Bapak dosennya tak menjawab. Sedikit gerak di wajahnya, ia akan merasakan sakit yang amat luar biasa. Mulut bapak dosen sekarang sudah terlepas dari lakban. Tapi, mulutnya menjadi melebar seperti senyuman, jelas ulah Joey.
"Hahaha... mulut bapak mirip sekali dengan Joker, musuhnya batman. Dalam bahagia atau sedih, bapak akan selalu tersenyum," kata Joey.
Bisa bayangkan sendiri, pipi kanan kirinya bapak dosen disayat. Seperti kata Joey barusan, seperti Joker. Darah segar tak berhenti mengalir dari luka bekas sayatan di pipi sang dosen. Bahkan setiap tetes anyir itu berceceran di lantai, dan berakhir membuat pakaian sang dosen bersimbah darah.
Bapak dosennya hanya diam, dalam pikiran ingin sekali membalas perbuatan Joey.
Joey yang melihat tatapan benci dari bapak dosennya, ia tertawa, "Hahaha... marah ya, wajah tampanmu jadi lebih jelek dari joker."
Joey berhenti tertawa, ia menghela nafasnya. Lalu ia berdiri dari jongkoknya, "Aku jadi bosan. Apa kuakhiri saja kali, ya?” Joey bertanya kepada dirinya sendiri, ia pergi meninggalkan bapak dosennya yang masih terdiam terikat dengan mulut jokernya.
"Kenapa dia menjadi menyeramkan. Setelah ini kamu takkan lepas dariku. Aku akan melaporkanmu," batin bapak dosen.
Lalu Joey datang kembali, ia berdiri di depan bapak dosennya, "Pak, saya pulang dulu ya, soalnya sudah malam. Gara-gara bapak saya gak jadi masuk kerja lagi."
Ya, karena kemarin saat sebelum Joey berubah menjadi sekarang, ia dibawa jauh dan pukuli oleh Rifky dan gengnya. Karena itu ia tidak masuk kerja, dan sekarang hanya demi menyiksa bapak dosennya, ia tak berangkat kerja lagi.
Joey mengaruk-garukan kepalanya, "Aku harus kasih alasan apa ya?"
"Dia bodoh atau bagaimana?" batin bapak dosen yang melihat tingkah Joey yang berubah-ubah.
"Ya sudahlah, saya pulang dulu. Selamat malam," ucap Joey pergi meninggalkan bapak dosennya begitu saja.
Entah bodoh atau pintar. Meninggalkan korban siksaannya hidup-hidup? Jelas sama saja bunuh diri secara, kalau ada tetangga yang curiga, lalu masuk dan menyelamatkan. Pasti setelah diselamatkan, bapak dosennya melaporkan atas kejahatan Joey terhadapnya. Ingin balas dendam tapi tidak pandai meninggalkan jejak.
Beberapa saat kemudian, indra penciuman bapak dosen menangkap aroma yang menyengat. Aroma itu tidak asing, mencium aroma itu, bapak dosen terbelalak, aroma tabung gas yang bocor. Jadi, sebelum berpamitan dan pergi, Joey membocorkan tabung gas yang ada di dapurnya.
“DUAR!” Tiba-tiba salah satu jendela rumahnya pecah.
Lagi-lagi bapak dosen dibuat terbelalak lagi, ternyata kayu yang sudah terbakar masuk ke dalam rumahnya, yang membuat kaca jendelanya pecah.
---
Di luar rumah bapak dosen.
Terlihat Joey merentangkan kedua tangannya ke atasnya, "Hari yang melelahkan."
Joey pergi melangkah kaki menjauhi rumah bapak dosennya sambil melepas kedua sarung tangannya. Beberapa langkah kemudian, terdengar suara ledakan dari belakang.
“BOOM!” Rumah bapak dosennya meledak dan terbakar api besar.
jaraknya yang sudah jauh, Joey hanya tersenyum tanpa dosa. Sudah hampir jauh, Joey mengambil tas yang ia sembunyikan di semak-semak. Lalu ia mengganti pakaiannya yang ia bawa di dalam tasnya.
---
Keesokan Harinya.
Sesuai dugaan, berita kematian sang bapak dosen yang terkenal dingin, tegas, dan selalu memberi perintah kepada mahasiswa. Terutama Joey, kini telah menyebar di kampus. Semuanya terkejut, kemarin masih biasa-biasa saja saat mengajar.
Tapi hari ini, berita kematian sang bapak dosen mati terbakar di rumahnya dalam keadaan terikat. Dan menurut berita, semua polisi sudah melalukan pemeriksasn. Dan hasilnya nihil, yang jelas kasus kematian sang bapak dosen, tak menemukan bukti apa pun.
Meski terbakar habis, seharusnya ada jejak peninggalan pembunuhan tersebut. Namun, semua bersih tak ada jejak untuk dijadikan bukti. Joey yang mendengar berita itu hanya diam polos tanpa dosa dengan penampilan culunnya. Ia terlalu pandai menyembunyikan ekspresinya, sungguh mengerikan.
Kini Joey sedang berjalan menuju kelasnya. Tiba-tiba dari belakang, bajunya ditarik paksa. Mau tak mau, ia pasrah, apa maunya si penarik ini.
---
Telah sampai di belakang gedung kampus. Joey di dorong paksa hingga jatuh dan tengkurap ke tanah. Ia sedikit mendongak wajahnya.
yang menariknya adalah Hendrik dan Rangga di belakangnya. Joey tetap dalam posisi tengkurap di tanah.
"Jadi, anak culun ini yang sudah membuat temanku terluka?" kata Hendrik.
"Aku sudah tak sabar menghabisi wajahnya," kata Rangga, ia pun akan melayangkan tendangannya ke kepala Joey.
Namun ditahan oleh Hendrik. "Tenang, yang sabar."
Hendrik menahan Rangga, kini mereka berbicara. Dan Joey melihat melirik matanya untuk melihat sekelilingnya. Lalu ia melihat dua batu sebesar kepalan tangannya di dekatnya.
“Gimana mau sabar, aku sudah dikerjain oleh dia dua kali," jawab Rangga geram.
Tanpa disadari Rangga dan Hendrik, Joey mengambil butir-butiran tanah. Lalu ia bangun berdiri, saat Hendrik baru menoleh, tiba-tiba ada taburan tanah ke wajahnya. Tentu saja, butiran tanah itu mengenai kedua matanya.
merasakan sakit dan perih akibat kedua matanya kemasukan tanah. Rangga yang melihat Hendrik seperti itu, tak diam saja.
Saat akan maju, tiba-tiba wajahnya terkena sebuah benda. Ternyata Joey melempar tasnya ke wajahnya Rangga. Dan ia cepat-cepat mengambil batu besar dan langsung ia lempar ke kepala Rangga.
“BUGH!” Kepalanya terkena hantaman tangan Joey, tentu saja itu sangat sakit.
terjatuh ke belakang dan ambruk, ia tak bisa menahan rasa sakitnya di kepalanya. Sedangkan Hendrik, ia sibuk mengucek-ngucek matanya dan kakinya menendang sana sini. Joey berlari kencang dan menerjang kepala Hendrik dengan kakinya.
“DUAK!” Hendrik terjatuh, tak sadarkan diri.
Joey yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kalian berhasil membuatku bolos kuliah."
Terlihat Rangga terbangun, dan berusaha untuk duduk. Joey mengambil pulennya dari saku kemejanya. Rangga terkejut melihat Hendrik sudah tak sadarkan diri dan jidatnya terluka mengeluarkan darah. Dalam masih posisi duduknya, Rangga menoleh. Baru saja menoleh, ujung pulpen sudah ada tepat di depan matanya. Ternyata Joey sedang jongkok di depannya. Dan sudah siap menusukkan pulpennya ke matanya Rangga. Rangga menelan salivanya. Lagi-lagi ia harus berada posisi yang sama seperti sebelumnya, Joey hanya terkekeh. "Aku sarankan kalau ingin menghajar orang harus pakai rencana," ucap Joey memberi saran. Rangga masih saja diam, Joey menghela nafasnya, "Meskipun kamu mempunyai rencana, tetap saja itu takkan ada apa-apanya untukku." Ingin sekali menonjok wajah Joey, tapi sayang tangannya terluka akibat tusukan garpu sebelumnya. Dan tangannya yang satu juga terkilir saat ia jatuh tadi. "Sepertinya kamu harus masuk kelas." ucap Joey. “BUGH!” Joey memukul ker
"Benar, dia penakut." jawab temannya. Joey memilih mengeluarkan dua botol minuman dinginnya dari kantong plastiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Melihat perlakuan Joey yang sibuk dan begitu santai dengan tasnya, tentu saja membuat dua preman itu tertawa. Joey hanya memutar bola. Ia melangkah maju mendekati dua preman itu yang masih menahan Angelica. Sambil melepaskan kacamatanya dan memasukkan ke saku kemejanya. Joey memegang salah satu lengan tangan milik preman. "Bisa lepaskan dia?" "Kau ingin mati ?" sahut preman itu sambil menepis tangan Joey. "JLEB!" "Arrghh!" Secara bersamaan berteriak. Salah satu bola mata preman tertusuk sebuah benda tajam. Joey yang menusuk bola matanya dengan pulpen miliknya. Karena sakit matanya tertusuk, lalu terjatuh duduk di tanah. Melihat temannya ditusuk secara tiba tiba itu, preman yang satunya tenju saja panik. Tak hanya preman itu, tapi Angelica juga terkejut bukan main melihat aksi J
Angelica pergi berlari dalam keadaan shock setelah melihat Joey menusuk bola mata salah satu preman dengan pulpen. Hingga saat ini pikiran Angelica masih terbayang-bayang aksi penyelamatannya oleh Joey yang tak biasa. Angelica pun menepis pikirannya, ia lebih baik fokus dengan pelajarannya. — Berita pembunuhan misterius mulai menyebar. Dari berbagai media membahas dua laki-laki yang disangka preman telah mati di jalan gang kecil dekat mini market. Kematian dua laki-laki itu sangat mengenaskan. Dalam berita di TV, segala media sosial membahas pembunuhan itu. Kasus dalam selidikan, tak ada sisa-sisa jejak sang pelaku pembunuhan itu. Angelica yang mendengarnya pun terkejut tak main, di dalam jalan gang kecil dekat minimarket. Bukankah tadi malam ia ada disana. Dan itu tentu saja membuat pikiran Angelica tertuju kepada Joey. Sedangkan Joey sendiri, ia terlihat santai saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Hari demi hari. Semua orang melakukan aktivitas
Joey mengerut dahinya, "Kemana?" "Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya. Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan. Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah. "Berdiri kamu!" Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan. "Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya. Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya
"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica. Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar. "Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik. Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong." "Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita. Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey. "Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya." Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut." Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup,
"Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya. "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya. "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya. Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?" Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah. "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras. "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya. Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancar
Keesokan Harinya. Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka. Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey. Di tempat Parkir. Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya. "Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh. Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya." Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.
Spontan dengan wajah lesunya, Sandi pasrah mengangguk kepalanya. Joey tersenyum melihatnya, "Wah, tak terduga, ternyata kamu mau." Joey berjalan mendekati Sandi, dengan pisaunya ia melepaskan tali rafia yang mengikat Sandi. Tatapan mata Sandi langsung menatap Joey. Tapi Joey sudah bergerak cepat lebih dulu. Ujung pisaunya sudah didepan mata Sandi dengan jarak 1 cm. "Kamu ingin melawan?" tanya Joey dingin, tatapan kedua matanya adalah tatapan pembunuh. Terasa seperti aura membunuh yang mencengkram yang dirasakan oleh Sandi. Ia menelan salivanya. Sandi sudah terlepas dari ikatannya. Sandi masih duduk di kursi kayunya. Joey berdiri dihadapannya, ia juga telah selesai menghubungkan GPS hpnya dengan hp milik Sandi. "Besok langsung saja kerjakan tugasmu. Cari alasan jika teman-temanmu bertanya tentang kondisimu. Tapi kalau kamu berniat menceritakan semua tentang pertemuan kita ini, silahkan saja. Mungkin Rangga dan Hendrik sedikit percaya, tapi bagaimana dengan