Semua mahasiswa dan mahasiswi saling berbisik tentang perlakuan Joey yang langka, sungguh tak bisa dipercaya. Angelica yang dari tadi memperhatikan sikap Joey yang sangat berani, tidak seperti biasanya. Setahunya, meskipun culun, Joey selalu baik kepada siapa pun.
Inilah yang Angelica suka. Tapi sekarang, sosok Joey yang sangat berbeda. Di mana Joey yang ia kenal sebagai laki-laki culun itu.
"Semuanya harap diam!"
suara lantang dari bapak dosen, semua mahasiswa dan mahasiswi di ruangan kembali diam. Setelah semuanya diam, bapak dosen kembali melalukan aktivitas mengajar.
---
Malam Harinya.
Terlihat seorang laki-laki tengah duduk sendirian di ruang tengah sambil menonton TV, ia tinggal sendiri di kontrakannya. Saat fokus menonton TV, tiba-tiba mulutnya dibekap sebuah kain. Tentu saja laki-laki itu panik, beberapa saat kemudian, kesadarannya memudar dan akhirnya pingsan.
“SYUR!” Siraman air mengguyur dirinya.
Tentu saja laki-laki berumur 27 tahun itu terbangun dari pingsannya. Beberapa saat kemudian ia tersadar kalau kedua tangan dan kakinya terikat, dan mulutnya di lakban. Ia melihat-lihat sekelilingnya, dan ia masih berada di dalam rumahnya. Seketika ia terbelalak melihat sosok yang ia sangat kenalinya.
"Surprise, dosen bajingan!" sosok Joey yang berdiri dengan senyuman polosnya di hadapan sang bapak dosennya.
Laki-laki yang diikat itu adalah bapak dosen yang menyuruh Joey keluar dari kelasnya. Sosok Joey yang berdiri dengan senyumannya sambil menatap keadaan bapak dosennya yang terikat.
"Bapak dosen panik? Jelas panik, kan?”
Bapak dosen ingin sekali berbicara kasar kepada Joey. Tapi apa daya, mulutnya ditutup rapat dengan lakban. Kedua tangan dan kedua kakinya terikat.
Ia terduduk di sofanya. Bagaimana cara Joey bisa masuk ke dalam rumahnya bapak dosennya? Jawabannya lewat pintu depan.
Kok bisa? Karena bapak dosen lupa mengunci pintu. Apakah itu keberuntungan Joey sehingga bisa masuk? Jawabannya, karena sesuai ingatan pemilik tubuhnya, bapak dosennya memiliki kebiasaan mengunci pintu setelah jam 9 malam.
Karena saat ini masih jam 8 malam, Joey sudah tahu itu. Karena dulu Joey adalah salah satu mahasiswa yang sering disuruh-suruh oleh bapak dosennya. Bahkan dulu Joey sering ditelepon mendadak, untuk mengambil barang-barang bapak dosen yang ketinggalan di kampus.
Jika Joey menolak, bapak dosen mengancam akan menganggap Joey tidak hadir di kelasnya. Berhubung Joey culun dan polos, jelas saat itu ia takut, dan mematuhi perintah sang bapak dosennya. Joey yang sekarang yang melihat ingatan pemilik tubuhnya, tentu saja tidak terima.
Sudah sering di bully, dan sering disuruh-suruh oleh bapak dosennya. Kalau punya kaki dan tangan lengkap, digunakan. Punya mulut di gunakan bukan cuma untuk memberi perintah. Kecuali cacat, baru dibantu. Itulah yang membuat Joey tak terima saat melihat ingatan pemilik tubuhnya.
"Selamat malam pak, waktunya kita memulai pelajarannya," ucap Joey yang berdiri di hadapan bapak dosennya.
Bapak dosen yang keadaannya jelas-jelas tak bisa bergerak dan berbicara, hanya melotot ke arah Joey.
Joey terkekeh, "Pak, saya memberi salam loh, kok bapak tidak menjawab."
Mau jawab gimana, mulutnya bapak dosen dilakban. Joey menarik rambut bapak dosennya dengan kuat-kuat.
“PLAK!” sebuah tamparan yang keras mendarat di pipi sang dosen.
"Jawab!" bentak Joey setelah menampar pipi bapak dosen.
“PLAK!”
"Jawab bajingan!"
Joey menampar dan membentak bapak dosennya lagi. Dan jambakannya semakin keras saat ia menariknya. Jelas bapak dosennya kesakitan di kepalanya karena rambutnya ditarik-tarik, ditambah kedua pipinya ditampar.
“PLAK! PLAK! PLAK!”
"Apa kamu tuli? Aku bilang jawab salamku!" Joey sambil membentak tepat di depan wajah bapak dosennya.
Joey melepas rambut bapak dosen, terlihat jelas pipi bapak dosennya sedikit bengkak, bibirnya mengeluarkan darah segar dan rambutnya acak-acakan.
"Astaga, mulut bapak 'kan dilakban ya, bodohnya aku..." kata Joey merasa bersalah sambil menepuk jidatnya.
Lalu mata Joey menatap ruangan dapur, ia berjalan meninggalkan bapak dosennya. Beberapa detik kemudian, Joey kembali. Mata bapak dosennya terbelalak melihat tangan Joey sudah menggenggam pisau dapurnya.
Joey mendekat, lalu duduk di sebelah bapak dosen, "Pak saya mau tanya, bagaimana cara ekstrem untuk membuka mulut bapak saat ditutupi lakban?" tanya Joey dengan wajah polosnya, bagaikan anak SD bertanya kepada Gurunya.
Tak ada jawaban. Jelas tak ada jawaban mulutnya ditutupi lakban, "Ahh..., aku tahu caranya pak," jawab Joey.
Kemudian ia mendekatkan pisaunya ke arah wajahnya bapak dosen. Joey terkekeh geli melihat bapak dosennya gemetaran ketakutan.
---
Di Lain tempat.
Di rumah, dalam kamar.
Angelica yang sedang tiduran di kasurnya, pikirannya tertuju kejadian tadi siang. Ia teringat sosok Joey yang sangat berbeda, yang ia kenal adalah Joey culun dan lucu.
Melihat wajah Joey, ia jadi teringat seseorang di masa lalu. Sebenarnya Angelica tidak pernah berpandang jelek tentang Joey. Melainkan ia ingin menjadi sahabat Joey, karena memang yang selalu sendiri.
Tapi, demi imagenya, ia menahan itu, ia tak mau jadi bahan omongan yang tidak-tidak oleh teman-teman kampusnya.
"Kenapa dia berubah? Apa yang telah terjadi, dan membuatnya berubah? Kenapa aku khawatir dengan perubahannya?"
Itulah isi pikirannya, Angelica masih bingung untuk menyimpulkan tentang apa yang ia rasakan. Sejak pertama kalinya bertemu dengan Joey di kampusnya.
---
Kembali ke sisi Joey.
Saat ini Joey sedang tertawa bahagia, karena salah satu manusia yang selalu membuat pemilik tubuhnya kerepotan.
"Pak, saya sudah membuat bapak selalu tersenyum," ucap Joey sambil berjongkok di hadapan bapak dosennya.
Bapak dosennya tak menjawab. Sedikit gerak di wajahnya, ia akan merasakan sakit yang amat luar biasa. Mulut bapak dosen sekarang sudah terlepas dari lakban. Tapi, mulutnya menjadi melebar seperti senyuman, jelas ulah Joey. "Hahaha... mulut bapak mirip sekali dengan Joker, musuhnya batman. Dalam bahagia atau sedih, bapak akan selalu tersenyum," kata Joey. Bisa bayangkan sendiri, pipi kanan kirinya bapak dosen disayat. Seperti kata Joey barusan, seperti Joker. Darah segar tak berhenti mengalir dari luka bekas sayatan di pipi sang dosen. Bahkan setiap tetes anyir itu berceceran di lantai, dan berakhir membuat pakaian sang dosen bersimbah darah. Bapak dosennya hanya diam, dalam pikiran ingin sekali membalas perbuatan Joey. Joey yang melihat tatapan benci dari bapak dosennya, ia tertawa, "Hahaha... marah ya, wajah tampanmu jadi lebih jelek dari joker." Joey berhenti tertawa, ia menghela nafasnya. Lalu ia berdiri dari jongkoknya, "Aku jadi bosan. Apa kuakhiri sa
Terlihat Rangga terbangun, dan berusaha untuk duduk. Joey mengambil pulennya dari saku kemejanya. Rangga terkejut melihat Hendrik sudah tak sadarkan diri dan jidatnya terluka mengeluarkan darah. Dalam masih posisi duduknya, Rangga menoleh. Baru saja menoleh, ujung pulpen sudah ada tepat di depan matanya. Ternyata Joey sedang jongkok di depannya. Dan sudah siap menusukkan pulpennya ke matanya Rangga. Rangga menelan salivanya. Lagi-lagi ia harus berada posisi yang sama seperti sebelumnya, Joey hanya terkekeh. "Aku sarankan kalau ingin menghajar orang harus pakai rencana," ucap Joey memberi saran. Rangga masih saja diam, Joey menghela nafasnya, "Meskipun kamu mempunyai rencana, tetap saja itu takkan ada apa-apanya untukku." Ingin sekali menonjok wajah Joey, tapi sayang tangannya terluka akibat tusukan garpu sebelumnya. Dan tangannya yang satu juga terkilir saat ia jatuh tadi. "Sepertinya kamu harus masuk kelas." ucap Joey. “BUGH!” Joey memukul ker
"Benar, dia penakut." jawab temannya. Joey memilih mengeluarkan dua botol minuman dinginnya dari kantong plastiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Melihat perlakuan Joey yang sibuk dan begitu santai dengan tasnya, tentu saja membuat dua preman itu tertawa. Joey hanya memutar bola. Ia melangkah maju mendekati dua preman itu yang masih menahan Angelica. Sambil melepaskan kacamatanya dan memasukkan ke saku kemejanya. Joey memegang salah satu lengan tangan milik preman. "Bisa lepaskan dia?" "Kau ingin mati ?" sahut preman itu sambil menepis tangan Joey. "JLEB!" "Arrghh!" Secara bersamaan berteriak. Salah satu bola mata preman tertusuk sebuah benda tajam. Joey yang menusuk bola matanya dengan pulpen miliknya. Karena sakit matanya tertusuk, lalu terjatuh duduk di tanah. Melihat temannya ditusuk secara tiba tiba itu, preman yang satunya tenju saja panik. Tak hanya preman itu, tapi Angelica juga terkejut bukan main melihat aksi J
Angelica pergi berlari dalam keadaan shock setelah melihat Joey menusuk bola mata salah satu preman dengan pulpen. Hingga saat ini pikiran Angelica masih terbayang-bayang aksi penyelamatannya oleh Joey yang tak biasa. Angelica pun menepis pikirannya, ia lebih baik fokus dengan pelajarannya. — Berita pembunuhan misterius mulai menyebar. Dari berbagai media membahas dua laki-laki yang disangka preman telah mati di jalan gang kecil dekat mini market. Kematian dua laki-laki itu sangat mengenaskan. Dalam berita di TV, segala media sosial membahas pembunuhan itu. Kasus dalam selidikan, tak ada sisa-sisa jejak sang pelaku pembunuhan itu. Angelica yang mendengarnya pun terkejut tak main, di dalam jalan gang kecil dekat minimarket. Bukankah tadi malam ia ada disana. Dan itu tentu saja membuat pikiran Angelica tertuju kepada Joey. Sedangkan Joey sendiri, ia terlihat santai saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Hari demi hari. Semua orang melakukan aktivitas
Joey mengerut dahinya, "Kemana?" "Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya. Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan. Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah. "Berdiri kamu!" Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan. "Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya. Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya
"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica. Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar. "Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik. Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong." "Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita. Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey. "Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya." Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut." Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup,
"Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya. "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya. "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya. Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?" Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah. "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras. "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya. Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancar
Keesokan Harinya. Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka. Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey. Di tempat Parkir. Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya. "Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh. Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya." Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.