"Apa seperti ini benaran baik?" tanya Anggi mengernyit."Apa yang nggak baik?" tanya Luis sedikit bingung."Bagaimanapun, Ajeng dan Gita itu pilihan Ayahanda untukmu. Kalau kita membuat keputusan sendiri dan kabar ini tersebar, Ayahanda pasti sangat marah."Melihat ketulusan di mata Anggi, Luis tersenyum sembari mengusap wajah mungil Anggi. Katanya, "Itu sebabnya, kita harus pilih orang kita sendiri untuk mereka."Anggi bertutur, "Aku juga mau bilang tentang ini. Orang-orang dari markas pengawal bayangan memiliki identitas yang sangat rahasia."Luis menenangkan, "Istriku, tenang saja. Orang-orang yang akan kamu jodohkan itu orang yang nama baiknya bersih." Dia menatap Anggi dengan penuh kasih sayang. Tatapan selembut itu sungguh memikat.Anggi mengangguk, lalu bertanya lagi, "Selain mereka, apa ada orang lain yang cocok?"Luis menggeleng dan menjawab, "Status mereka agak khusus. Pada dasarnya, mereka hanya pelayan istana." Setelah diam sejenak, dia melanjutkan, "Tapi, dengan statusmu,
Anggi tertawa terbahak-bahak sebelum berkata, "Siapa yang kamu suka saat ini? Aku akan bantu jadi mak comblang dan menikahkanmu dengan terhormat.""Aduh. Putri, hamba nggak mau menikah," tolak Mina."Benaran nggak mau?" tanya Anggi.Wajah Mina memerah. Dia sering melihat Anggi dan Luis begitu mesra. Mungkin karena sudah terlalu lama sendiri, dia tiba-tiba juga ingin memiliki seseorang yang peduli padanya. Sayangnya, tidak semua pria bisa seperti Luis yang begitu perhatian pada wanita.Memikirkan ini, Mina menggeleng sambil menjawab, "Hamba hanya akan menjadi pelayan Putri seumur hidup."Anggi menyanggah, "Nggak bisa begitu. Nanti kalau aku bertemu pria baik yang cocok, aku pasti akan menikahkanmu."Mina menggigit bibirnya, lalu menimpali, "Jangan bahas soal hamba dulu. Lebih baik Putri pikirkan mau cari pria seperti apa untuk Ajeng dan Gita saja.""Entah pria seperti apa yang mereka suka," gumam Anggi.Mina menyahut, "Selama Putri yang menjadi mak comblang, pria seperti apa pun pasti m
Tatapan Anggi menjadi dingin. Kelihatannya tidak mudah diajak bicara seperti saat itu. Katanya, "Ini adalah keputusan yang sudah aku bahas dengan Putra Mahkota. Intinya, Kediaman Putra Mahkota sudah nggak bisa menampung kalian berdua."Ajeng terduduk di atas tanah. Gita yang berada di sampingnya juga kehilangan arah.Anggi melanjutkan, "Selain itu, aku juga sudah membahasnya dengan Putra Mahkota. Kelak pernikahan kalian berdua nggak ada kaitannya dengan Kediaman Putra Mahkota. Kalian masih muda, masih punya banyak pilihan.""Pilihan? Kami berdua mana punya pilihan?" keluh Ajeng sambil menangis.Melihat raut wajah Anggi yang kurang baik, Gita buru-buru menjelaskan, "Mohon maaf, Putri Mahkota. Bukannya kami berdua nggak mau pergi. Tapi, kalau kami meninggalkan Kediaman Putra Mahkota dan pulang ke rumah, orang tua kami akan menjual kami lagi demi uang."Mina menyarankan, "Kalau begitu, kalian bisa pergi ke desa."Mata Gita berkaca-kaca. Dia menggigit bibir. Sepertinya hanya itu satu-satun
Mungkin awalnya Luis hanya memiliki sedikit ketertarikan dan rasa terima kasih kepada Anggi. Namun, seiring waktu melewati momen kebersamaan, Luis sudah lama jatuh hati pada Anggi. Di mata dan hatinya hanya ada Anggi seorang.Luis berpikir, selama memiliki kemampuan yang cukup, tujuan akhirnya adalah bisa melindungi wanita yang dia cintai."Suamiku, kalau suatu hari kamu mau seorang anak, aku bisa mengerti," ujar Anggi dengan suara tercekat. Dia menangis sambil mengutarakan perasaannya.Hati Luis sangat pedih saat melihat Anggi menangis seperti ini. Hanya mengetahui bahwa Anggi mencintainya, hal itu sudah membuat Luis merasa hidupnya tidak sia-sia."Jangan bicara sembarangan. Selamanya nggak akan ada hari itu," kata Luis sambil bangkit. Dia mencium Anggi hingga air matanya kering, lalu memerintahkan, "Besok, kirim dua orang itu ke desa."Anggi menimpali, "Lalu, Ayahanda ....""Saat ini, Ayahanda hanya memikirkan Selir Jelita. Nggak akan sempat peduli di mana keberadaan wanita yang pern
"Kepala Pelayan Torus nggak perlu panik. Aku nggak akan memberi tahu Putra Mahkota tentang hal ini," ucap Anggi.Torus menyeka keringatnya sebelum membalas, "Terima kasih, Putri Mahkota. Hamba hanya khawatir pada Putra Mahkota. Bagaimanapun, Kediaman Putra Mahkota yang seluas ini harus ada penerus."Bagaimana mungkin Anggi tidak paham soal ini? Namun, keegoisan mulai muncul di dalam dirinya. Luis yang tidak menginginkan wanita lain. Pria itu sendiri yang mengatakan hanya menginginkan Anggi. Hati Anggi terasa pedih.Ternyata mencintai seseorang membuat kita tidak rela berbagi dengan orang lain, apalagi menjauhkannya dari diri sendiri.Mengenai Satya, bisa-bisanya pria itu mengatakan dia mencintai Anggi. Namun, pria itu malah meminta Anggi untuk menjadi mata-mata di sisi Luis. Sungguh konyol.Pada malam hari, Luis dan Anggi naik ke ranjang. Ketika Luis melucuti pakaian Anggi dalam kegelapan, Anggi seketika bangkit. Dia langsung membalikkan badan dan duduk di atas tubuh Luis, lalu mencium
"Ya sudah. Kalau kamu nggak mau mengatakannya, lupakan saja," tutur Anggi dengan kecewa. Kemudian, dia berkata dengan penuh perasaan, "Aku hanya khawatir pada Putra Mahkota. Perannya sebagai penerus takhta nggak begitu mudah. Aku hanya ingin jalannya lebih lancar."Torus mengangguk sembari menimpali, "Putri begitu peduli pada Putra Mahkota. Itu sungguh keberuntungan bagi beliau."Keputusan Keluarga Suharjo membiarkan Anggi menggantikan Wulan menikah sudah sangat tepat. Anggi tidak hanya menyembuhkan Luis, tetapi juga memperlakukan Luis dengan sepenuh hati. Bagus sekali."Sayangnya, aku sama sekali nggak tahu apa tekanan Putra Mahkota, jadi aku nggak tahu gimana bisa membantunya," tambah Anggi sambil mengernyit. Dia terlihat sangat tidak berdaya.Torus membuka mulutnya seperti hendak mengatakan sesuatu. Pada akhirnya, dia berucap, "Putra Mahkota baik dalam segala hal. Hanya saja ....""Kepala Pelayan Torus nggak percaya padaku?" tanya Anggi."Bukan begitu," bantah Torus. Bagaimana mungk