Share

Bab 142

Author: Lilia
Tangan Luis yang sedang menuang teh tiba-tiba terhenti. "Pangeran Pradipta bisa punya urusan besar macam apa lagi?"

Dika menjawab dengan sedikit ragu, "Dia ... seluruh dunia tahu Pangeran Pradipta hidup dalam kemerosotan moral. Dulu dia hanya mengajak beberapa selir atau selingkuhan untuk ikut berpesta pora. Tapi kali ini ... bahkan Putri pun ikut dia seret untuk ... bersenang-senang bersama orang lain."

Braak!

Cangkir di tangan Luis terguling di atas meja kecil, air tehnya tumpah membasahi papan catur. Dia menoleh ke arah Anggi hanya untuk melihat pipi gadis itu sudah merah padam.

Luis buru-buru berdeham, "Itu ... benar-benar nggak tahu malu."

Dika bergumam dalam hati, 'Bukankah tadi sudah kubilang jangan kedengaran sama Putri?'

"Ada lagi?" Luis menoleh dengan tatapan agak memaksa.

"Ng ... nggak ada lagi," jawab Dika gugup.

"Keluar."

"Baik."

Dika pun menutup pintu dengan hati-hati dan menghilang dari pandangan. Luis tampak sedikit canggung. "Itu ... Pangeran Pradipta benar-benar nggak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 143

    Andai saja dia tahu sejak awal.Andai saja dari dulu dia tahu bahwa Luis sebaik ini, maka di kehidupan sebelumnya, dia tidak akan pernah mencoba melarikan diri dari pernikahan itu. Dia pun tidak perlu menanggung rasa sakit luar biasa yang mencabik tubuhnya.Kini saat diingat kembali ....Di hari saat salju turun deras, dirinya terluntang-lantung dan terkapar berlumuran darah di depan gerbang Kediaman Jenderal Musafir sambil berulang kali meneriakkan, "Ayah ... Ibu ... Kakak ...."Namun, tak satu pun yang mendengar tangisannya. Seluruh penghuni kediaman sibuk bergembira karena pertunangan Wulan dan Satya.Hanya dia yang bahkan tak lebih berharga daripada seekor anjing. Rasa sakit, baik fisik maupun batin, membekas seperti luka bakar yang tak pernah sembuh. Bahkan setelah terlahir kembali, setiap kali dia mengingat masa-masa kelam itu, hatinya tetap terasa hancur.Tubuhnya mulai bergetar tak terkendali."Anggi, kamu nggak apa-apa?" Luis segera menyadari ada yang tidak beres.Dia langsung

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 144

    "Putri, Tuan Dimas masih menunggu di depan gerbang kediaman. Apakah Putri ingin menemuinya?" tanya penjaga gerbang dengan hati-hati.Bagaimanapun, pelayan kecil seperti mereka tentu saja tidak tahu-menahu soal hubungan rumit antara Anggi dan Keluarga Suharjo.Barulah Anggi kembali sadar dari lamunannya. Dia menatap surat di tangannya, lalu tersenyum pahit, "Nggak usah.""Baik," jawab penjaga. Baru saja dia hendak mundur beberapa langkah ...."Tunggu sebentar ....""Putri?" Penjaga itu segera berbalik dan menunggu perintah selanjutnya.Anggi berkata, "Sampaikan padanya, sudah lama aku sudah memberitahukannya bahwa ada yang tidak beres dengan Wulan. Tapi kenapa sampai sekarang dia masih saja membelanya?"Setelah menghela napas dalam-dalam, Anggi menoleh ke arah Mina, "Karena dia masih menunggu, kembalikan saja giok itu padanya.""Baik, Putri." Mina segera mengemasi giok itu ke dalam kotaknya dan menyerahkannya kembali kepada penjaga gerbang. Penjaga itu menunduk dan menerima kotak kayu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 145

    Belakangan ini, karena kehadiran Anggi, suasana di dalam kediaman perlahan-lahan berubah tanpa disadari. Bahkan ada yang mulai merasa bahwa sifat Luis semakin lembut dan baik hati.Namun saat ini, Torus langsung menyeret Naira keluar. Tangisan dan teriakannya makin lama makin keras, sampai membuat Luis mengernyit karena terganggu. Dia berkata dengan nada dingin,"Kalau kejadian seperti ini terulang lagi, kamu juga nggak perlu tetap di sisi Putri!"Ucapan itu ditujukan pada Mina.Suara Mina bergetar, "Hamba ... hamba mengerti."Dika mendorong kursi roda Luis melewati Mina. Dari kejauhan, mereka sudah bisa melihat Anggi berjalan ke arah mereka.Begitu melihat Dika mendorong Luis, Anggi melangkah cepat dan menyambut dengan senyum manis, "Pangeran sudah pulang?"Luis mengangguk. Saat melihat senyuman itu, semua kekesalan yang tadi memenuhi dadanya seketika lenyap."Tadi aku sepertinya mendengar suara Naira ...." Anggi menatap ke ujung lorong dengan sedikit kerutan di alis.Luis menjawab te

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 146

    Melihat Anggi terpaku, Luis mengangguk dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya. "Urusan dalam rumah memang seharusnya kamu yang atur.""Jadi, apakah saya boleh tetap membiarkannya berada di sini?" tanya Anggi dengan ragu.Luis tersenyum tipis. Dia bisa sekejam itu terhadap Keluarga Suharjo, tetapi begitu baik hati pada seorang pelayan.Untuk sesaat, Luis merasa bingung sendiri. Dia hanya mengangguk, tidak berkata apa-apa lagi.Mina masuk membawa air bersama para pelayan. Luis menuju kamar mandi dan mandi sebentar. Saat keluar, dia hanya mengenakan pakaian santai.Anggi melirik dan merasa hari ini ekspresi Luis tampak agak dingin, tetapi garis wajahnya justru terlihat lebih menarik dari biasanya."Gigi?" Luis duduk di kursi roda, menyentuh wajahnya sendiri dengan canggung. "Apa aku makin jelek?"Anggi tersadar dan segera menjawab, "Bagaimana bisa Pangeran berpikir seperti itu? Apakah Pangeran meragukan kemampuan pengobatan saya?"Sambil bicara, dia mengambil cermin perunggu dan berkat

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 147

    Ini benar-benar pencapaian besar!Pangeran selalu memakai topeng. Padahal, Dika sudah penasaran, apakah wajah Pangeran juga sudah menunjukkan hasil?"Wajah Pangeran .... "Luis hanya mengeluarkan gumaman dingin. Dika langsung tidak berani berbicara lagi, langsung memberi salam dengan patuh dan mundur keluar.Anggi berkata, "Dika sangat takut pada Pangeran."Luis menjawab, "Kalau dia sampai nggak takut padaku, bukankah dunia akan terbalik?""Oh ..." Suara gadis itu terdengar lirih. Luis menoleh, baru sadar Anggi sedang menunduk dan tampak sangat berhati-hati.Mungkin teringat sesuatu, Luis bertanya, "Gigi, kamu takut padaku?" Pertanyaan itu sebenarnya sudah lama ingin dia tanyakan.Anggi tidak menyangka Luis akan mengucapkannya secara langsung. Bagaimana bisa tidak takut?Luis adalah tokoh antagonis utama dalam cerita ini! Membunuh dengan brutal, wataknya kejam. Setelah wajahnya hancur dan menjadi cacat, dia bahkan menjadi orang yang sangat pendendam."Sa ... saya nggak takut." Anggi bu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 148

    Seluruh wajah Anggi memerah. Dia menunduk dalam-dalam, suaranya pelan dan penuh keraguan, "Saya ... saya ...."Sebenarnya dia tidak menolak, tetapi kondisi kaki Luis sedang dalam masa pemulihan. Rasanya tidak cocok untuk melakukan hal seperti itu sekarang.Lagi pula, Anggi sendiri belum begitu paham tentang hal semacam itu. Harus bagaimana kalau ingin memulai?Melihat wajahnya yang serbasalah, Luis tertawa pelan, "Sebelumnya suaramu itu sangat merdu kok."Begitu mendengar itu, Anggi langsung mengerti. Maksudnya adalah ingin dia berpura-pura?Meskipun hanya berpura-pura, tetap saja rasanya sangat malu. Anggi segera membereskan jarum perak dan menaruhnya kembali ke kotak di atas meja rias.Saat kembali ke tempat tidur, dia sekaligus mematikan lilin di kamar. Ketika sudah berbaring, Anggi masih berusaha mengumpulkan keberanian untuk bicara.Tiba-tiba, tangannya digenggam seseorang. Di tengah keterkejutannya, dia melihat pria itu perlahan mendekat padanya dan berucap, "Kalau kamu nggak mau

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 149

    Satu jam kemudian, Luis meminta air hangat. Torus membawa para pelayan menuju kamar mandi untuk menyiapkan air, sementara Mina bersama para pelayan mengganti seprai dan selimut.Wajah Anggi semerah apel, rasanya dia ingin menutupi seluruh wajahnya dengan selimut.Setelah para pelayan mundur, Luis berkata dengan lembut, "Tubuhmu penuh keringat, mandi dulu ya."Anggi hanya menjawab pelan, "Hm." Dengan wajah masih merah, dia menuju kamar mandi. Tiba-tiba, Luis menyusul masuk dengan kursi rodanya."Pangeran ...." Suaranya terdengar sedikit serak, mungkin karena terlalu banyak bersuara tadi."Aku bantu kamu.""Nggak, nggak usah ...."Sebelum dia selesai berbicara, pria itu sudah tiba di samping bak mandi. Dengan santai, Luis mengambil sabun, membasahkannya dengan air, lalu menggosokkannya ke kain mandi.Di bawah cahaya lilin yang berkedip, satu orang berada di dalam bak, satu lagi di luar bak. Pada saat yang sama, keduanya berpelukan dan berciuman.Suara air bergemericik, seolah-olah mengul

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 150

    Keesokan harinya.Sebelum berangkat ke istana untuk sidang pagi, Luis sempat berpesan kepada Mina agar tidak membangunkan Anggi. Namun, baru saja Luis pergi, Anggi sudah terbangun."Putri sudah bangun?" Mina buru-buru mengatur perlengkapan untuk Anggi mencuci muka dan bersiap.Anggi mengangguk pelan.Saat menyisir rambutnya, Mina beberapa kali melihat Anggi melamun. Dia tersenyum sambil berucap, "Selamat ya, Putri.""Hah?" Anggi baru sadar dan wajahnya langsung memerah.Semalam, dia benar-benar tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan menahan suara. Mina berjaga di luar pintu, mana mungkin tidak mendengarnya?Anggi masih ingat saat malam pertama dulu, Mina juga sempat mengucapkan selamat. Namun, waktu itu Mina sangat serius. Sekarang, dia malah menahan senyuman.Anggi tidak menyangkal, tetapi juga tidak menjelaskan. Bagaimanapun, semalam dirinya dan Luis memang sudah tidak bisa disebut "bersih" lagi. Mereka memang belum benar-benar melangkah ke tahap terakhir, tetapi apa bedanya?Bar

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 190

    "Meong ... meong ...." Pir di pelukan Satya mengeong pelan dua kali. Satya segera menyodorkan kue kering di atas meja, tetapi kucing itu hanya mencium aromanya dan tidak menunjukkan minat untuk makan.Satya berkata, "Pir, kamu harus terus berusaha. Anggi sangat menyayangimu. Selama dia belum memberi keturunan untuk laki-laki itu, dia masih bisa menjadi majikanmu."Sambil berbicara, pandangan Satya terus tertuju ke arah Balai Pengobatan Afiat.Saat dia sedang mengawasi, terdengar suara langkah kaki. Pandi mendorong pintu dan masuk. "Tuan."Satya mengernyit. "Kenapa kamu di sini? Bukankah aku menyuruhmu memanggil dia?"Pandi menjawab, "Jangan panik, Tuan. Hamba sudah menyuruh seorang pengemis menyampaikan pesan. Kalau hamba yang pergi, sekalipun Nona Anggi ingin datang, dia pasti nggak berani, 'kan?"Kalau dipikir-pikir, itu memang masuk akal."Tuan, lihat." Pandi menunjuk ke arah pintu Balai Pengobatan Afiat. Seorang pengemis kecil benar-benar melangkah masuk.Tak lama kemudian, pengemi

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 189

    "Kamu benar." Hal ini juga berlaku untuk wanita yang dia cintai. Tanpa kekuatan, bagaimana bisa dia melindungi wanita itu?Luis samar-samar merasa bahwa Anggi tidak merasa aman, jadi dia memeluk gadis itu lebih erat. "Kamu nggak perlu takut. Selama ada aku, aku nggak akan membiarkan apa pun terjadi padamu.""Ya."Melawan takdir! Jalan ini sejak awal bukan jalan yang biasa, jadi dia harus mengerahkan segala kemampuan untuk memperjuangkannya. Apa pun hasilnya nanti, setidaknya dia tidak hanya duduk menunggu kematian.Hanya dengan melihat Wulan dan Satya benar-benar tidak bisa bangkit kembali, Anggi baru bisa benar-benar merasa tenang.Dari ucapan Anggi, Luis bisa menangkap satu hal. Anggi masih sangat berwaspada terhadap Wulan dan Satya.Bukan hanya Anggi, bahkan Luis sendiri pun tidak bisa merasa tenang terhadap Keluarga Pangeran Aneksasi.Dia memeluk Anggi erat sepanjang malam, tanpa sepatah kata pun.Keesokan harinya, Anggi keluar dari kediaman. Dia tahu betul apa yang menjadi tujuan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 188

    Sudah sejauh itu ....Sudut bibir Luis melengkung sedikit. "Yang kamu katakan benar. Aku yang sudah membebanimu."Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya, tetapi dia benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya. Dia ingin menguasai Anggi sepenuhnya. Dia takut jika dirinya berkedip sedikit saja, gadis itu sudah menghilang dari pandangannya. Keinginan untuk memiliki itu bisa membuatnya gila kapan saja.Mungkin karena selama empat tahun terakhir ini, dia sudah terbiasa melihat tatapan orang-orang yang penuh kepentingan. Para gadis bangsawan yang dulu memujanya, semua menghindarinya setelah dia jatuh.Hanya Anggi yang berbeda. Saat menikah dengannya, memang Anggi tidak rela. Namun, setelah itu, meskipun hanya pura-pura, Anggi melakukannya dengan cara yang membuat Luis merasa nyaman.Empat tahun lalu, Anggi menyelamatkan nyawanya. Empat tahun kemudian, dia menyembuhkan cederanya, memulihkan kakinya, seakan-akan dia adalah dewi yang dikirim dari langit untuk menyelamatkannya.Malam itu, yang t

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 187

    Bahkan, Luis berkata, "Lihat saja, Satya itu pria berengsek yang gampang kasihan sama perempuan mana pun!""Beri tahu Pangeran, aku sudah tahu," kata Anggi sambil tersenyum pada Torus.Torus berdeham pelan, lalu membungkuk sopan, "Pangeran masih menitipkan satu kalimat lagi untuk disampaikan kepada Putri."Anggi menatap Torus, kira-kira pesan apa lagi?Torus tersenyum. "Pangeran bilang, Satya punya hati yang besar. Setiap gadis ingin dia lindungi. Tapi, Pangeran berbeda. Pangeran hanya peduli pada Putri seorang.""Ah ...." Bibir Anggi bergerak sedikit. Dia sungguh tak menyangka Luis bisa mengatakan hal semacam itu."Pangeran mengingatkan, dia berbeda dari Satya dan hanya peduli pada Putri seorang," ulang Torus, lalu pergi.Di samping, Mina menahan tawa sambil menutup mulutnya dengan tangan. Ketika Anggi menoleh, Mina pura-pura sibuk, mengambil kain dan mulai mengelap meja, sambil berkata, "Pangeran benar-benar baik pada Putri.""Memang baik, tapi sepertinya dia nggak terlalu percaya pa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 186

    "Kalau kamu nggak menemukan keluargamu, kamu mau tinggal di mana?""Hamba ... hamba ...." Wanita cantik itu menggigit bibirnya, terlihat seperti ingin berbicara tetapi ragu. Wajahnya tampak menyedihkan, matanya berkaca-kaca, tetapi dia enggan menjawab lebih lanjut.Satya melirik ke arah Pandi. Pandi langsung berdeham dan maju, lalu berkata, "Nona, orang yang berada di hadapanmu ini adalah Putra Bangsawan Aneksasi. Kalau kamu bersedia, boleh ikut ke kediaman kami dulu. Apa pun masalahmu, beliau pasti akan membantu."Wanita cantik itu langsung berlutut, merasa sangat bersyukur. Pandi buru-buru menghentikannya, "Sudah, sudah, naik ke kereta dulu."Orang-orang yang menonton mulai berbisik. Banyak yang berpikir Satya mungkin akan menerima selir baru.Wajar juga, Satya tidak muda lagi. Kalau bukan karena urusan pernikahan yang tertunda, sekarang seharusnya dia sudah menikah.Membantu seorang gadis malang yang tidak punya tempat tinggal itu bukan hal buruk. Gadis itu tampaknya benar-benar ber

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 185

    Luis tersenyum tanpa berkata apa-apa. Anggi memang sering memujinya seperti itu.Jika itu dulu, dia memang layak disebut sebagai putra mahkota yang baik untuk negara dan rakyat. Namun, setelah turun dari takhta, yang dilihatnya hanyalah orang-orang yang menginjaknya saat dia sudah jatuh!Sejak saat itu, siapa pun yang berani memusuhi Kediaman Pangeran Selatan, pasti akan dibunuh tanpa ampun!Baik itu Burhan ataupun Satya, mereka jelas tak bisa lepas dari keterlibatan dalam kejadian masa lalu!Selama bertahun-tahun ini, dia memang telah menjadi cacat. Bagi Keluarga Pangeran Aneksasi, dia hanyalah kucing penghalang jalan yang tidak menakutkan.Tidak peduli bagaimana dia memancing atau menantang, mereka tetap bisa menahan diri dengan sangat baik.Dengan perlindungan Kaisar, Keluarga Pangeran Aneksasi sangat berhati-hati sehingga tidak pernah melakukan kesalahan sedikit pun. Hal ini pun membuat Luis tidak bisa menyingkirkan mereka!Namun, sekarang wajahnya dan kakinya mulai pulih. Dia tida

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 184

    Anggi melihat wajah Luis yang masih tampak kebingungan. Dia kembali mendekat. Ciuman yang tadinya hanya singkat, perlahan semakin dalam. Dia memegang kepala pria itu, lalu berbisik lembut di telinganya."Pangeran, kamu harus percaya pada pesona dirimu sendiri. Aku nggak akan mengkhianatimu."Konon, surga kelembutan adalah makam bagi para pahlawan. Saat wanita yang dicintai merayunya seperti ini, tubuh Luis langsung bergetar, bahkan sampai kulit kepalanya terasa kebas.Melihat tatapan tulus dari Anggi, dia sudah tak ingin membedakan apakah ini nyata atau hanya pura-pura. Dalam kebingungan, Luis hanya bisa mengangguk pelan. "Aku percaya padamu, Gigi."Pipi Anggi memerah. "Pangeran memang baik."Luis terdiam. Tunggu dulu, barusan dia menyetujui apa? Hanya karena satu ciuman dari wanita ini, pikirannya langsung menjadi kacau. Dia menyetujui sesuatu yang begitu berisiko semudah itu."Gigi, aku ...." Luis ingin mengoreksi ucapannya. Namun, sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, gadis itu s

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 183

    "Saat itu aku hanya pura-pura setuju. Mohon Pangeran percaya, aku sama sekali nggak pernah berniat memutuskan garis keturunan Pangeran."Luis menatapnya. "Aku tahu." Dia memang tahu Satya bertemu Anggi pada malam tahun baru, tetapi soal obat pencegah kehamilan, dia belum mendengar apa pun.Anggi membuka mulut, ingin berbicara. Jika dipikir-pikir, orang-orang di sekitarnya semua adalah bawahan Luis. Ke mana pun dia pergi, siapa pun yang dia temui, mana mungkin tidak diketahui oleh Luis?"Gigi, kamu ingin mengambil kembali kucing tadi?" tanya Luis dengan nada datar.Anggi menjawab, "Nggak. Yang membuatku penasaran sekarang adalah bukankah dia mencintai Wulan? Wanita yang dicintainya telah menikah dengan pria lain, tapi dia nggak terlihat sedih sama sekali. Sebaliknya, dia merawat seekor kucing yang dulu sama sekali nggak dipedulikan. Kenapa begitu?""Karena kamu.""Karena aku?""Ya. Setiap kata yang dia ucapkan tadi, semuanya ditujukan kepadamu. Dia masih menunggumu, masih mencintaimu, d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 182

    Sejak kapan Satya menjadi begitu penyayang terhadap binatang? Selain itu, kalimat yang barusan dia ucapkan terdengar aneh. Apa seekor kucing bisa mengerti maksud ucapannya?Anggi menatap Satya yang sedang menggendong Pir. Dia ingat saat dia pertama kali menemukan kucing itu, kucing itu masih kecil.Satya bisa merawat kucing yang dia titipkan dengan begitu baik, hal ini benar-benar di luar dugaan Anggi."Tak disangka, ternyata kamu punya hati yang begitu lembut. Kamu begitu menyayangi hewan kecil," ujar Luis sambil tersenyum.Satya pun tersenyum, pandangannya sekilas menyapu Anggi sebelum kembali menatap Luis. "Sebenarnya dulu aku hampir melupakan betapa berharganya Pir. Untung saja aku akhirnya tersadar."Hah! Saat itu juga, Anggi sadar bahwa Satya memang memiliki maksud terselubung. Ternyata bukan hanya ilusinya.Namun, berapa persen dari kesadarannya itu yang benar-benar tulus? Pria ini egois dan haus akan kekuasaan, mana mungkin sungguh-sungguh peduli pada cinta atau kasih sayang? S

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status