Share

Bab 6

Penulis: Lilia
Setelah merapikan kotak yang dia bawa dari rumah, Anggi mengeluarkan sebuah buku medis.

Plak, plak ....

Jendela dalam ruangan bergetar karena ditiup angin dingin.

Anggi menggerak-gerakkan bahunya secara refleks dan berdiri untuk menutup jendela itu.

"Putri, apa yang terjadi?"

Seorang pelayan bertanya dari luar kamar.

"Bukan apa-apa," jawab Anggi. Saat meletakkan buku medisnya, dia baru menyadari bahwa hari sudah gelap.

Luis di mana? Kenapa belum pulang?

Anggi lalu berjalan ke luar kamar.

Pelayan yang menjaga di luar kamar lekas memberi hormat. "Putri." Pelayan itu berusia sekitar 15 atau 16 tahun. Rambutnya dikuncir dua dan dia mengenakan baju berwarna merah muda.

"Apa Pangeran ... keluar rumah?" Anggi terus menunggu kepulangannya.

Pelayan itu menjawab dengan sopan, "Izin menjawab, Putri. Pangeran seharusnya berada di ruang baca."

Artinya, Luis tidak keluar.

Benar juga. Kakinya tidak terlalu lincah. Kalau tidak terpaksa, seharusnya Luis tidak akan keluar rumah.

Setelah menguap, Anggi mengambil mantel hitam yang tergantung di tiang.

"Namamu siapa?" tanya Anggi.

"Hamba bernama Naira."

"Tolong pandu jalannya. Aku mau mengantarkan mantel ini untuk Pangeran." Ini sudah terlalu malam, tapi Luis tidak menitipkan pesan untuk Anggi. Oleh karena itu, Anggi tidak tahu harus menunggunya atau tidak.

Naira tertegun sejenak. "Putri, perlukah hamba meminta izin sebentar?"

"Meminta izin? Izin dari siapa?" Apa Anggi cuma dianggap sebagai pajangan di kediaman sebesar ini? Kenapa keluar saja harus meminta izin?

Anggi menghela napas, lalu mengangguk. "Pergilah."

"Baik." Naira membungkuk, lalu berjalan menuju ruang samping.

Tepat pada saat itu, pintu ruangan tersebut terbuka. Seorang wanita dengan pakaian berwarna hijau keluar.

Naira pun melapor dengan suara pelan, "Kak Mina, Putri bilang ingin mengantarkan mantel untuk Pangeran."

Mina mendengar sambil melirik ke depan pintu ruang utama. Kemudian, dia mendekati Anggi, lalu membungkuk. "Hamba bernama Mina, salam untuk Putri."

Anggi bertanya, "Cuacanya sangat dingin, apa aku boleh mengantarkan mantel ini untuk Pangeran?"

Mina tampak canggung.

Selama ini, wanita yang menikah dengan Pangeran selalu memiliki niat terselubung. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dibiarkan hidup sampai hari kedua.

Sementara itu, Anggi ... sepertinya berbeda dengan mereka semua.

Anggi melewati malam pertama, meninggalkan noda darah, bahkan bisa kembali ke rumah orang tua sendiri.

Saat Mina terbenam dalam pikiran sendiri, terdengar suara derit kursi roda.

Semuanya lantas menoleh ke sumber suara dan mendapati Dika sedang mendorong kursi roda kemari.

"Hormat pada Pangeran." Semuanya segera memberi hormat.

Luis tidak menghiraukan mereka. Hingga Dika mendorongnya ke ruang utama, dia baru berkata pelan, "Masuk."

"Baik." Anggi menyahut dan masuk. Pada saat bersamaan, dia mendengar Mina sedang memerintahkan bawahannya untuk mengambil air cuci muka untuk Luis.

Setelah masuk, Anggi dan Luis tidak berbicara. Entah cuma perasaannya atau bukan, Anggi merasa dirinya mencium aroma yang tidak asing saat Luis tiba.

Dia berpikir keras, lalu menyadari bahwa obat-obatan itu baru dibawa pulang hari ini. Sedikit atau banyak, aroma dupa penenang mungkin akan menyebar keluar.

Anggi merasa dirinya jadi terlalu banyak curiga sejak pernah mati sekali.

Tidak lama kemudian, Mina memandu orang-orang yang membawakan air cuci muka dan baju ganti masuk.

"Pangeran, biarkan saya yang melayani Anda berbenah." Anggi berkata lembut kepada teman antagonis malang yang senasib dengannya.

Anggi sudah memutuskan, di kehidupan yang baru ini, dia mau mendampingi Luis. Siapa tahu kalau mereka menjalani hidup dengan baik, nasib mereka akan sedikit berubah.

Luis mendaratkan tatapan tajam pada Anggi. Tidak ada yang bisa menebak isi pikirannya.

Setelah sekian lama, dia baru menjawab, "Boleh." Kemudian, Luis melambaikan tangan.

Meski terkejut, Mina memberi hormat dan keluar dengan pelayan lainnya sembari menutup pintu kamar.

Deg, deg, deg ....

Jantung Anggi berdegup kencang.

Dia teringat dengan pakaiannya yang ditanggalkan Luis hingga tersisa sehelai baju dalam saat malam pertama mereka. Setelah itu, bahkan baju dalamnya terlepas di pagi hari berikutnya.

Sementara kali ini, dirinya yang harus menanggalkan pakaian Luis. Tangannya sontak menjadi kaku.

Saat ini, Anggi hanya bisa berdiri di tempat sambil mengepalkan tangan. Dia benar-benar gugup!

"Hm?" Luis bersuara karena Anggi belum juga mulai membantunya berbenah. "Kalau nggak mau, kenapa menawarkan diri?"

Seketika, wajah indah Anggi memerah. Apakah malu? Atau marah?

"Bu ... bukan." Wajahnya semakin memerah. "Maafkan saya, Pangeran. Saya terlalu malu."

Setelah hidup selama dua kehidupan, ini pertama kalinya Anggi akan melihat pria yang telanjang.

Luis tidak menjawab, melainkan langsung menggerakkan kursi rodanya ke kamar mandi. Para pelayan tadi telah menyiapkan air untuk mandi di sini.

Di balik penyekat ruang, samar-samar terlihat bayangan pria yang sedang melepaskan pakaiannya sendiri. Tidak lama kemudian, pria itu sudah masuk ke dalam tong mandi. Air di dalam bak sudah memercik keluar sebelum Anggi bisa melihatnya dengan jelas.

Anggi merasa, dia tidak boleh menjilat ludah sendiri.

Kalau dirinya mau hidup dengan nyaman, dia harus merawat suaminya dengan penuh hormat.

Kalau sampai Dariani tahu putranya tidak dijaga dengan sepenuh hati, Anggi pasti akan celaka lagi.

Anggi meneguhkan hati, lalu berkata, "Pangeran, saya bantu." Sambil berucap, Anggi sudah berjalan ke balik sekat.

Melihat lengan kuat yang tidak berbalut kain itu, Anggi bahkan tidak berani menggerakkan matanya. Dia buru-buru mengambil sabun dan kain untuk membasuh tubuh Luis.

Byur, byur ....

Dengan tangannya yang lembut, Anggi menyendok air dan menyirami lengan, bahu, dan tubuh pria itu.

Seiring Anggi membantu Luis mandi, napas Luis menjadi semakin tidak beraturan.

Setelah sekitar 15 menit kemudian, Luis akhirnya bertanya dengan suara serak, "Kenapa? Apa tubuh bagian atasku begitu kotor, jadi Putri terus mencucinya? Memangnya bagian bawahnya nggak perlu dicuci?"

Anggi tidak sanggup menjawab.

Sudahlah, sudahlah. Bagaimanapun, mereka memang suami istri. Memangnya dirinya bakal mati karena malu kalau membantunya mandi?

Sambil berkata, Anggi pun mengarahkan kain basuh ke dalam air.

Plak ....

Pria itu langsung menggenggam lengan lembut Anggi dan berkata dengan suara rendah, "Kalau nggak bisa, pergi saja!"

"Pangeran salah paham, saya nggak bermaksud ...."

"Nggak bermaksud?" Pria itu bertanya dengan sedikit merayu, lalu langsung menjatuhkan Anggi ke dalam tong mandi.

Gerakan yang tiba-tiba membuat Anggi terhuyung dan jatuh ke dalam tong mandi. Tanpa dia sadari, dirinya sudah duduk di sesuatu yang keras. Saat mengulurkan tangan untuk memegangnya ....

Ternyata itu adalah suatu batang yang keras!

Terbuat dari daging!

"Kurang ajar!" Sepertinya Luis juga tidak menyangka ini akan terjadi. Dia pun berseru marah.

Pria yang menjadi sandaran Anggi telah keluar. Tubuh Anggi yang kehilangan keseimbangan jadi terjatuh dan kepalanya tenggelam di dalam tong.

"Uhuk, uhuk, uhuk ...."

Anggi tersedak air sehingga terbatuk hingga wajahnya memerah.

Setelah Anggi membersihkan air dari mata dan wajahnya, Luis telah selesai memakai jubah mandi dan duduk di kursi roda. Kemudian, dia sudah keluar dari balik sekat.

Saat ini, Anggi berteriak dalam hati.

Kenapa dirinya mau menyentuh batang keras tadi!

Luis pasti mengira dia sengaja, makanya jadi marah!

Hidup ini memang banyak cobaan!

Walaupun Luis tidak sekejam yang dirumorkan, hidup berdampingan dengannya juga tidak mudah!

Anggi yang sudah jatuh ke dalam tong mandi memutuskan untuk mandi. Untung saja, Mina juga menyiapkan baju ganti untuknya. Kalau tidak, dia harus berjalan ke lemari dengan keadaan basah kuyup, atau telanjang.

Setelah Anggi memakai baju lengkap, Luis bersandar di tepi ranjang dan bertanya dengan ekspresi datar, "Putri paham selanjutnya harus melakukan apa, 'kan?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (19)
goodnovel comment avatar
Chrestiana Dewi
gimana sih good novel saldo udah diambil dr gopay tapi koin ga masuk
goodnovel comment avatar
Nur
Okay lah bagus
goodnovel comment avatar
Zahara Piliang
saya sudah baca sampe episode 700 lebih kok ulang dari episode pertama lagi dan ngk bisa dibuka pakai iklan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1005

    "Aku tahu segalanya. Iblis keji itu membuat sarang di bawah tanah, menyekap gadis-gadis perawan dan pemuda kuat, tangisan anak-anak itu ...." Air mata gadis itu mulai mengalir. Sambil memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, dia berlutut dan memohon, "Tuan, kumohon selamatkan aku, selamatkan kami ....""Di bawah tanah mana?" tanya Arkan."Tepat di bawah sini," sahut gadis itu.Tenaga Rizal sepenuhnya terkuras. Tubuhnya ambruk lemas ke lantai. Tamatlah sudah riwayatnya.Reza menyeret Rizal ke samping gadis itu, memelototinya dengan tajam sembari mengancam, "Kalian berdua akan bicara bersama. Kalau kamu mencoba mengelabuiku, aku akan langsung melumpuhkanmu.""Aku nggak berani. Aku nggak akan menyembunyikan apa pun," kata Rizal dengan nada memelas. Dia pun membeberkan segala yang diketahuinya dengan detail.Setelah mendengar penuturannya, semua yang berada di sana bergidik ngeri."Selain pasukan mayat parasit di bawah tanah, apa Darias punya rahasia lain?" tanya Arkan.Rizal menggeleng d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1004

    "Guru, Perdana Menteri Arkan," sapa Rizal, sedikit terkejut. Mengapa Arkan datang ke sini?Arkan melirik Reza yang berdiri di sampingnya.Reza mengangguk. Rafi pun segera maju dan menyergap Rizal, lalu menyumpal mulutnya dengan kain."Uhmm ...." Rizal terbelalak linglung, tidak mengerti mengapa dia diperlakukan seperti ini. Tatapannya tertuju pada Wawan.Wawan berkata dengan alis berkerut, "Bajingan kecil, sebaiknya kamu mengaku dengan jujur sebelum disiksa."Reza beringsut ke sisi tempat tidur dan menyibak tirai. Di balik selimut, seorang gadis berbaring dengan tubuh berbasuh keringat dan wajah merah. Terlihat jelas bahwa dia telah dibius."Kenakan pakaianmu dan keluar!" perintah Reza sebelum berjalan keluar."Gadis itu dibius," kata Reza pada yang lain.Raut muram menggantung di wajah Wawan. Dia bisa menebak siapa gadis itu.Gadis itu gemetar ketakutan, tetapi tetap menuruti perintah untuk berpakaian dan keluar. Tubuhnya lemas tidak bertenaga dan langkah kakinya terhuyung-huyung.Waw

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1003

    "Kaisar, selain membantu Kasim Wawan dalam masalah itu, Perdana Menteri Arkan nggak membuat pelanggaran lain," lapor salah seorang pejabat.Luis menghela napas lega dan berucap, "Baiklah, setelah situasi ini teratasi, kirim dia ke Jimbara untuk pelatihan.""Kaisar sangat bijaksana." Para pejabat serentak berlutut.Luis berkata pada Torus, "Bawa Wawan dan Arkan ke sini."Torus pergi sesudah menerima perintah.Tak lama kemudian, Wawan yang tertatih-tatih dan Arkan yang perlu ditopang berjalan masuk. Lutut mereka pegal hingga mati rasa setelah berlutut seharian.Luis mengarahkan tatapan pada Reza dan Rafi, berkata pada mereka, "Kalian berdua akan menyamar menjadi pengawal Arkan. Kawal mereka keluar dari istana menuju kediaman Wawan. Tundukkan Rizal, siksa dia untuk mendapatkan pengakuan. Segera lapor kembali begitu informasi dikonfirmasi.""Baik, Kaisar," sahut keduanya.Luis berdiri, memandang Wawan dan Arkan dengan dingin sambil berkata, "Kalau kalian bisa berguna kali ini, aku akan men

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1002

    Anggi yang marah lantas berdiri, merapat ke arah Luis dan berkata, "Sayang, buat dia kalah telak, jangan beri ampun. Aku mau tahu alasan apa lagi yang akan dikatakannya.""Baik, aku ikuti mau Gigi," sahut Luis setelah terdiam sejenak. Sesudah berkata demikian, fokusnya sepenuhnya terpusat pada papan catur.Di sisi lain, Anggi berjalan menghampiri Aska, bertanya ini dan itu padanya. Dia bertanya apa pria itu sudah makan siang, lalu menawarinya teh dan kudapan."Kak Aska, apa kamu masih ingat bagaimana kita pertama bertemu dulu?" tanya Anggi."Tentu saja," jawab Aska."Kak Aska, coba ceritakan dengan detail penampilanku saat itu. Siapa pelayan yang bersamaku? Apa saat itu aku juga terlihat menyedihkan?" tanya Anggi lagi.Aska menyahut, "Kala itu Permaisuri baru berusia sekitar sembilan tahun, tentu saja Permaisuri nggak terlihat menyedihkan.""Kalau begitu, katakan padaku, apa aku jauh lebih jelek dibandingkan dulu? Kak Aska, coba lihat baik-baik. Aku yang dulu atau yang sudah dewasa yan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1001

    "Bagaimana orang Negeri Cakrabirawa bisa mengenal dukun Negeri Riskan? Waktu aku mengutus Gilang mencari orang pintar, dia saja butuh waktu lama sebelum akhirnya menemukan seseorang di Negeri Riskan," ucap Luis.Aska bertanya, "Apa mungkin orang ini memendam dendam pada Kaisar?""Itulah yang menjadi kecurigaanku. Kalau bukan begitu, buat apa dia repot-repot mendekati Miftah dan menjadi bawahannya hanya untuk membawa bencana ke ibu kota?" Luis menimbang sejenak, lalu melanjutkan, "Apa mungkin ... mereka ingin membuat lebih banyak mayat parasit untuk menggulingkanku?""Kekhawatiran Kaisar cukup masuk akal," sahut Aska dengan tenang. Dia lalu mengeluarkan beberapa jimat yang digambarnya dengan penuh jerih payah selama beberapa hari ini. "Ini mungkin akan berguna untuk pasukan."Luis menyuruh seseorang untuk memanggil Rafi dan berkata, "Bawa jimat-jimat ini, berikan pada Daud, Sura, Dika, dan yang lainnya ...."Rafi menerimanya sambil berucap, "Baik, Kaisar."Selepas Rafi pergi, Anggi meng

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1000

    Bahkan Wawan yang masih bisa memohon ampun karena pernah berjasa pada mendiang Kaisar, kini pun tidak punya banyak alasan lagi. Sementara itu, Arkan yang benar-benar sudah tidak punya jalan keluar hanya bisa berlutut dan bersujud di sebelahnya.Anggi berkata pelan, "Menurutku, sebaiknya biarkan mereka berdua menebus kesalahan dengan jasa."Mendengar itu, Wawan dan Arkan langsung bersujud kepada Anggi.Luis menatap dua orang yang berlutut di hadapannya. "Apa masih ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku?""Nggak, hamba nggak berani.""Saya juga nggak berani menyembunyikan apa pun."Luis mendengus dingin. Anggi menyodorkan secangkir teh. "Minumlah sedikit untuk menenangkan diri."Anggi merasa, sudah lama sekali dia tidak melihat Luis semarah ini.Luis menerima teh itu, menyesap seteguk, lalu memerintahkan agar Wawan dan Arkan dibawa keluar dari Istana Abadi. Mereka pun diperintahkan berlutut menunggu di depan istana."Daud." Luis menoleh ke arah Daud, alisnya berkerut dalam. "Kamu seg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status