Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Sudah Terlambat untuk Menyesal

Share

Sudah Terlambat untuk Menyesal

Author: Mr. K
last update Last Updated: 2023-10-06 16:15:21

“Jangan bertindak bodoh! Buang senjata dan angkat tangan kalian kalau kalian masih ingin hidup!”

Kalimat bernada mengancam itu dilontarkan oleh Kris. Dia dan pasukannya bergerak serempak mendekati orang-orangnya Joseph.

Tentu saja, para polisi berpangkat rendah itu tak menduga mereka akan berurusan dengan tentara. Bukankah mereka hanya menjalankan tugas yang diberikan oleh atasan mereka?

Dan kenapa juga puluhan tentara ini bisa ada di situ, menodongkan senjata kepada mereka seolah-olah mereka telah melakukan sesuatu hal buruk yang menyinggung institusi militer?

Situasi ini tak masuk akal, kecuali….

‘Jangan-jangan… apakah orang yang kamu keroyok ini… sebenarnya… seorang jenderal?’ gumam si polisi yang tadi beberapa kali berteriak itu.

Dia langsung menoleh ke mobil, menatap Morgan dengan mata membulat.

Tiba-tiba saja sosok Morgan yang duduk tenang di mobil itu kini membuatnya ketakutan.

Dan saat dia melihat Morgan menyeringai, dia merasakan sesuatu seperti baru saja menancap di jantungnya. Sakit dan ngilu.

Dor! Dor! Dor! Dor!

“Kalian tak mendengar apa yang kukatakan barusan? Jangan menguji kesabaranku!” teriak Kris. Baru saja dia melepaskan serentetan tembakan lagi ke udara.

Kali ini, polisi-polisi berpakaian preman itu terlihat panik.

Mereka saling menatap satu sama lain, seperti berbagi rasa takut, lalu satu persatu dari mereka menjatuhkan senjata dan mengangkat tangan.

Tak ada seorang pun yang berani bersuara, padahal mereka sama-sama heran dan penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Amankan mereka semua!” perintah Kris.

Langsung saja, tentara-tentara tersebut mengamankan polisi-polisi yang masih kebingungan itu.

Polisi-polisi itu tak punya nyali untuk melawan. Mereka tahu mereka bukan hanya kalah jumlah, tapi juga kalah kualitas.

Hanya dengan sekilas saja melihat, siapa pun akan tahu bahwa tentara-tentara ini dipimpin oleh sosok yang jauh lebih terlatih dan profesional ketimbang si polisi yang tadi dipanggil ‘Bos’ itu.

Dan kepada si polisi yang dipanggil ‘Bos’, yang kini tepat berada di hadapannya, Kris melepaskan sebuah tamparan keras.

Plak!!

Saking kerasnya tamparan tersebut, si polisi sampai terhuyung-huyung beberapa saat.

Tetapi dia masih beruntung. Jika saja yang menamparnya adalah Morgan, sudah pasti dia akan kehilangan sebagian giginya.

Bukan tak mungkin dia akan pingsan saat itu juga.

“Kalian tahu kesalahan kalian apa, hah? Kalian telah mengusik seseorang yang sangat penting di militer! Kalian patut bersyukur karena kalian masih dibiarkan hidup!”

Suara Kris lumayan menggelegar, membuat si Bos dan polisi-polisi lainnya menundukkan pandangan. Muka mereka mendadak pucat.

Di titik inilah, pintu mobil dinasnya Joseph terbuka. Morgan yang sedari tadi bertahan di mobil akhirnya keluar juga.

“Dewa Perang, Anda baik-baik saja? Mohon maafkan keterlambatan kami,” ucap Kris, membungkuk begitu rendah.

Morgan mendecih kesal. Bukan karena Kris dan pasukannya datang terlambat, tapi karena baru saja Kris membocorkan identitasnya di hadapan polisi-polisi itu.

Kini polisi-polisi itu menatap Morgan dengan ketakutan yang terbayang kuat di mata mereka. Wajah mereka menjadi jauh lebih pucat lagi.

“D-dewa Perang…? K-kau… Dewa Perang…?” gumam si Bos, sambil menunjuk ke arah Morgan.

Bugh!

Kris langsung meninju perutnya dengan kuat, membuat pria itu muntah darah.

Kedua matanya memutih dan dia pun ambruk seperti samsak yang rantainya terputus.

“Siapa pun yang berani-beraninya bersikap kurang ajar di hadapan Dewa Perang, bersiaplah untuk menerima hukuman berat dariku! Kalian dengar itu, hah?!” ucap Kris, lantang.

Tentu saja polisi-polisi itu tak berani menjawab. Mereka hanya bisa menunduk saking takutnya.

“Kris. Itu, kan, namamu?” tanya Morgan, menatap Kris yang tengah memunggunginya.

Kris cepat-cepat balik badan dan berkata, “Betul, Dewa Perang. Saya Kris. Sekali lagi mohon maaf karena kami terlambat…”

Morgan mengangkat tangan kanannya, sehingga Kris pun berhenti bicara.

“Soal aku adalah Dewa Perang, sebaiknya cukup segelintir orang saja di kota ini yang perlu tahu itu. Lain kali kau harus lebih berhat-hati,” tegur Morgan.

Kris langsung menyadari kekeliruannya. Dia pun membungkuk lebih rendah lagi.

“Saya telah melakukan kesalahan. Saya akan menerima hukuman apa pun yang Anda berikan kepada saya.”

“Dan terkait polisi-polisi korup ini, saya akan mengurusnya.”

“Tak seorang pun dari mereka akan membocorkan identitas Anda sebagai Dewa Perang kepada siapa pun.”

Morgan mengangguk-angguk. Sikap profesional dan penuh tanggung jawab yang ditunjukkan Kris sudah cukup baginya.

Dia pun tidak punya niat untuk memberi Kris hukuman.

Lagipula, seperti yang dikatakan Yudha, saat ini Kris adalah asistennya, orang yang bisa dia andalkan untuk mewujudkan rencana-rencananya.

Kali ini Kris telah berinsiatif untuk membantunya keluar dari situasi tak menyenangkan tadi. Morgan harus mengapresiasi itu.

Sehingga, alih-alih menghukumnya, menurutnya justru lebih tepat kalau dia memberi Kris ucapan terima kasih.

“Sudahlah. Tak perlu membungkuk lama-lama. Hukuman dariku ya teguran barusan. Sekarang, yang penting kau pastikan orang-orang ini tak akan berulah lagi,” kata Morgan.

“Siap, Dewa Perang!” tanggap Kris, setelah kembali berdiri tegak.

Morgan mendesis, berkata, “Sepertinya kau pun harus berhenti memanggilku dengan sebutan itu, terutama saat kita berada di depan orang lain. Mulai sekarang kau panggil aku dengan namaku saja. Perlakukan aku seolah-olah kita setara. Kau mengerti?”

“Mengerti, Dewa Perang… Maksud saya Morgan…”

Morgan terkekeh. Entah apa alasan Yudha memerintahkan Kris untuk menjadi asistennya, tapi dia mulai menyukainya.

“Ya sudah, sekarang kau urus polisi-polisi ini. Aku ada urusan di tempat lain,” ujar Morgan, berjalan meninggalkan Kris.

Tetapi Kris mengikutinya.

“Emm… Morgan, tidakkah sebaiknya beberapa anak buahku kutugaskan untuk mengawalmu?” tanya Kris.

Terasa sekali kalau dia masih canggung menggunakan cara bicara seperti itu kepada Sang Dewa Perang.

“Aku tak butuh itu. Kalian fokus saja mengurus polisi-polisi ini. Lagi pula, apa yang akan kuurus ini adalah urusan keluarga. Orang luar dilarang terlibat,” jawab Morgan, menggeleng.

Kris langsung mengerti. Dia pun berhenti melangkah, membiarkan Morgan melangkahkan kakinya ke mana pun dia mau.

Menggunakan taksi, Morgan tiba di depan Rumah Sakit P.

Ada dua alasan kenapa dia kembali ke situ.

Pertama, mobilnya terparkir di sana. Kedua, dia ingin memastikan kalau istrinya jadi dipindahkan ke ruang VVVIP.

Namun, saat Morgan tiba di ruangan di mana istrinya tadi dirawat, dia mendapati ruangan itu kosong. Tak ada siapa pun di sana.

‘Ah, mungkin sudah dipindahkan ke ruang VVVIP,’ pikirnya.

Dia pun bergerak mencari-cari sesosok suster yang bisa dia tanyai. Dan kebetulan, si suster yang tadi muncul dan berjalan ke arahnya.

“Tuan Morgan… ada yang perlu saya sampaikan…”

Dari raut muka si suster, Morgan bisa menebak kalau apa yang perlu disampaikannya itu bukanlah hal baik.

“Ke mana istriku? Sudah dipindahkan ke ruang VVVIP?” tanya Morgan.

Si suster tak langsung menjawab. Dia membuka mulutnya hanya untuk menutupnya lagi.

Lalu, terlihat dia menggigit bibir bawahnya.

“Nona Agnes tidak jadi dipindahkan ke ruang VVVIP, Tuan. Sekitar lima belas menit yang lalu pihak keluarga membawanya pulang.”

“Apa?!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tak Belajar dari Kesalahan

    Kulit muka Orkan seketika pucat. Dia seperti orang yang baru saja melihat hantu.Dan, sebelum sempat dia melepaskan tembakan lagi, Morgan sudah menerjang ke arahnya, melesakkan tinju yang menghantam pipi kirinya.“Ugh!”Sang jenderal itu terlempar dan berguling-guling di lantai. Keempat jenderal lain terkesiap. Muka mereka sama pucatnya dengan Orkan.“K-kau… s-siapa kau, Bangsat?!!” tanya Bamby dengan nada tinggi.Morgan memutar lehernya dengan pelan, menatap Bamby dengan tatapan yang menikam.“J-jangan berani-berani mendekat! Jangan mendekat atau kutembak!!” gertak Bamby sambil menodongkan pistolnya.Ketiga jenderal lain pun menodonkan pistol mereka ke arah Morgan.Morgan menatap mereka satu per satu, lalu terkekeh.“Sungguh menggelikan. Seperti inikah jenderal-jenderal tertinggi di negeri ini? Kalian membikin malu institusi militer di negeri ini!” kata Tony.“Anjing! Berani-beraninya kau menghina kami! Mulutmu itu harus dijahit!” bentak Gary.“Kau telah mengambil langkah yang salah

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tawaran untuk Membelot

    Orkan sesaat terdiam. Dia tak mengenal orang ini, tapi apa yang barusan diucapkannya seolah-olah menunjukkan kalau orang ini tahu siapa dia.“Siapa kau? Siapa yang membawamu ke sini?” tanya Orkan tegas.Morgan tersenyum mencemooh. “Siapa yang membawaku ke sini? Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku sendiri. Memangnya kau melihat ada orang lain yang bersamaku saat ini?” ledeknya.Orkan mendengus. Dia tidak tahu siapa orang ini sebenarnya, tapi dia pastikan dia akan memberinya pelajaran.“Siapa itu, Orkan? Informanmu?” tanya Bamby.“Bukan. Aku tak tahu orang ini siapa,” jawab Orkan.“Hah? Maksudmu?”Orkan hendak keluar dan mengatasi pria tak dikenal yang mengaku-ngaku Dewa Perang ini sendirian, tapi dia kalah cepat.Si pria tak dikenal, yang tak lain adalah Morgan, mendoorng pintu dan memaksa masuk. Kini Bamby dan yang lainnya pun bisa melihatnya.“Halo, para Jenderal. Sedang apa kalian berkumpul di sini? Membahas rencana kudeta?” seloroh Morgan.Saat itu juga, raut muka keempat jend

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Berkumpulnya Lima Jenderal

    “Kau Sang Dewa Perang?” tanya Bernard, menatap Morgan tak percaya.Lagi-lagi Morgan hanya mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Bernard pun jadi kesal.“Yudha, apa maksudnya ini? Kalau ini guyonan, sungguh ini guyonan yang buruk. Kau pikir aku percaya si anak muda yang songong ini adalah Sang Dewa Perang?” tanya Bernard sambil menatap Yudha.“Ini bukan guyonan, Bernard. Morgan memang Sang Dewa Perang,” jawab Yudha.“Apa? Jadi ini serius?”“Ya, tentu saja. Kau pikir aku akan begitu saja mengabdikan diriku pada sosok lain di militer selain Sang Dewa Perang?”Bernard menatap Yudha dengan alis hampir menyatu di tengah.Yang dikatakan Yudha itu masuk akal. Untuk apa juga dia begitu hormat dan percaya kepada seorang anak muda jika bukan karena si anak muda ini sesungguhnya sosok yang spesial.Tapi, benarkah Morgan rupanya sespesial itu?Bernard kembali menatap Morgan, memandangi wajahnya, mengamati gerak-geriknya.Dia memang belum pernah bertemu dengan Sang Dewa Perang. Selama ini dia me

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Morgan adalah Sang Dewa Perang

    Morgan membawa Bernard ke markas militer Kota HK. Di sana, sudah menunggu Kris dan Yudha.Bernard sebenarnya bertanya-tanya untuk apa Morgan membawanya ke sana, tapi dia tek mengutarakannya.Ini kali pertamanya dia memasuki markas militer Kota HK yang berada dalam tanggung jawabnya Yudha. Dia sepenuhnya waspada, berjaga-jaga kalau-kalau Morgan tiba-tiba menjerumuskannya ke dalam bahaya.“Tenang saja, Jenderal. Kau sekarang bagian dari kami. Di sini kau aman,” kata Morgan sambil tersenyum miring, seakan mendengar apa yang digumamkan Bernard di dalam kepalanya.Bernard hanya membalas dengan lirikan kesal. Dia arahkan lagi matanya ke luar jendela, mengamati apa-apa yang ada di markas militer tersebut.Tak lama kemudian, mereka berdua berjalan ke ruangan tempat Morgan biasa bertemu dengan Kris dan Yudha untuk menyusun strategi.“Dari gerak-gerikmu, sepertinya kau sudah terbiasa ke sini. Tadi saja di depan tentara-tentara itu membiarkanmu masuk begitu saja tanpa kau perlu menunjukkan muka.

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Bernard Membelot

    “Kenapa? Apa kata-kataku kurang jelas?” tanya Morgan sambil duduk lagi di kursi, menyilangkan kaki dan tersenyum mengejek.Bernard menatapnya dengan benci. Orang ini benar-benar meremehkannya. Ini bukan lagi penghinaan baginya, melainkan lebih dari itu.“Kau ingin aku berada di pihakmu dan melawan para jenderal yang merupakan orang-orang penting di militer saat ini? Apa kau gila?” protes Bernard.Morgan mengangkat bahu, berkata, “Kenapa memangnya? Kau takut? Kau tak punya nyali untuk menentang mereka? Begitu, Jenderal?”Morgan lagi-lagi mengakhiri kata-katanya dengan senyum mengejek. Tak ayal itu membuat Bernard mendengus seperti banteng.“Lagi pula, Jenderal, bukankah aku yang memenangkan taruhan? Dan bukankah tadi kau bilang kalau ucapanmu bisa dipegang karena itu bagian dari prinsipmu?” sindir Morgan.Bernard kembali mendengus. Kebencian di matanya itu menyala-nyala. Tangan kanannya yang baru saja disembuhkan Morgan itu kini terkepal.Morgan menyadari betul apa yang dirasakan Berna

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Menaklukkan Bernard

    Morgan melangkah tenang sementara Bernard mundur dengan mata membulat. "Kenapa, Jenderal? Kau seperti sedang melihat hantu saja," sindir Morgan. "Kau! Apa yang kau lakukan pada Matthew?!" Bernard menyalak sambil terus mundur menjinjing kopernya. Mengabaikan pertanyaan Bernard, Morgan melirik koper hitam itu. "Sepertinya itu koper istimewa sampai-sampai kau membawanya di saat-saat seperti ini, Jenderal. Aku penasaran apa isinya," ucap Morgan. "Sialan! Jangan main-main kau denganku, ya!!" teriak Bernard, menjatuhkan koper hitamnya lalu mengambil pistol, mengarahkannya pada Morgan. Bernard melakukannya dengan cepat, tetapi Morgan sudah mengantisipasinya. Dengan gerakan yang tak kalah cepat, Morgan memegangi tangan Bernard yang besar lalu memelintirnya. "Arrgghhh!!"Pistol di tangan Bernard itu terjatuh. Morgan menendangnya. Pistol itu bergeser jauh ke belakang Bernard. "Kau tak tahu siapa orang yang kau hadapi, Keparat! Kau tak tahu neraka seperti apa yang akan menantimu kalau k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status