"Dasar tua bangka!" pekik Jelita. Begitu Kaisar pergi, Jelita langsung membanting perlengkapan minum teh yang ada di atas meja. Fani terkejut. Majikannya makin disayang, tetapi temperamennya justru makin buruk.Bagaimanapun, itu tetap Kaisar! Bagaimana jika Kaisar mendengarnya?Fani memberikan isyarat agar Jelita tenang. Jelita mengernyit sambil mengibaskan tangannya dengan kesal, lalu berkata, "Kamu pergi dulu."Fani yang merasa sangat tertekan terpaksa pergi. Begitu keluar, dia melihat Yasa masuk. Akhir-akhir ini, Jelita makin memercayai Yasa. Fani selalu merasa Yasa adalah orang yang sangat licik, suka menjilat yang berkuasa dan menindas yang lemah.Jika Jelita sampai tertipu dan memercayai Yasa, tidak tahu apakah suatu hari nanti Jelita akan dikhianati. Fani lebih mengkhawatirkan Yasa akan menggantikan posisinya dan menjadi orang kepercayaan Jelita.Memikirkan ini, Fani tanpa sadar menempelkan telinganya di pintu. Dia mau menguping bagaimana rencana Yasa untuk menipu Jelita.Di dal
Luis mengangguk sembari menimpali, "Benar. Aku merasa ini nggak biasa."Anggi bertanya, "Apa dulu Ayahanda juga pernah memperlakukan pelayan di sekitarnya seperti ini? Itu Wawan, lho. Dia sudah bertahun-tahun melayani Ayahanda dan tangan kanan yang paling bisa diandalkan."Benar-benar sulit dipercaya."Suamiku, apa kamu sudah selidiki, sebenarnya apa keistimewaan sup kambing itu sampai Ayahanda begitu menginginkannya, bahkan marah kalau lambat sedikit saja?" tanya Anggi lagi."Aku sudah tanya pelayan istana. Sup kambing itu dimasak sendiri sama Selir Jelita. Ayahanda juga selalu diminta ke Istana Lotus untuk meminumnya. Jadi, orang lain bahkan Wawan pun nggak berkesempatan untuk menyentuhnya, apalagi mencicipi sebenarnya apa keistimewaan sup itu," jelas Luis."Sup kambing itu pasti nggak biasa," kata Anggi. Sebagai tabib yang lumayan berbakat, Anggi merasa pasti ada yang salah dengan sup kambing itu.Luis mengangguk sambil berujar, "Aku sudah tanya Wawan. Dia bilang hanya sup kambing b
Tak terasa, setengah bulan lebih telah berlalu.Setelah persidangan, Luis sudah terbiasa langsung pergi ke Paviliun Pir dan bekerja di sana untuk menemani Anggi. Kadang-kadang, dia juga beristirahat di rumah utama Paviliun Pir bersama Anggi.Pada malam hari, salju turun dengan lembut. Luis baru kembali dari istana. Sebelum masuk ke rumah, dia berteriak, "Gigi, turun salju." Dia tahu Anggi suka salju.Ketika pagi hari, Mina sudah mengatakan bahwa salju turun. Anggi juga sempat bermain salju sebentar bersama Mina seperti anak kecil.Begitu mendengar Luis pulang, Anggi segera bangkit. Luis masuk dengan tubuh penuh salju. Dia merentangkan kedua tangannya dan hendak memeluk Anggi. Namun, dia malah diam di tempat, berbalik untuk melepaskan mantelnya, lalu memberikannya kepada Mina.Luis mengingatkan, "Jangan mendekat. Awas kedinginan." Meskipun sangat ingin memeluk Anggi, dia juga takut salju di sekujur tubuhnya akan membuat Anggi flu.Anggi langsung menerjang ke pelukan Luis dengan cemberut
Begitu ucapan itu dilontarkan, suasana seketika menjadi hening.Luis melihat gadis yang ada di dalam pelukannya. Meskipun akhir-akhir ini Anggi sering mengobati Aska hingga hubungan mereka menjadi lebih akrab, Luis merasa terkejut saat mendengar Anggi berkata seperti itu.Rasanya seperti Anggi dan Aska yang ditakdirkan bersama, sedangkan Luis hanya pelengkap mereka."Suamiku ...," panggil Anggi menatap ekspresi terkejut Luis. Dia seketika menjadi tegang.Setelah cukup lama, Luis bertanya, "Apa maksudnya? Kamu mau meninggalkanku?"Anggi menimpali dengan bingung, "Ha? Mana mungkin? Aku hanya bilang sifat tubuh dan energi kami saling melengkapi ...."Luis menyela, "Gigi, kamu juga tahu yang paling kupedulikan itu hanya kamu. Hanya kamu seorang!" Dia memeluk Anggi dengan erat seakan-akan takut Anggi pergi meninggalkannya. Katanya, "Abaikan dia. Nggak boleh pedulikan dia lagi."Jika terus dipedulikan, takutnya Anggi malah akan direbut."Tapi, suamiku, apa kamu masih ingat waktu kita ke Kuil
"Aku dikhianati oleh Wakil Jenderal Latif pada tahun itu. Setelah lolos dari maut, aku menyelidiki dan akhirnya menemukan keterkaitannya dengan mantan gubernur Kota Ginta. Jadi, aku langsung memerintahkan penangkapan seluruh keluarganya.""Awalnya aku berniat memancingnya keluar dari persembunyian, tapi nggak kusangka ada yang memanfaatkan celah. Keluarga mantan gubernur Kota Ginta ada 18 orang dan semuanya telah dihabisi.""Apa ...?" Anggi benar-benar terkejut.Luis memejamkan mata sejenak untuk menenangkan diri. "Mantan gubernur Kota Ginta itu juga nggak bersih. Dia sepupu Wakil Jenderal Latif dan mereka berhubungan erat. Karena itu, aku nggak terus menyelidikinya.""Siapa sangka, dia selama ini bersembunyi dan kini tiba-tiba muncul untuk mengajukan laporan terhadapku.""Untung laporan ini sampai ke tanganmu ...."Luis tersenyum pahit. "Nggak, laporan ini diserahkan langsung oleh Pangeran Aneksasi kepada Ayahanda. Setelah membacanya, Ayahanda murka."Kini, dalam pikirannya masih terg
"Mungkin kamu benar. Ada hal-hal yang memang nggak bisa dipaksakan untuk bertahan." Aska tersenyum, lalu berbalik dan berjalan menuju arah kamar tamu.Pati semakin tak mengerti apa maksud dari semua yang dikatakan oleh tuannya.Keesokan harinya, Cahyo menerima kedatangan Luis dan Anggi."Penyakit Tuan Aska nggak bisa disembuhkan." Cahyo melirik sekilas ke arah Anggi. Teringat bahwa Aska tak ingin dirinya ikut campur, dia pun tak menjelaskan lebih lanjut."Benar-benar nggak ada cara?" tanya Luis dengan suara tegang.Cahyo hanya menatap Anggi, lalu mengulang kalimat yang hampir sama dengan yang dikatakannya kepada Aska semalam. "Biarkanlah segalanya mengalir sebagaimana mestinya."Luis merasa bingung. Sudah menempuh perjalanan jauh ke Kuil Awan, tetapi tidak membawa hasil apa pun. Apakah mereka harus kembali begitu saja?Anggi pun menyuruh Luis keluar lebih dulu. Dia ingin berbicara dengan Cahyo secara pribadi. Dia lalu berterus terang soal hubungan keseimbangan tubuh antara dirinya dan