Share

Bab 124

Penulis: Lilia
"Ayah."

Setelah kereta itu pergi, Pratama akhirnya tersadar karena panggilan seseorang. Dia menoleh, lalu melihat Dimas berdiri gagah di depan gerbang. Dia mengernyit dan bertanya, "Lanlan sudah kembali ke rumah?"

Dimas mengangguk pelan. "Sudah." Ekspresinya terlihat rumit, membuat Pratama merasa ada yang janggal.

Dia menaiki tangga, bertanya dengan santai, "Pangeran Pradipta ikut datang?"

Dimas menjawab, "Nggak."

Pratama langsung berhenti melangkah, menoleh ke arah Dimas. "Kamu sengaja cuti dan menunggu di rumah hari ini, tapi dia malah nggak muncul sama sekali?"

Pangeran Pradipta benar-benar seperti hama. Tidak pernah ikut sidang istana, hanya makan, tidur, dan bermalas-malasan. Kenapa dia tidak datang?

"Benar, dan ...." Dimas tampak ragu, lalu akhirnya melanjutkan saat melihat tatapan ayahnya, "Ayah sebaiknya lihat sendiri saja ke dalam."

Sampai harus dilihat sendiri? Firasat Pratama semakin buruk.

Saat sampai di aula utama, dia melihat Wulan terduduk di lantai, menangis tersedu-sed
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 125

    "Selama ini dia hanya berpura-pura. Sekarang melihat aku menikah dengan anggota keluarga kekaisaran yang nggak berguna, dia sengaja menekan dan merendahkanku.""Benar-benar gila."Wulan semakin bersemangat. "Aku jelas-jelas sudah memberitahunya kalau sakit kepala Nenek kambuh dan butuh dupa penenang. Semua bahan obatnya sudah kuserahkan padanya. Lalu hasilnya?""Dupa penenang nggak ada, bahan obat pun hilang. Akibatnya, hari ini Nenek memarahiku habis-habisan.""Di Kediaman Pangeran Pradipta, aku dihina karena omong kosongnya. Sekarang kembali ke rumah malah dianggap nggak berbakti. Ayah, anakmu ini benar-benar nggak sanggup hidup seperti ini lagi!""Keterlaluan!" Wajah Pratama memerah karena marah. Dia berdiri sambil menunjuk Ayunda. "Bawa dia pergi bersihkan diri!"Ayunda menyeka air matanya. "Suamiku ....""Sana, sana!" Pratama sudah kehilangan kesabaran. Bagaimanapun, Parlin adalah seorang pangeran. Apa yang bisa dia lakukan?Kedua putrinya menikah dengan anggota keluarga kekaisara

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 126

    "Bukan begitu, apa-apaan ini?" Pratama terlihat penuh amarah. Bagaimanapun, dia berasal dari keluarga jenderal dengan segudang prestasi di medan perang. Dia tidak mungkin bisa menerima penghinaan semacam ini dari Parlin, si pangeran pemalas itu.Parlin berkata, "Jenderal Pratama mungkin sudah terlalu lama menikah dan lupa ini namanya kain perawan. Pada malam pernikahan, ternyata Wulan bukan lagi seorang gadis perawan. Kalau kalian nggak bisa memberi penjelasan, aku nggak punya pilihan selain melapor ke Kaisar!"Pratama dan Dimas benar-benar syok. Seketika, mereka merasa wajah mereka seperti disiram air panas. Suasana di ruangan langsung membeku.Parlin duduk di kursi utama dengan santai. "Awalnya aku nggak percaya, tapi Wulan si jalang pasti sudah tidur dengan Satya! Aku ini masih menghormati Jenderal Pratama, jadi belum kubunuh dia!""Kamu ... ini ...." Pratama tergagap. Dia memang orang militer, tetapi hal semacam ini benar-benar membuatnya tak tahu harus bicara apa. "Pangeran, kamu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 127

    Dimas mengusulkan, "Bagaimana kalau Keluarga Suharjo memberikan sejumlah harta kepada Pangeran? Bagaimanapun, ini perkara yang sulit untuk dibuktikan."Parlin tidak menjawab, hanya memberi isyarat dengan mata, berapa jumlahnya?Pratama pun menatap Dimas, sampai akhirnya Dimas meneruskan, "Lima ribu tahil.""Baik, lima ribu tahil!"Sebelum datang ke sini, Parlin sudah menyelidiki kondisi keuangan Keluarga Suharjo, baik itu gaji dari istana ataupun hadiah masa perang. Memang harta mereka tidak banyak, tetapi ditambah dengan pendapatan dari toko dan aset keluarga, mereka bisa mengumpulkan 5.000 tahil."Apa?" Pratama langsung bangkit dari kursinya. "Kita mana punya uang sebanyak itu!""Kalau nggak dikasih, urusan ini nggak akan selesai!"Meskipun tidak membawa masalah ini langsung ke hadapan Kaisar, Parlin tetap ingin seluruh ibu kota tahu bahwa putri Keluarga Suharjo tak tahu diri dan tak tahu malu.Pratama menunjuk Parlin. "Keluargamu sudah gila karena miskin ya ...." Ketika dia hendak m

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 128

    Luis mengenakan topeng perak, tetapi senyuman tipis tetap terlihat di sudut bibirnya. Dia sudah terbiasa dengan sikap Anggi terhadap keluarganya."Hidup manusia memang penuh pilihan. Pilihan yang berbeda akan membawa nasib yang berbeda pula." Andai waktu itu Luis tidak begitu berbelaskasihan, mungkin hari ini dia tidak akan menjadi cacat.Menatap gadis di sampingnya, Luis tersenyum pahit. Mungkin dalam tragedi ini, satu-satunya hal yang membuatnya bersyukur adalah bisa bertemu dengan Anggi."Pangeran memang bijaksana." Anggi memberi hormat.Setelah melihat Wulan semakin terpuruk, Anggi merasa sangat puas. Namun, ini baru permulaan. Apa yang dia inginkan jauh dari ini.Akan lebih baik jika Wulan bisa merasakan seluruh penderitaan yang pernah dialami Anggi di kehidupan sebelumnya. Itu baru bisa menghapuskan dendam dalam hati Anggi.Luis melambaikan tangan. "Kamu sudah boleh keluar.""Baik." Sura membungkuk hormat sebelum mundur.Setelah tersisa Anggi dan Luis di dalam ruangan, Luis berka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 129

    "Tak masalah. Selama itu hal yang kamu inginkan, aku akan mendukung tanpa syarat. Lagi pula ...." Luis tersenyum padanya. "Sebenarnya tadi aku juga ingin membahas soal toko obat itu.""Tabib Faisal memang cukup mahir, tapi keluarganya kurang beruntung. Anaknya nggak berguna, suka berjudi sampai-sampai rumah warisan pun dijual!""Kalau kamu ambil alih, pekerjakan Tabib Faisal dan juga muridnya, lalu sesekali buat pengobatan gratis, aku yakin Keluarga Suharjo pasti akan mulai curiga pada Wulan.""Ide Pangeran sungguh brilian." Nada suara Anggi santai, ekspresi bahagianya terlihat jelas."Bukankah itu juga yang tadi kamu pikirkan?"Anggi menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Ya, memang itu yang saya pikirkan." Apalagi, toko itu berada di Jalan Damai, wilayah paling ramai dan strategis. Pasti tidak akan rugi!Tantangannya hanya satu. Tempat sebagus itu, entah berapa harga yang harus dibayar."Meskipun anaknya itu suka menghamburkan uang, toko itu pasti nggak murah," katanya sambil mengerny

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 130

    Naira dan Sura menyerahkan salep yang dibawa oleh Anggi kepada Faisal. "Ini adalah salep hasil racikanku sendiri. Di medan perang, salep ini terbukti cukup ampuh."Faisal menerima, lalu mencium aromanya, mengamati teksturnya dengan teliti. "Tak kusangka Putri juga menguasai ilmu medis." Kalau begitu, kenapa dulu masih menyuruhnya mengobati Pangeran?Anggi menjawab, "Aku hanya menguasai sedikit. Aku ingin minta bantuan Tabib Faisal kali ini.""Silakan, Putri. Katakan saja.""Setiap tanggal tujuh, aku akan datang ke Balai Pengobatan Afiat untuk melakukan pengobatan gratis. Nggak akan dipungut biaya sepeser pun."Sebagai pemilik baru, tentu dia harus punya strategi untuk menarik perhatian.Faisal pun bertanya, "Hanya Putri yang memberi pengobatan gratis atau seluruh Balai Pengobatan Afiat?"Anggi menjawab, "Fokusnya tetap padaku. Tapi selama hari itu, seluruh balai pengobatan akan buka layanan pengobatan gratis. Kecuali biaya bahan obat."Dia tersenyum, lalu menatap Faisal dan meneruskan,

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 131

    Mina mengerucutkan bibirnya. Tadi dia sebenarnya ingin mengingatkan, tapi Anggi sama sekali tidak meliriknya. Memikirkannya, Anggi menghela napas.Sura berkata, "Tinggal di sisi Putri sebagai kusir juga bukan masalah, nanti hamba akan ajarkan dia sedikit ilmu bela diri. Lagi pula, kalau Putri berkenan membantu dan membicarakannya dengan Pangeran, mungkin saja Pangeran akan setuju."Anggi mengernyit. Dia ... akan setuju?"Aku juga nggak bisa mengaturnya." Anak kesayangan orang lain disuruh jadi kusir, memangnya Faisal akan setuju?Tak lama kemudian, Faisal benar-benar datang membawa anak kebanggaannya. Pria itu bertubuh tinggi, sepertinya usianya hanya satu atau dua tahun di bawah Luis. Begitu melihat Anggi, dia langsung berlutut.Anggi buru-buru mengangkat tangannya, "Berdiri dulu. Nanti aku akan membawamu kembali ke kediaman, tapi soal apakah Pangeran mau menemui dan menerima kamu, aku juga nggak tahu. Bagaimanapun, kamu pasti tahu, Pangeran sekarang bukan lagi dewa perang seperti dul

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 132

    "Jadi ... begitu rupanya." Anggi sedikit tertegun. Ternyata Luis begitu cermat dan cerdas. Sekilas tampak tenang, tapi sebenarnya mengamati dengan sangat teliti.Memikirkan hal itu, Anggi kembali berkata, "Karena berjudi, rumah dan apoteknya sampai habis. Apa Pangeran nggak khawatir dia akan buat masalah lagi?" Hari ini dikirim ke barak, besok sudah berangkat ke medan perang untuk membasmi perampok. Kecepatannya luar biasa, sampai membuat orang terkejut.Luis memandang Anggi sambil tersenyum tipis, lalu berseru memanggil Dika. Begitu suara pintu terdengar terbuka, dalam sekejap Dika sudah muncul di hadapan mereka dan memberi salam sambil mengepalkan tangan."Lapor Putri, kemarin saat hamba pergi untuk mengurus pembelian toko, hamba juga sudah menyelidiki. Daud sebenarnya tidak jahat, hanya saja terlalu setia kawan. Dia dijebak oleh teman sendiri dan orang-orang dari kasino. Mereka berpura-pura bertengkar di depan Daud untuk menipunya, akhirnya seluruh hartanya habis.""Kali ini, wakil

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 182

    Sejak kapan Satya menjadi begitu penyayang terhadap binatang? Selain itu, kalimat yang barusan dia ucapkan terdengar aneh. Apa seekor kucing bisa mengerti maksud ucapannya?Anggi menatap Satya yang sedang menggendong Pir. Dia ingat saat dia pertama kali menemukan kucing itu, kucing itu masih kecil.Satya bisa merawat kucing yang dia titipkan dengan begitu baik, hal ini benar-benar di luar dugaan Anggi."Tak disangka, ternyata kamu punya hati yang begitu lembut. Kamu begitu menyayangi hewan kecil," ujar Luis sambil tersenyum.Satya pun tersenyum, pandangannya sekilas menyapu Anggi sebelum kembali menatap Luis. "Sebenarnya dulu aku hampir melupakan betapa berharganya Pir. Untung saja aku akhirnya tersadar."Hah! Saat itu juga, Anggi sadar bahwa Satya memang memiliki maksud terselubung. Ternyata bukan hanya ilusinya.Namun, berapa persen dari kesadarannya itu yang benar-benar tulus? Pria ini egois dan haus akan kekuasaan, mana mungkin sungguh-sungguh peduli pada cinta atau kasih sayang? S

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 181

    Anggi memandang ke arah suara itu, lalu melihat seekor kucing mujair berdiri di atas dinding batu. Sinar matahari membuat bulunya terlihat sangat mencolok."Kucing ini ...." Dika tiba-tiba melompat turun dari pohon, membuat Anggi terkejut hingga melompat kecil.Pantas saja, kadang-kadang Dika tak kelihatan. Ternyata dia suka bersembunyi di sudut mana pun di halaman.Semua orang kini memandang ke arah Dika. Dika perlahan berkata, "Kucing ini sangat mirip dengan kucing di Kediaman Pangeran Aneksasi, kucing Satya."Kucing Satya?"Kenapa bisa ada di sini?" tanya Luis dengan alis berkerut.Tepat saat itu, penjaga pintu datang melapor, mengatakan bahwa Satya ingin bertemu. Luis terkekeh-kekeh, lalu mengizinkannya masuk. Dia memang penasaran, apa yang diinginkan Satya kali ini.Saat menoleh ke arah Anggi, Luis melihat ekspresinya biasa-biasa saja, tak menunjukkan tanda-tanda senang sedikit pun. Bahkan saat bertatapan, Anggi malah bertanya, "Kenapa Pangeran menatapku seperti itu?"Luis berdeha

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 180

    Di bawah tatapan penuh harap Anggi, Luis berjalan beberapa langkah. Dia menoleh ke belakang. Ketika melihat Anggi yang terpaku, dia tersenyum dan memanggil, "Gigi? Gigi?"Luis memanggil dua kali, tetapi Anggi tidak menjawab. Sebaliknya, matanya mulai berkabut, seolah-olah akan menangis kapan saja."A ... aku ...." Luis panik dan langsung melangkah cepat mendekatinya, memeluknya erat. "Kenapa? Kamu marah karena aku merahasiakan ini darimu? Maaf, aku cuma ingin memberimu kejutan. Aku bukan sengaja ingin menyembunyikannya."Anggi membalas pelukannya. "Pangeran, aku nggak marah. Aku senang."Dia bilang dia senang? Sampai menangis hanya karena senang untuk dirinya?Luis sama sekali tidak menyangka. Dia melepaskan pelukan, menatap gadis yang matanya merah itu. Seketika, dia tidak tahu harus berkata apa."Pangeran, bisa jalan beberapa langkah lagi nggak?" tanya Anggi, mendongak menatap pria tinggi itu."Baik." Luis melepaskan Anggi dan kembali berjalan beberapa langkah. Tatapan Anggi beralih

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 179

    "Aku sudah pergi, terus kembali lagi.""Kenapa? Ada urusan?""Wulan datang mencariku," ucap Anggi, menatap langsung ke arah Luis, "Pangeran, menurutmu apa mungkin Wulan dan Satya akan kembali menjalin hubungan lama mereka?""Gigi ...." Luis menatap gadis di depannya, merasa agak cemburu karena melihat Anggi begitu peduli pada mantan tunangannya itu. "Apa kamu begitu keberatan kalau mereka bersama kembali?"Anggi mengangguk. "Aku nggak bisa membiarkan dia bersama Satya. Apa Irwan dan Junaidi masih mengawasi Satya?"Luis bertanya balik, "Apa yang ingin kamu ketahui?" Di seluruh ibu kota, tidak ada satu pun informasi yang tidak bisa dia selidiki.Anggi membalas, "Aku hanya ingin tahu, apa Wulan dan Satya masih diam-diam berhubungan atau nggak.""Hanya itu?""Ya, hanya itu." Apa lagi yang bisa dia lakukan?Dua orang itu adalah tokoh kunci. Jika mereka benar-benar bersatu, bangkit kembali bukan hal yang mustahil!Luis tidak tahu kekhawatiran Anggi yang sesungguhnya. Dia hanya mengira bahwa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 178

    "Benar, kali ini berbeda dari biasanya. Dia berpakaian mewah, membawa banyak pelayan dan penjaga. Jelas sekali, dia datang dengan persiapan," ujar Mina dengan tenang.Anggi mengernyit, lalu bangkit dengan anggun. "Aku penasaran, apa yang ingin dia lakukan hari ini."Begitu Anggi keluar, semua orang langsung menyambutnya dengan hangat, memanggilnya dengan hormat, "Salam sejahtera, Putri!"Sekilas, Anggi langsung melihat Wulan, yang saat itu menatapnya dengan tatapan cerah dan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Alis yang sedikit terangkat pun membuatnya terlihat angkuh.Anggi membisikkan beberapa instruksi kepada Mina, lalu kembali masuk ke ruangan.Mina merapikan ekspresinya, lalu berjalan ke depan Wulan. Dia membungkuk sedikit dan berkata, "Silakan masuk, Putri."Anggi secara langsung mengizinkan Wulan memotong antrean. Siapa yang berani protes? Namun, hari itu tanggal 7. Waktu pengobatan gratis sangat berharga dan antreannya sangat panjang.Dengan senyuman di wajah, Wulan memutar me

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 177

    "Tapi, Fani sekarang bahkan nggak bisa bicara lagi ....""Nggak apa-apa, yang penting dia masih hidup."Wulan pun berpura-pura menunjukkan empati yang dalam. "Benar, untung dia masih hidup."Sunaryo terdiam sejenak, lalu menatap Wulan dan bertanya dengan serius, "Kali ini setelah kamu berhasil lolos, sebenarnya kamu bisa saja pergi mencari Satya, 'kan?" Dia sedang menguji.Mendengar pertanyaan itu, hati Wulan tetap goyah. Namun, dia mengenal Satya dengan baik dan tahu Burhan pasti tidak akan mengizinkan Satya menikahi wanita yang sudah ternodai.Dia menggeleng pelan. "Nggak. Seumur hidupku ini, aku hanya akan ikut denganmu.""Aku?" Mata Sunaryo langsung berbinar. Takdir Wulan itu bisa membantunya mencapai semua ambisinya dengan cepat! Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya peluang datang juga!"Hanya kamu," jawab Wulan dengan mantap."Kamu tahu kenapa aku selalu menahan diri dan nggak berani melangkah lebih jauh, padahal aku begitu mencintaimu?""Aku ... nggak tahu.""Selain karena

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 176

    "Ada apa?" tanya Sunaryo.Wulan menggeleng. Di benaknya, perasaan terhadap Satya hampir tak tersisa sedikit pun. Dia masih mengingat jelas hari dia menikah dan masuk ke Kediaman Pangeran Pradipta.Anggi mengobrol dengan Parlin, menyiratkan bahwa dia dan Satya punya hubungan yang tak biasa. Tak lama setelah itu, Satya memberikan uang dalam jumlah besar kepada Parlin agar memperlakukannya dengan baik.Hah, memperlakukannya dengan baik? Tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tak pernah cukup untuk menghapus kecurigaan Parlin.Jadi, di hari kedua setelah pernikahan, dia dipaksa melayani Parlin dan dua tamunya. Kini jika diingat kembali, semuanya terasa menjijikkan.Untungnya, Parlin sekarat sekarang.Wulan memandang Sunaryo. "Apa kamu ... jijik padaku?"Sunaryo merapikan helaian rambut di dahinya. "Bagaimana mungkin?"Dengan berani, Wulan memeluk pinggang pria itu. "Benarkah?""Benar.""Kalau begitu, kita ....""Jangan terburu-buru, pria tua itu belum mati."Wulan terlihat agak kecewa. Pa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 175

    Reputasi? Dengan pasangan selingkuh keji ini di Kediaman Pangeran, Parlin sudah tidak memiliki harga diri. Reputasi apa lagi yang tersisa?Meski begitu, Parlin masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Dia menatap Sunaryo dan bertanya, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Selama ini, Parlin tidak mengerti mengapa putra satu-satunya bertindak sekejam ini padanya.Sunaryo terdiam sejenak. Melihat ini, Wulan langsung waswas. Khawatir Sunaryo akan menyesal, dia segera berkata, "Jangan tanya lagi. Dia malu karena kamu begitu bermuka tembok.""Benarkah?" tanya Parlin lagi. Mungkin karena kondisinya terlalu lemah, dia tidak sanggup menopang dirinya terlalu lama dan kembali ambruk ke tempat tidur. "Benarkah begitu?"Kali ini, Sunaryo tidak hanya diam. Dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kenapa?" tanya Parlin."Karena kamu terlalu bejat, karena kamu membunuh ibundaku. Kalau bukan karena kamu, ibundaku nggak mungkin bunuh diri!" balas Sunaryo.Parlin berkata, "Dia bunuh diri ka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 174

    Setelah melihat Luis mengangguk, Dika berkata pada Torus, "Kamu tahu kalau Putri juga merawat kaki Pangeran, 'kan?""Semua orang di Kediaman Pangeran juga tahu." Torus berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Semua orang di ibu kota tahu kalau Putri merawat kaki Pangeran, tapi orang-orang di Balai Pengobatan Kekaisaran saja nggak berdaya. Apa ... apa jangan-jangan Putri juga sudah membuat kemajuan dengan perawatan kaki Pangeran?""Akhirnya kamu mengerti," ucap Dika.Torus merasa dirinya dianaktirikan. Bagaimana dia bisa jadi orang terakhir yang mengetahui hal sebesar itu?Luis tiba-tiba berdiri. Sambil menumpukan kedua tangannya di meja, dia berkata pada kedua bawahannya, "Hari ini aku juga baru sadar bisa berjalan dua hingga tiga langkah tanpa kruk."Sambil bicara, Luis berjalan beberapa langkah mengitari meja.Dika dan Torus membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Selamat, Pangeran. Selamat, Pangeran!""Putri belum mengetahui hal ini, jadi tutup mulut kalian," pesan Luis."Siap, Pangeran

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status