"Aku jatuh kemarin." jawab Rangga.
"Jatuh? Jatuh dimana?" sahut Richard mengejek. "Hmm, aku jatuh dari tangga kemarin." Rangga mengelak. Rifky hanya tersenyum mengejek, "Kamu jatuh dari tangga? Rangga jatuh tangga?" Hendrik yang di samping Rangga hanya bisa diam, meski ia juga bingung kenapa tangan Rangga bisa seperti itu. Walau sudah bertanya, pasti Rangga menjawabnya "Joey". Benarkah Joey? Laki-laki culun yang selalu ia bully. Tapi seharian kemarin ia tak melihat Joey. Namun yang membuat Hendrik curiga adalah kejiwaannya Rangga, entah ia waras atau tidak. Rangga sendiri meminta dirinya untuk merahasiakan apa yang dialaminya. Karena Rangga akan merasa malu karena kalah dari Joey. Namun Hendrik masih tak percaya jika tidak melihat dengan kedua matanya sendiri. ---- Sudah waktunya jam kuliah siang dimulai, semua mahasiswa dan mahasiswi masuk ke kelas sesuai jam kelas mereka masing-masing. Joey yang sudah berada di kelas dan duduk santai sendirian paling pojok belakang ruangan. Kebetulan jadwal Rifky dan gengnya tidak di jam kelas yang sama, karena mereka di jam pagi. Melihat Joey duduk santai di pojok belakang, semua orang yang melihatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mereka cuek, diam dan memilih duduk jauh-jauh dari laki-laki yang terkenal culun itu. Joey terkekeh melihat semua orang menjauhinya. "Tak masalah kalau begini. Setidaknya aku bisa merasakan apa itu kuliah lagi." ucap Joey. Tibalah sang 3 gadis yang dijuluki mahadewi di kampusnya. Angelica, Sarah, dan Nita. Mereka semua melihat ketiga gadis itu dengan tatapan kagum. Bahkan banyak sekali laki-laki di kampusnya yang terpesona, ingin sekali memiliki satu dari mereka, Dan yang paling di puja adalah Angelica. Namun semua laki-laki di kampusnya mengurungkan niatnya. Karena mengingat Rifky yang juga mengincarnya, meski di tolak berapa kali. Beberapa saat kemudian, terlihat bapak dosen masuk ke dalam ruangan. Kelas pun dimulai, bapak dosen itu menjelaskan apa yang ia jelaskan sesuai mata kuliahnya. Tiba-tiba terdengar suara yang membuat bapak dosen itu tak nyaman, ia menoleh ke arah 2 mahasiswa yang tengah mengobrol. Bapak dosen tak terima jam mengajarnya merasa terganggu. Untuk kelasnya Rifky dan gengnya, bapak dosen itu hanya bisa menegurnya dengan wajar. Bapak dosen mengambil penghapus papan tulis dan lalu ia lempar ke arah 2 mahasiswa yang mengobrol. Tapi lemparannya terlalu kelebihan melewati 2 mahasiswa itu, dan terkena kepala seorang mahasiswa yang duduk di pojok belakang. Melihat penghapus papan tulis melayang melewati atas mereka, refleks 2 mahasiswa itu terdiam. Semua tatapan orang di dalam kelas menatap ke arah 2 mahasiswa itu dan seorang mahasiswa yang duduk di pojok belakang. "Jika kalian mengobrol di jam saya, lebih baik kalian keluar," ucap sang bapak dosen. "Maaf pak!" ucap mereka berdua serempak. Bapak dosen itu memaafkan mereka berdua, lalu ia menatap ke arah mahasiswa yang duduk di pojok belakang. Ia hanya menatap datar lalu membalikkan tubuhnya fokus ke papan tulisnya. Tanpa membalikkan tubuhnya, bapak dosen bersuara, "Laki-laki yang duduk di pojok belakang sendiri, bawakan penghapusnya ke depan!" Mendengar suara bapak dosen, seluruh mahasiswa dan mahasiswi termasuk 3 gadis mahadewi menolehkan kepalanya ke arah mahasiswa yang duduk di pojok belakang. Mereka melihat Joey yang duduk di pojok belakang berdiri dan mengambil penghapus papan tulis. Beberapa detik kemudian, semua orang dibuat terkejut melihat Joey yang melempar penghapus itu ke arah depan, “DUGH!” penghapus itu terkena belakang kepala sang dosen. Bapak dosen membalikkan tubuhnya dan menatap tajam ke arah Joey, "Kamu berani melawan bapak dosenmu ini?" ingin sekali memberi pelajaran kepada Joey seperti biasanya saat jam kosong. Tapi ia urungkan Karena masuk jam mengajarnya, jadi ia tak bisa memberi pelajaran kepada Joey seperti biasanya. "Bajingan, aku hanya membalas lemparanmu," bagaimana tidak terkejut melihat Joey dengan santainya mengatakan sang bapak dosen dengan sebutan bajingan. "Anda yang melempar, maka Anda yang seharusnya mengambilnya sendiri, Anda kan punya kaki, kecuali bapak cacat, maka dengan senang hati aku membantu bapak." Bapak dosen dibuat terkejut melihat sikap Joey, ladahal Joey yang ia kenal Joey yang culun dan penurut ketika disuruh, meskipun cerdas dan berprestasi. Semua mahasiswa dan mahasiswi juga kembali dibuat terkejut mendengar ucapan Joey yang sangat berani. Joey kembali bersuara, "Berhubung tadi bapak melempar penghapusnya mengenai kepalaku, jadi aku melempar balik penghapusnya ke arah kepala bapak. Tidak ada salahnya kan, aku hanya membalas, secara, aku tidak terima bapak yang tiba-tiba melemparku dengan penghapus, meskipun tidak sengaja." "Joey! Keluar dari kelas saya!" Bapak dosen itu berteriak menyuruh Joey untuk keluar dari kelasnya. Joey terkekeh lalu tersenyum, "Dengan senang hati," Joey melangkahkah kakinya keluar dari kelas ruangan. Langkah kaki Joey terhenti saat mendengar bapak dosen berbicara lagi, "Akan kulaporkan kamu, supaya beasiswamu dicabut dan kamu dikeluarkan." Joey terkekeh, lalu membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah bapak dosen dengan senyuman khas psychopath, "Lakukan saja, mungkin setelah ini bapak akan mendapat kejutan," ucap Joey sambil pergi berlalu.Semua mahasiswa dan mahasiswi saling berbisik tentang perlakuan Joey yang langka, sungguh tak bisa dipercaya. Angelica yang dari tadi memperhatikan sikap Joey yang sangat berani, tidak seperti biasanya. Setahunya, meskipun culun, Joey selalu baik kepada siapa pun. Inilah yang Angelica suka. Tapi sekarang, sosok Joey yang sangat berbeda. Di mana Joey yang ia kenal sebagai laki-laki culun itu. "Semuanya harap diam!" suara lantang dari bapak dosen, semua mahasiswa dan mahasiswi di ruangan kembali diam. Setelah semuanya diam, bapak dosen kembali melalukan aktivitas mengajar. --- Malam Harinya. Terlihat seorang laki-laki tengah duduk sendirian di ruang tengah sambil menonton TV, ia tinggal sendiri di kontrakannya. Saat fokus menonton TV, tiba-tiba mulutnya dibekap sebuah kain. Tentu saja laki-laki itu panik, beberapa saat kemudian, kesadarannya memudar dan akhirnya pingsan. “SYUR!” Siraman air mengguyur dirinya. Tentu saja laki-laki berumur 2
Bapak dosennya tak menjawab. Sedikit gerak di wajahnya, ia akan merasakan sakit yang amat luar biasa. Mulut bapak dosen sekarang sudah terlepas dari lakban. Tapi, mulutnya menjadi melebar seperti senyuman, jelas ulah Joey. "Hahaha... mulut bapak mirip sekali dengan Joker, musuhnya batman. Dalam bahagia atau sedih, bapak akan selalu tersenyum," kata Joey. Bisa bayangkan sendiri, pipi kanan kirinya bapak dosen disayat. Seperti kata Joey barusan, seperti Joker. Darah segar tak berhenti mengalir dari luka bekas sayatan di pipi sang dosen. Bahkan setiap tetes anyir itu berceceran di lantai, dan berakhir membuat pakaian sang dosen bersimbah darah. Bapak dosennya hanya diam, dalam pikiran ingin sekali membalas perbuatan Joey. Joey yang melihat tatapan benci dari bapak dosennya, ia tertawa, "Hahaha... marah ya, wajah tampanmu jadi lebih jelek dari joker." Joey berhenti tertawa, ia menghela nafasnya. Lalu ia berdiri dari jongkoknya, "Aku jadi bosan. Apa kuakhiri sa
Terlihat Rangga terbangun, dan berusaha untuk duduk. Joey mengambil pulennya dari saku kemejanya. Rangga terkejut melihat Hendrik sudah tak sadarkan diri dan jidatnya terluka mengeluarkan darah. Dalam masih posisi duduknya, Rangga menoleh. Baru saja menoleh, ujung pulpen sudah ada tepat di depan matanya. Ternyata Joey sedang jongkok di depannya. Dan sudah siap menusukkan pulpennya ke matanya Rangga. Rangga menelan salivanya. Lagi-lagi ia harus berada posisi yang sama seperti sebelumnya, Joey hanya terkekeh. "Aku sarankan kalau ingin menghajar orang harus pakai rencana," ucap Joey memberi saran. Rangga masih saja diam, Joey menghela nafasnya, "Meskipun kamu mempunyai rencana, tetap saja itu takkan ada apa-apanya untukku." Ingin sekali menonjok wajah Joey, tapi sayang tangannya terluka akibat tusukan garpu sebelumnya. Dan tangannya yang satu juga terkilir saat ia jatuh tadi. "Sepertinya kamu harus masuk kelas." ucap Joey. “BUGH!” Joey memukul ker
"Benar, dia penakut." jawab temannya. Joey memilih mengeluarkan dua botol minuman dinginnya dari kantong plastiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Melihat perlakuan Joey yang sibuk dan begitu santai dengan tasnya, tentu saja membuat dua preman itu tertawa. Joey hanya memutar bola. Ia melangkah maju mendekati dua preman itu yang masih menahan Angelica. Sambil melepaskan kacamatanya dan memasukkan ke saku kemejanya. Joey memegang salah satu lengan tangan milik preman. "Bisa lepaskan dia?" "Kau ingin mati ?" sahut preman itu sambil menepis tangan Joey. "JLEB!" "Arrghh!" Secara bersamaan berteriak. Salah satu bola mata preman tertusuk sebuah benda tajam. Joey yang menusuk bola matanya dengan pulpen miliknya. Karena sakit matanya tertusuk, lalu terjatuh duduk di tanah. Melihat temannya ditusuk secara tiba tiba itu, preman yang satunya tenju saja panik. Tak hanya preman itu, tapi Angelica juga terkejut bukan main melihat aksi J
Angelica pergi berlari dalam keadaan shock setelah melihat Joey menusuk bola mata salah satu preman dengan pulpen. Hingga saat ini pikiran Angelica masih terbayang-bayang aksi penyelamatannya oleh Joey yang tak biasa. Angelica pun menepis pikirannya, ia lebih baik fokus dengan pelajarannya. — Berita pembunuhan misterius mulai menyebar. Dari berbagai media membahas dua laki-laki yang disangka preman telah mati di jalan gang kecil dekat mini market. Kematian dua laki-laki itu sangat mengenaskan. Dalam berita di TV, segala media sosial membahas pembunuhan itu. Kasus dalam selidikan, tak ada sisa-sisa jejak sang pelaku pembunuhan itu. Angelica yang mendengarnya pun terkejut tak main, di dalam jalan gang kecil dekat minimarket. Bukankah tadi malam ia ada disana. Dan itu tentu saja membuat pikiran Angelica tertuju kepada Joey. Sedangkan Joey sendiri, ia terlihat santai saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Hari demi hari. Semua orang melakukan aktivitas
Joey mengerut dahinya, "Kemana?" "Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya. Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan. Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah. "Berdiri kamu!" Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan. "Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya. Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya
"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica. Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar. "Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik. Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong." "Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita. Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey. "Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya." Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut." Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup,
"Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya. "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya. "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya. Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?" Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah. "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras. "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya. Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancar