Share

Bab 164

Author: Lilia
Sekujur Wulan bergetar ketakutan. Ketika melihat mata marah ayahnya, dia merasa seakan-akan langit telah runtuh. Namun, pada saat yang sama, batu yang menekan hatinya serasa telah mengendur. Wulan menjadi jauh lebih lega.

"Sudah ... sudah kuduga, kalian semua akan meninggalkanku ...," ucap Wulan sambil menangis.

Pratama mengangkat tangannya, tetapi pada akhirnya tidak menampar Wulan. Dia hanya berkata, "Apa kamu tahu seberapa besar kesalahanmu?"

Wulan memeluk ibunya erat-erat, sekujur tubuhnya serasa tak bertenaga. Ayunda membalas pelukannya. Hatinya juga kecewa dan frustrasi. Mengapa putrinya yang begitu brilian harus berakhir seperti ini?

Dimas berdeham, lalu berkata pada Pratama, "Masalah ini harus diceritakan pada Kak Yohan dan Bayu. Tapi, saat ini mereka sedang berperang sengit melawan para bandit. Sebaiknya kita simpan dulu masalah ini dari mereka. Setelah mereka menang dan pulang, baru kita beri tahu mereka."

Amarah menguasai Pratama, membuat dadanya serasa hendak meledak. Dia m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 165

    "Wulan, jaga bicaramu," tegur Ayunda sambil membekap mulut Wulan. "Dia adalah suamimu sekarang. Takdir kalian terikat erat, kamu akan makmur dan menderita bersamanya. Jadi, apa pun yang terjadi, kamu harus menghormatinya."Wulan mencibir, "Kalau makmur, makmur bersama. Kalau menderita, menderita bersama. Haha ...."Itulah yang dikatakan semua orang saat membujuk Anggi untuk menjadi pengantin pengganti bagi Pangeran Selatan. Namun, saat dia menjalani kehidupan yang lebih buruk daripada kematian di Kediaman Bangsawan Aneksasi, tidak ada seorang pun yang maju membantunya.Wulan bertanya-tanya apakah cinta dari keluarganya hanyalah cinta superfisial. Buktinya, dia dibuang seperti kain lap setelah kehilangan nilainya. Apa bedanya dia dan Anggi sekarang?"Wulan, bersabarlah. Setidaknya, kamu adalah istri Pangeran Pradipta. Jaga peranmu sebagai istri dan jalani hari-harimu dengan baik. Memang begitulah jalan hidup seorang wanita," pesan Ayunda sambil menyeka air matanya.Hati Ayunda terasa sa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 166

    Kata-kata Pratama membungkam Ayunda. Setelah beberapa saat, dia hanya bisa bergumam, "Awalnya pernikahan Wulan dan Putra Bangsawan Aneksasi sudah ditetapkan, tapi Anggi malah merusak semuanya ....""Merusak apa? Orang yang mengatur pernikahan Wulan adalah Permaisuri Dariani, apa hubungannya ini dengan Anggi?" sergah Pratama.Hal ini jelas adalah balas dendam Permaisuri Dariani pada mereka karena membiarkan Gigi menjadi pengantin pengganti. Hanya mengorbankan Wulan dan melepas Keluarga Suharjo sudah merupakan bentuk belas kasihan dari Permaisuri Dariani.Memikirkan hal-hal menyebalkan ini membuat Pratama sakit kepala. Setelah berpesan beberapa hal pada Ayunda, dia berbalik dan pergi.Hari ini, setelah Luis meninggalkan pengadilan, dia dan Anggi tinggal di kamar. Anggi mengoleskan obat dan menemaninya berlatih berjalan dengan kruk.Torus datang dan mengetuk pintu, lalu berkata bahwa Ayunda datang berkunjung.Luis menatap Anggi dan bertanya, "Mau menemuinya?""Nggak ada alasan untuk ketem

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 167

    "Katakan padanya, semua orang di kediaman sudah tahu dia menguasai keterampilan medis dan kalau dialah yang membuat obat-obatan itu. Kami sudah bersikap nggak adil padanya. Ayahnya secara pribadi menyuruh aku datang ke sini. Kalau dia masih memiliki rasa kekeluargaan, dia harus kembali ke Keluarga Suharjo," tambah Ayunda."Ini ...." Torus ragu-ragu."Hubungan keluarga nggak akan pernah putus karena darah lebih kental dari air. Sungguh suatu kesalahan bisa melahirkan anak nggak berperasaan sepertinya." Puas mengomel, Ayunda dan pelayan seniornya pun pergi.Torus mengawasi Ayunda naik ke kereta kuda yang membawanya pergi jauh. Kemudian, dia menatap kosong hadiah di tangannya. Sebelumnya, Keluarga Suharjo sudah kehilangan banyak uang, tapi mereka masih sanggup membeli hadiah?Torus kembali di paviliun utama, lalu menceritakan semua yang terjadi dan mempersembahkan kotak hadiah itu dengan sopan.Anggi berkata bahkan tanpa meliriknya, "Kasih sayang keluarga yang datang terlambat lebih renda

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 168

    "Pangeran ...," panggil Anggi.Anggi yang baru keluar dari kamar mandi melihat Luis sedang menatap kosong bukunya. Pikiran pria itu jelas tidak tertuju pada buku. Apa yang dilamunkannya siang-siang begini?Menyadari tatapan Luis padanya, Anggi berjalan mendekat dengan langkah anggun. Tangan mulusnya yang beraroma rempah mandi membalik buku di tangan sang suami."Pangeran sedang memikirkan apa?" tanya Anggi. Dia bahkan sampai memegang buku dengan terbalik.Luis sedikit malu. Sambil tersenyum getir, dia membalas, "Kamu sudah selesai mandi?"Anggi mengangguk dan berucap, "Aku minta Mina untuk ganti airnya dulu ....""Nanti saja," ujar Luis.Anggi bertanya dengan nada bingung, "Bukannya Pangeran barusan bilang ingin mandi?" Pria itu keringatan setelah dipijat, bahkan ingin mandi bersamanya, tetapi sekarang ...."Nggak perlu," sahut Luis. Dia mendorong mundur kursi roda dan mengambil kruknya.Melihat Luis berdiri, Anggi refleks bergerak ingin menopangnya. Namun, dia terlambat selangkah. Pri

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 169

    Orang yang dimaksudnya adalah Ayunda. Mungkin orang-orang di Keluarga Suharjo sudah tahu tentang semua hal tentang Wulan. Jadi, Dimas atau Pratama menyuruhnya datang untuk mengantar hadiah sebagai bentuk permintaan maaf.Memikirkan hal ini, hati Anggi kembali terasa sakit. Jelas-jelas mereka berdua adalah putri kandung Ayunda. Mengapa Wulan begitu dikasihi, sementara dirinya begitu dibenci?Tidak, orang-orang Keluarga Suharjo memang kejam, tetapi penulis buku ini juga tidak kalah keji. Apa maksudnya menciptakan protagonis seperti Wulan dan Satya?Meski Anggi hanyalah karakter tidak penting dalam buku, masa lalu berdarah dan sakit hati dari ketakadilan yang dialaminya di kehidupan ini nyata! Dia adalah karakter konyol dan tragis dalam buku."Haruskah kita membeli Fani ini?" tanya Dika.Luis menatap Anggi dan bertanya, "Kamu mau membelinya?""Apa gunanya membeli seorang bisu?" balas Anggi. Kalaupun Fani melakukan sesuatu di luar, paling-paling dia akan menyebarkan skandal Keluarga Suharj

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 170

    Fani terbelalak tidak percaya. Sejurus kemudian, dia menopang dirinya dan bersujud pada gadis di atas ranjang. Mulutnya mengeluarkan suara tidak jelas, bersumpah setia pada tuan barunya.Gadis itu tersenyum ramah dan berkata, "Jangan bicara lagi, aku nggak mengerti satu kata pun. Aku akan minta Riki membuatkanmu obat. Minumlah nanti, lalu oleskan ini di lidahmu."Si gadis memberikan sebotol obat pada Fani dan menambahkan, "Kamu harus sembuh."Fani bersujud lagi. Ya, dia harus sembuh! Dengan tuan sebaik ini, dia pasti segera sembuh dan melayaninya dengan baik.Saat botol obat itu sampai di tangannya, Fani mendapatinya sangat familier. Bukannya ini salep yang dijual di Balai Pengobatan Afiat?Tangan Fani yang memegang botol obat itu bergetar. Dia merasa sedih dan diperlakukan dengan tidak adil.Ketika mendengar perintah Pratama untuk memotong lidah Fani dan menjualnya, dia langsung pingsan, bahkan sebelum sempat memohon ampun. Dia terbangun di Balai Lelang, dengan rasa sakit yang menyiks

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 171

    "Baik. Biar aku antar, Pangeran," ujar Jelita sambil mengantar Parlin ke pintu.Jelita berdiri di dekat pagar. Setelah melihat Parlin sudah pergi jauh, dia baru menghela napas lega. Begitu berbalik, dia melihat Sunaryo berdiri di dalam kamar."Kapan Putra Bangsawan datang?" tanya Jelita sambil berjalan mendekat. Matanya bersinar lembut. Dia ingin menyerbu ke pelukan Sunaryo, tetapi akhirnya menahan diri.Sunaryo menarik Jelita ke dalam dekapannya dan berkata, "Waktu kamu mengantar dia dengan penuh cinta.""Siapa yang penuh cinta?" bantah Jelita."Aku sampai cemburu," ujar Sunaryo."Omong kosong, aku hanya berpura-pura," kata Jelita.Sunaryo bertanya sambil melingkarkan lengannya di pinggang gadis cantik itu, "Apa Jelita juga berpura-pura di depanku sekarang?" Air mata Jelita berjatuhan di pipinya saat dia menjawab, "Aku sudah berkorban banyak demi Putra Bangsawan, tetapi Putra Bangsawan masih nggak memercayaiku.""Aduh, jangan menangis, jangan menangis. Aku percaya padamu," bujuk Suna

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 172

    Anggi membuka mulutnya, tetapi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Setelah beberapa saat, dia berujar, "Aku mana berani mengontrol Pangeran?""Harus berani. Kalau nggak, hari-hari mendatang akan sangat membosankan," bujuk Luis.Anggi menatap pria itu. Apa dia serius? Bagaimana Luis bisa sebaik itu, begitu memanjakannya?Bak sedang sakit, jantung Anggi berdetak kencang. Begitu kencang hingga rasanya seperti hendak melompat keluar dari dadanya."Ya?" desak Luis.Anggi menjawab dengan wajah tersipu, "Aku hanya ingin melayani Pangeran dengan baik. Aku nggak berani melewati batas.""Baiklah, baiklah," kata Luis. Dia merasa mungkin sebaiknya dia tidak mendesak. Akan lebih baik jika Gigi melakukannya secara alami.Pada akhir bulan Maret, Luis pulang dari pengadilan dengan membawa hadiah.Melihat sekeranjang ceri merah yang tumbuh dua-tiga butir dalam satu tangkai, Anggi berucap kaget, "Nggak terasa, ceri-ceri ini sudah masak.""Ya, ceri merah ini segar, lembut, enak, dan manis. Kupikir

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 178

    "Benar, kali ini berbeda dari biasanya. Dia berpakaian mewah, membawa banyak pelayan dan penjaga. Jelas sekali, dia datang dengan persiapan," ujar Mina dengan tenang.Anggi mengernyit, lalu bangkit dengan anggun. "Aku penasaran, apa yang ingin dia lakukan hari ini."Begitu Anggi keluar, semua orang langsung menyambutnya dengan hangat, memanggilnya dengan hormat, "Salam sejahtera, Putri!"Sekilas, Anggi langsung melihat Wulan, yang saat itu menatapnya dengan tatapan cerah dan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Alis yang sedikit terangkat pun membuatnya terlihat angkuh.Anggi membisikkan beberapa instruksi kepada Mina, lalu kembali masuk ke ruangan.Mina merapikan ekspresinya, lalu berjalan ke depan Wulan. Dia membungkuk sedikit dan berkata, "Silakan masuk, Putri."Anggi secara langsung mengizinkan Wulan memotong antrean. Siapa yang berani protes? Namun, hari itu tanggal 7. Waktu pengobatan gratis sangat berharga dan antreannya sangat panjang.Dengan senyuman di wajah, Wulan memutar me

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 177

    "Tapi, Fani sekarang bahkan nggak bisa bicara lagi ....""Nggak apa-apa, yang penting dia masih hidup."Wulan pun berpura-pura menunjukkan empati yang dalam. "Benar, untung dia masih hidup."Sunaryo terdiam sejenak, lalu menatap Wulan dan bertanya dengan serius, "Kali ini setelah kamu berhasil lolos, sebenarnya kamu bisa saja pergi mencari Satya, 'kan?" Dia sedang menguji.Mendengar pertanyaan itu, hati Wulan tetap goyah. Namun, dia mengenal Satya dengan baik dan tahu Burhan pasti tidak akan mengizinkan Satya menikahi wanita yang sudah ternodai.Dia menggeleng pelan. "Nggak. Seumur hidupku ini, aku hanya akan ikut denganmu.""Aku?" Mata Sunaryo langsung berbinar. Takdir Wulan itu bisa membantunya mencapai semua ambisinya dengan cepat! Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya peluang datang juga!"Hanya kamu," jawab Wulan dengan mantap."Kamu tahu kenapa aku selalu menahan diri dan nggak berani melangkah lebih jauh, padahal aku begitu mencintaimu?""Aku ... nggak tahu.""Selain karena

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 176

    "Ada apa?" tanya Sunaryo.Wulan menggeleng. Di benaknya, perasaan terhadap Satya hampir tak tersisa sedikit pun. Dia masih mengingat jelas hari dia menikah dan masuk ke Kediaman Pangeran Pradipta.Anggi mengobrol dengan Parlin, menyiratkan bahwa dia dan Satya punya hubungan yang tak biasa. Tak lama setelah itu, Satya memberikan uang dalam jumlah besar kepada Parlin agar memperlakukannya dengan baik.Hah, memperlakukannya dengan baik? Tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tak pernah cukup untuk menghapus kecurigaan Parlin.Jadi, di hari kedua setelah pernikahan, dia dipaksa melayani Parlin dan dua tamunya. Kini jika diingat kembali, semuanya terasa menjijikkan.Untungnya, Parlin sekarat sekarang.Wulan memandang Sunaryo. "Apa kamu ... jijik padaku?"Sunaryo merapikan helaian rambut di dahinya. "Bagaimana mungkin?"Dengan berani, Wulan memeluk pinggang pria itu. "Benarkah?""Benar.""Kalau begitu, kita ....""Jangan terburu-buru, pria tua itu belum mati."Wulan terlihat agak kecewa. Pa

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 175

    Reputasi? Dengan pasangan selingkuh keji ini di Kediaman Pangeran, Parlin sudah tidak memiliki harga diri. Reputasi apa lagi yang tersisa?Meski begitu, Parlin masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Dia menatap Sunaryo dan bertanya, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Selama ini, Parlin tidak mengerti mengapa putra satu-satunya bertindak sekejam ini padanya.Sunaryo terdiam sejenak. Melihat ini, Wulan langsung waswas. Khawatir Sunaryo akan menyesal, dia segera berkata, "Jangan tanya lagi. Dia malu karena kamu begitu bermuka tembok.""Benarkah?" tanya Parlin lagi. Mungkin karena kondisinya terlalu lemah, dia tidak sanggup menopang dirinya terlalu lama dan kembali ambruk ke tempat tidur. "Benarkah begitu?"Kali ini, Sunaryo tidak hanya diam. Dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kenapa?" tanya Parlin."Karena kamu terlalu bejat, karena kamu membunuh ibundaku. Kalau bukan karena kamu, ibundaku nggak mungkin bunuh diri!" balas Sunaryo.Parlin berkata, "Dia bunuh diri ka

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 174

    Setelah melihat Luis mengangguk, Dika berkata pada Torus, "Kamu tahu kalau Putri juga merawat kaki Pangeran, 'kan?""Semua orang di Kediaman Pangeran juga tahu." Torus berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Semua orang di ibu kota tahu kalau Putri merawat kaki Pangeran, tapi orang-orang di Balai Pengobatan Kekaisaran saja nggak berdaya. Apa ... apa jangan-jangan Putri juga sudah membuat kemajuan dengan perawatan kaki Pangeran?""Akhirnya kamu mengerti," ucap Dika.Torus merasa dirinya dianaktirikan. Bagaimana dia bisa jadi orang terakhir yang mengetahui hal sebesar itu?Luis tiba-tiba berdiri. Sambil menumpukan kedua tangannya di meja, dia berkata pada kedua bawahannya, "Hari ini aku juga baru sadar bisa berjalan dua hingga tiga langkah tanpa kruk."Sambil bicara, Luis berjalan beberapa langkah mengitari meja.Dika dan Torus membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Selamat, Pangeran. Selamat, Pangeran!""Putri belum mengetahui hal ini, jadi tutup mulut kalian," pesan Luis."Siap, Pangeran

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 173

    "Aku hampir nggak bisa bernapas," ucap Anggi dengan lirih.Luis terkekeh-kekeh, lalu menempelkan dahinya ke dahi gadis itu. Sambil bertatapan, dia berkata, "Nggak akan, aku akan hati-hati supaya nggak membahayakan Gigi." Siapa yang akan mati hanya karena berciuman?"Aku sudah mencicipinya, rasanya manis, manis sekali. Suapi aku dengan cara seperti ini lagi, oke?" pinta Luis dengan penuh harap.Luis ingin perlahan-lahan menggantikan posisi Satya di hati Anggi. Mungkin obsesinya dalam hidup ini bukanlah tahta, tetapi cinta tulus dari gadis di depannya.Anggi tidak menjawab. Namun, ketika Luis membawakan ceri baru, gadis itu membuka mulutnya dan menatapnya dengan sorot menggoda, menunggu Luis mengambil buah itu lagi.Luis melepas topengnya sambil tersenyum. Masih ada beberapa bekas luka di wajah pria yang berada tepat di depan Anggi. Namun, mata, hidung mancung, dan kontur wajahnya sangat sempurna.Anggi tahu, wajah pria ini akhirnya akan pulih 80% hingga 90% dari keadaan semula.Wajah Lu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 172

    Anggi membuka mulutnya, tetapi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Setelah beberapa saat, dia berujar, "Aku mana berani mengontrol Pangeran?""Harus berani. Kalau nggak, hari-hari mendatang akan sangat membosankan," bujuk Luis.Anggi menatap pria itu. Apa dia serius? Bagaimana Luis bisa sebaik itu, begitu memanjakannya?Bak sedang sakit, jantung Anggi berdetak kencang. Begitu kencang hingga rasanya seperti hendak melompat keluar dari dadanya."Ya?" desak Luis.Anggi menjawab dengan wajah tersipu, "Aku hanya ingin melayani Pangeran dengan baik. Aku nggak berani melewati batas.""Baiklah, baiklah," kata Luis. Dia merasa mungkin sebaiknya dia tidak mendesak. Akan lebih baik jika Gigi melakukannya secara alami.Pada akhir bulan Maret, Luis pulang dari pengadilan dengan membawa hadiah.Melihat sekeranjang ceri merah yang tumbuh dua-tiga butir dalam satu tangkai, Anggi berucap kaget, "Nggak terasa, ceri-ceri ini sudah masak.""Ya, ceri merah ini segar, lembut, enak, dan manis. Kupikir

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 171

    "Baik. Biar aku antar, Pangeran," ujar Jelita sambil mengantar Parlin ke pintu.Jelita berdiri di dekat pagar. Setelah melihat Parlin sudah pergi jauh, dia baru menghela napas lega. Begitu berbalik, dia melihat Sunaryo berdiri di dalam kamar."Kapan Putra Bangsawan datang?" tanya Jelita sambil berjalan mendekat. Matanya bersinar lembut. Dia ingin menyerbu ke pelukan Sunaryo, tetapi akhirnya menahan diri.Sunaryo menarik Jelita ke dalam dekapannya dan berkata, "Waktu kamu mengantar dia dengan penuh cinta.""Siapa yang penuh cinta?" bantah Jelita."Aku sampai cemburu," ujar Sunaryo."Omong kosong, aku hanya berpura-pura," kata Jelita.Sunaryo bertanya sambil melingkarkan lengannya di pinggang gadis cantik itu, "Apa Jelita juga berpura-pura di depanku sekarang?" Air mata Jelita berjatuhan di pipinya saat dia menjawab, "Aku sudah berkorban banyak demi Putra Bangsawan, tetapi Putra Bangsawan masih nggak memercayaiku.""Aduh, jangan menangis, jangan menangis. Aku percaya padamu," bujuk Suna

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 170

    Fani terbelalak tidak percaya. Sejurus kemudian, dia menopang dirinya dan bersujud pada gadis di atas ranjang. Mulutnya mengeluarkan suara tidak jelas, bersumpah setia pada tuan barunya.Gadis itu tersenyum ramah dan berkata, "Jangan bicara lagi, aku nggak mengerti satu kata pun. Aku akan minta Riki membuatkanmu obat. Minumlah nanti, lalu oleskan ini di lidahmu."Si gadis memberikan sebotol obat pada Fani dan menambahkan, "Kamu harus sembuh."Fani bersujud lagi. Ya, dia harus sembuh! Dengan tuan sebaik ini, dia pasti segera sembuh dan melayaninya dengan baik.Saat botol obat itu sampai di tangannya, Fani mendapatinya sangat familier. Bukannya ini salep yang dijual di Balai Pengobatan Afiat?Tangan Fani yang memegang botol obat itu bergetar. Dia merasa sedih dan diperlakukan dengan tidak adil.Ketika mendengar perintah Pratama untuk memotong lidah Fani dan menjualnya, dia langsung pingsan, bahkan sebelum sempat memohon ampun. Dia terbangun di Balai Lelang, dengan rasa sakit yang menyiks

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status