendiang saudara laki-lakinya. Sekarang, dia memutuskan untuk menempati kamar tersebut mulai dari sekarang.

Dia tidak tahu, kenapa kedua orang tuanya bisa sangat membela Mersya melebihi dirinya sendiri yang merupakan putri kandung mereka.

Selama ini, dia telah berusaha menjadikan nama keluarganya senantiasa eksis. Mendatangi beberapa pertemuan penting di istana sebagai perwakilan keluarga Marquees Douglass, bahkan menghadiri pesta-pesta perjamuan yang sebenarnya sangat menguras tenaga.

Selena mendudukkan diri, memikirkan apa yang harus dilakukan supaya pertunangannya dengan Arthur batal.

"Aku tidak mungkin menikah dengan seseorang yang bahkan sudah memiliki niat untuk menduakanku sebelum resmi menikah," gumamnya, mulai memutar otak.

Setelah berpikir selama beberapa saat, gadis itu mengembuskan napas lelah. "Tidak ada yang percaya padaku ...."

Selena ingin kembali menjatuhkan tangis, tetapi dia sudah terlalu lelah akan apa saja yang terjadi hari ini. Lalu, tiba-tiba saja sebuah ketukan yang menyambangi pintu kamarnya membuat gadis itu terlonjak.

"Aku tidak mau diganggu, Asha—"

"Kak Selena? Ini aku, Mersya."

Raut Selena berubah masam. Dari sekian banyaknya orang, mengapa Mersya harus datang ke sini? Tidak tahukah kalau Selena muak sekali dengan topeng sok polos yang sedang Mersya kenakan saat ini?

Selena sengaja tak memberi tanggapan. Dia pikir, Mersya akan pergi lantaran tak digubris. Namun, Mersya malah langsung memasuki kamar barunya itu tanpa peduli bagaimana suasana hati Selena saat ini.

"Apa yang kaulakukan?! Kenapa kau sembarangan memasuki kamarku!" serunya tidak terima.

Mersya menatap Selena, tidak bersuara. Selena sendiri tidak bisa menangkap arti dari tatapan yang Mersya berikan.

"Keluar dari kamarku, Mersya!" kesalnya.

Bukannya keluar, Mersya malah mendekat dengan senyum timpangnya. "Memangnya kenapa kalau aku dan Arthur baru saja bercinta di kamar lamamu, Kak Selena?"

Selena memicingkan mata. Ini dia! Sifat asli Mersya baru terungkap di hadapannya secara langsung.

"Kau iblis, Mersya."

"Kalau iblis ditakdirkan cantik sepertiku, tidak masalah, Kak Selena. Jadi, bagaimana? Apa kedua kakimu tidak lelah karena sudah mendengarku dan Arthur bercinta di kamarmu tadi, Kak? Apa kau mendengar desahan yang Arthur keluarkan juga, Kak? Ah! Terdengar merdu sekali, 'kan?"

"Kau sudah tidak punya malu ya? Menyedihkan sekali hidupmu. Selalu bersembunyi di balik topeng kepolosan, tapi isi otakmu bahkan lebih kotor dan licik dari para kriminal," ujar Selena, tidak mau mundur begitu saja.

Mersya tidak tersinggung sama sekali, justru tertawa kecil dengan tangan terlipat di depan dada. "Bagaimana rasanya tidak mendapatkan pembelaan dari siapa pun, Kak Selena? Sakit? Oh! Kalau dipikir-pikir, itu tidak seberapa sakit dengan apa yang pernah kulalui sebelum menjadi bagian dari keluarga ini."

"Maksudmu? Kau ingin aku merasakan sengsara sepertimu dulu, begitu?" tanyanya tajam.

"Oh, tentu saja! Tidak adil rasanya ketika Tuhan hanya memberiku kehidupan buruk, tapi tidak dengan orang lain. Tidak adil!"

Selena mengepalkan tangan erat-erat, ingin sekali melempari Mersya dengan sesuatu, tetapi ditahan untuk sementara.

"Maka, itu bukan urusanku, Mersya. Selama ini, aku selalu menganggapmu seperti adik kandungku sendiri. Selalu mendahulukan kebahagiaanmu, tapi kenapa ... kenapa kau malah menjadikan hidupku seperti ini?" tanya Selena dengan nada bicara melemah.

"Kenapa? Tentu saja karena sejak lahir hidupmu sudah enak, Kak Selena. Setidaknya, kau harus merasakan cobaan hidup yang sulit dulu biar tahu rasa!" cetus Mersya.

"Lalu, bagaimana dengan para tunanganku yang terdahulu? Apakah kau menggoda mereka semua?"

"Ah, para berandalan yang mempunyai gelar hanya karena lahir dari keluarga bangsawan itu? Sebenarnya, tanpa aku melakukan apa pun, mereka langsung tergoda. Padahal aku hanya sengaja memperlihatkan belahan dadaku saja, tapi liur mereka sudah menetes ke mana-mana. Lucu, 'kan?"

Mersya meledakkan tawa. "Terutama Arthur—aku baru menyapanya saja dia sudah memiliki niatan untuk meniduriku. Omong-omong, dia sendiri yang mengajakku untuk bercinta di kamar lamamu itu, Kak Selena."

"K-kau ...."

"Tapi, memang Arthur lebih pandai soal hal ranjang daripada para tunanganmu yang terdahulu, Kak Selena. Mau mencobanya juga?"

"Keluar kau sekarang juga!" geramnya.

Mersya menyeringai. Merasa menang lantaran Selena telah terpancing akan seluruh ucapannya.

"Mau kubuat menderita lagi tidak, Kak?"

"Pergi sana! Jangan menggangguku!"

"Oh! Tidak seru kalau aku tidak menambah penderitaanmu lagi, Kak." Mersya menghampiri meja bundar di dekat jendela, meraih cawan lilin yang lilinnya sedang menyala.

Selena menyipitkan mata, merasa ada yang tidak beres. "Apa yang akan kaulakukan?"

"Hanya mau menambah penderitaanmu saja, Kak Selena. Cukup diam saja, dan lihat betapa banyak orang yang ada di sisiku."

Prangg!

Selena terperanjat saat cawan lilin tersebut jatuh begitu saja ke lantai, sedangkan Mersya sengaja menumpahkan lelehan lilin yang masih panas itu ke salah satu tangannya.

"Akhhhh! Kak Selena!"

Selena berjengit, mengetahui apa yang tengah direncanakan oleh adik angkat bermuka duanya itu. "K-kau—"

"Ada apa ini?"

"Astaga, Mersya sayang!"

Selena terpaku, kebingungan saat kedua orang tuanya melesak masuk ke kamarnya. Mereka menghampiri Mersya penuh kecemasan, mengabaikan eksistensi Selena yang mematung di tempat.

Sang Marquees menoleh ke arahnya dengan sejumput kemarahan. "Apa yang kaulakukan terhadap Mersya, Selena?!"

"A-apa? Aku? Aku tidak melakukan apa pun, Ayah! Tiba-tiba saja dia masuk ke sini dan—"

"Aku ingin membantu meringankan beban pikiran Kak Selena, Ayah, Ibu. Tapi, Kak Selena malah memarahiku, masih menuduhku telah bermain api dengan Arthur sampai-sampai melempariku dengan cawan lilin ...."

Mersya kembali menyuguhkan tangisnya, yang mana berhasil mengundang iba dari pasangan Erick-Marlinda. Selena menganga, tidak mengira jika Mersya berani mengambil langkah seterang-terangan ini.

Tidak lain dan tidak bukan, Mersya sudah tidak peduli dengan status Selena. Adik angkatnya itu telah mendeklarasikan peperangan.

"Ka-kau—"

Plak!

"Sadar, Selena! Sadar! Kau baru saja menyakiti saudaramu satu-satunya!"

Selena merasakan panas mulai menjalari pipi kirinya. Bukan hanya itu saja, gadis itu tak kuasa membendung air matanya lagi bertepatan dengan tamparan yang dilayangkan oleh ibunya sendiri.

"I-ibu, tapi aku tidak—"

"Astaga! Kau harusnya bersyukur karena mempunyai adik seperti Mersya yang mau membantumu, Selena! Bukannya malah menyakitinya seperti ini!"

"Ibu, aku tidak menyakitinya sama sekali! Dia yang melempar cawan lilin itu kepada dirinya sendiri!"

Marlinda menggeleng tidak percaya, lekas membawa Mersya keluar dari kamar tersebut. "Ibu kecewa denganmu, Selena."

"I-ibu ...."

Sang ayah mengikuti, berhenti sejenak di samping Selena. Tatapan pria tegas itu seakan-akan menghakimi Selena sebagai anak paling durhaka di muka bumi ini.

"Beristirahatlah, Selena. Kau memang penerus utama keluarga Douglass, tetapi kalau kau kehilangan setengah kewarasan seperti ini, bisa saja Mersya yang akan mengambil alih."

Selena tersentak saat mendengar Sang Marquees berkata demikian.

"Mersya?"

Jadi, apakah yang dilakukannya selama ini tidak berarti apa-apa?

•••••

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   11. Pesta Perjamuan

    Grand Duke Jeffrey memasuki aula dengan penuh percaya diri, disertai tampang dingin tak bersahabat yang kerap pria itu pasang setiap harinya. Sebetulnya, dia sangat membenci agenda semacam ini. Jeffrey dikenal dingin dan tegas. Kalau tidak menyukai sesuatu, tentu pria itu akan berkata secara terus terang. Tadinya, dia ingin berkata kepada Sang Kaisar bahwa pesta perjamuan seperti ini hanya akan membuang waktu berharganya saja. Namun, setelah dia bertemu dengan Selena dan memutuskan untuk membantu rencana balas dendam gadis itu, mendadak Jeffrey jadi bersemangat—seperti halnya saat ini.Pria itu melirik sosok Mersya yang berdiri di tepi karpet merah, mematung lantaran mendapati eksistensi Selena yang melangkah penuh keanggunan tepat di belakangnya. Mungkin jika siapa pun berpikir Mersya baru saja melihat hantu, mereka pastinya akan percaya. Sebab, Jeffrey ingin sekali melayangkan tawa meremehkannya saat melihat betapa pucat wajah putri angkat dari keluarga Marquees Douglass yang satu

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   10. Kembali ke Ibu Kota

    "Karena kau akan datang sebagai calon istriku, kau harus memakai gaun yang paling mahal dan berkelas dari sini, Lady Selena."Selena menggigit bibir bawahnya. Perintah Jeffrey yang satu itu sangat sulit untuk ditolak. Selama ini, dia memang mendapatkan gaun dengan kualitas terbaik saat berada di kediaman Douglass. Namun, tentu saja tidak sebagus seperti yang kerap diberikan kepada Mersya.Gadis itu menghela napas secara perlahan, menyadari bahwa selama ini dirinya sudah mengalah sebanyak itu. Sampai-sampai kenyamanannya sendiri dikesampingkan hanya untuk membuat senang adik angkatnya itu."Ada apa? Apa kau tidak menyukai pilihan gaun yang ada saat ini?" tanya Jeffrey dengan mata memicing."Ah, tidak, Tuan Grand Duke. Justru, saya tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas sebaik ini," ungkap Selena, kembali memindai beberapa gaun yang sudah dipilihkan."Tidak pernah? Kau adalah Lady Douglass, Lady Selena. Kenapa tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas seperti ini? Bagiku, ini sudah

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   09. Perjanjian Baru

    Bruk!Kegiatan yang dilakukan oleh Arthur dan Mersya pun terhenti. Sepasang manusia yang hendak mencapai puncak kenikmatan itu melongok keluar paviliun untuk mencari asal suara tersebut."Suara apa tadi itu?" Mersya merapikan kembali gaunnya. "Apa kubilang, Tuan Arthur? Tidak seharusnya kita melakukannya di luar ruangan seperti ini. Sekarang, bagaimana kalau ada yang memergoki, huh?"Arthur mengacak rambutnya kasar. Kesal sekali karena kegiatan panas mereka terhenti begitu saja. Pria muda itu melangkah keluar paviliun, mengedar pandang. "Tidak ada siapa-siapa? Apakah kucing? Di sini ada kucing yang suka berkeliaran tidak?" tanya Arthur seraya kembali untuk memeluk Mersya penuh nafsu.Mersya yang sama-sama masih belum mengendalikan diri dari penyatuan panas mereka tadi, membiarkan Arthur melakukan yang pria muda itu mau. Meski begitu, dalam hati dia tidak bisa berbohong jika sedang dipenuhi kecemasan.Bagaimana jika orang tua angkatnya tahu?Bisa-bisa mereka kecewa padanya. Namun, men

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   08. Perjanjian Awal

    "Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?""Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.Selena mengangguk kikuk."Bagus. Berdiri.""Bagaimana, Tuan Grand Duke?""Kau mendengarnya—berdiri."Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga."Mendekat."Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya."Tuan Grand Duke ingin—akh!"Tanpa aba-aba, Jeffrey

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   07. Memulai Perjanjian

    "Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...." Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana. "Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?" Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak. "Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan." Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelik

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   06. Meminta Tolong

    Tampan. Luar biasa tampan. Bahkan, Arthur yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini. "Siapa kau?" tanya pria itu lagi. Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan. "Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona." Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan. Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status