Rima terlihat marah pada Satria, yang menyangkal tentang keterlibatan Sandi dalam kasus anak sambungnya. "Aku mendengar sendiri, jika dia menggauli Sherly dan mengatakan hal tidak senonoh padaku!" bantah Rima. "Tidak, yang aku tahu, dia tidak ikut dalam pencab*lan itu!" Satria masih kukuh pada ucapannya. "Dan kamu sudah tahu siapa saja yang melakukan hal bejad itu, kan?" tanya Satria kemudian. "Pergila, aku hanya meyakini apa yang memang terjadi dan kuketahui!" Rima pun tidak merubah keputusannya. "Jangan gegabah, nanti kamu salah sasaran!" ketus Satria. Lelaki itu, lalu berpamitan dan meninggalkan Rima yang masih yakin dengan apa yang akan direncanakannya. Sedangkan Satria menghela napas panjang, terlalu sulit untuk membuktikannya sekarang. Rima duduk di kursinya dan kembali menyesap teh lemon buatannya, Menatap jauh ke depan dengan pandangan kosong. "Bu, saya melihat diary milik non Sherly," bisik Bik Irah. Perhatian Rima teralihkan, meminta Bik Irah untuk mengambilnya. Wanit
"Bukan begitu, sayang. Aku_"Rima langsung memotong ucapan James dengan cepat."Sudahlah, Mas. Yang penting aku selalu jaga hati dan tubuhku hanya untuk kamu,"Rima langsung mengakhiri panggilan, dan meletakan ponselnya di atas meja. Mendengkus kesal, karena merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri."Bibik aja yang angkat!" ucap Rima malas. "Bilang saja, aku sedang tidak mau diganggu!" Rima menambahkan sedikit permintaan.Bik Irah mengangguk dan segera menerima panggilan dari James untuk kedua kalinya. Seperti dugaan Rima, Bik Irah bisa diandalkan. Rima meyakini, jika suaminya itu bertanya banyak hal pada Bik Irah. Terbukti jawaban dari wanita tua di sampingnya itu, yang kadang tersenyum dan terkadang terlihat khawatir."Siap, Pak!"Di akhir panggilannya, dan Bik Irah meletakkan ponsel Rima kembali di tempatnya semula."Apa aja yang ditanya Mas James, Bik?" Rima bertanya seperti menyelidik."Pak James hanya khawatir pada ibu, dan menanyakan apa ibu pernah pergi dalam waktu yang lam
Pagi-pagi sekali, Rima keluar dari rumah. Menuju ke supermarket terdekat, mengambil beberapa cemilan, roti dan juga susu. Kemudian menuju kasir, untuk membayar semua yan sudah dibeli olehnya."Makasih, ya, Mbak!" ujarnya setelah sang kasir memasukkan semua belanjaan ke dalam kantong yang dibawa oleh Rima."Sudah semua, ya, bersama titipannya," balas sang kasir dengan lirih di ujung kata-katanya.Rima keluar dengan membawa kantong yang berisi penuh dengan semua aneka camilan, dan dia taahu, jika ada sepasang mata yang memperhatikannya dengan sangattajam, sembari berpura-pura memgang minuman."Kalian masih mengintaiku?" gumam Rima kesal.Ponsel Rima berbunyi, dan wanita itu langsung menerima panggilan dari ternyata dari Satria. Mantan kekasihnya itu menanyakan, apakah dirinya aman setelah menerima bingkisan darinya ataau tidak. Rima membaritahu Satria, jika dirinya aman dan sudah sampai di rumah.Semalam, Rima menanyakan tentang efek samping dari penggunaan obat itu pada Satria. Bagaima
Rima melukai sedikit peni*s Dito, membuat remaja itu meringis kesakitan. "Baru tergores! Belum terpotong!" ancam RIma dan Dito hanya mengangguk. Rima kembali pergi, dengan membawa serta belati yang melukai Dito, sedangkan Dito memaki wanita yang tengah menyanderanya dengan kata-kata kasar. Remaja itu tidak menyangka, jika Rima bisa berbuat sejauh ini. Bahkan dirinya menjadi ciut berhadapan dengan ibu tiri dari remaja yang dia lece*hkan. "Brengsek!" teriaknya. Rima hanya tersenyum mendengar makian dari Dito, kemudian dia berjalan dengan cepat untuk keluar dari persembunyian. Kemudian dia membuka CCTV yang terhubung dengan laptopnya, menghidupkannya kembali dengan posisi semula, meski sedikit dimodifikasi. "Bu, sudah benarkan saya keluar dari sana?" tanya Bik Irah yang masih memegang alat pel. "Sempurna, Bik. Sekarang bibik masak aja, untuk sarapan kita," pinta Rima. "Besok saja membersihkannya, sehari enggak dibersihkan, enggak masalah." Rima menjawab sebelum Bik Irah bertanya, da
"Sherly, Dion, papa mau bicara sebentar," James, berbicara ketika makan malam hampir usai.Serly meletakan sendoknya, karena itu suapan terakhirnya. sebagai seorang remaja, Sherly mulai memperhatikan penampilannya, meskipun ditentang oleh sang ayah."Tumben ada apa, Pa?" Sherly menyahut dengan malas."Hmmm, papa mau menikahi Tante Rima. Kalian sudah mengenalnya, kan? Bagaimana menurut kalian!" James meminta pendapat anak-anaknya.Sherly langsung menggebrak meja dan berdiri dari kursinya. Matanya menyipit dan bibirnya dia kerucutkan, tangannya mengepal erat. Sejak dulu, Gadis cantik berwajah oval itu, selalu menolak wanita yang dekat dengan ayahnya. Dia ingin, ibunya yang telah pergi tetap abadi di dalam hati ayahnya, dia dan adiknya. Meskipun Sherly tahu, ibunya telah bahagia bersama keluarga barunya."Papa menghianati mama!" teriak gadis bermata coklat itu.Hati James berdenyut, ketika anaknya mengatakan jika dirinya berkhianat. Sherly adalah saksi dari perselingkuhan ibunya, dan kare
Semua mata menuju ke Sherly, Rima terduduk karena terkejut dengan apa yang di lakukan oleh anak didiknya. James mendekati Sherly dan meminta pisau yang dipegang oleh anak gadisnya itu."Aku sudah bilang! Jangan pernah menggantikan posisi mama dengan wanita lain!" teriak Sherly frustasi.Rima berdiri, kemudian menetralkan keterkejutannya. Dengan lirih, dia meminta Dion untuk masuk ke dalam kamar dan berpesan untuk tidak mengintip apapun yang terjadi. Rima menatap manik coklat milik Sherly dengan lekat tanpa berkedip, seakan menghipnotis gadis di depannya.Sherly menjatuhkan pisau yang ada di tangannya dan menunduk. Dia tidak berdaya dengan tatapan Rima yang tajam namun, terlihat meneduhkan. Dia pun menginginkan Rima sebagai ibunya, tapi rasa gengsi dan benci lebih besar dari apapun. Juga, karena masa lalu yang sebenarnya membuat dirinya trauma, hanya saja dia mampu menutupinya dengan kenakalan. Sherly menganggap semua wanita y
James memamerkan giginya yang putih bersih, kemudian memperkenalkan orang tuanya yang sudah pernah Rima temui. Tidak ada ucapan selamat datang atau sambutan yang meriah, yang nampak hanya wajah lucu Rima yang kebingungan.Bu Halimah keluar, di papah oleh Rahmadi. Wajahnya tidak kalah terkejutnya dengan sang anak. Namun, tidak dengan Rahmadi. Dia mendengkus kesal melihat lelaki di depannya, begitupun sebaliknya."Ada perlu apa, ya, Pak James?" tanya Rima.Sepertinya dia lupa ingatan dengan apa yang dikatakan oleh James tadi siang. Semua yang ada di otaknya menghilang. terpana dengan penampilan James yang sempurna di mata Rima."Apakah kita akan membicarakannya sambil berdiri?" tanya Bu Rina, ibunya James.Bu Halimah tertawa, karena dia sampai lupa mempersilahkan tamu yang datang untuk masuk. Sekilas dia menatap anaknya dengan penuh selidik, tapi Rima hanya menunduk."Mari ... Mari," ujar Bu Ha
Mata Rahmadi melotot sempurna, tangannya melayang ke pipi wanita yang baru saja mengakui sesuatu yang membuat semuanya terkejut tidak percaya. Tangis wanita itu pecah seketika."Bang!" bentak Rima, "Kamu kenapa kasar dengan wanita!" sambung Rima dengan suara tinggi.Rima, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh abang sepupunya. Memang dialah yang menelepon --Diana--wanita yang diketahuinya sedang dekat dengan Rahmadi, Rima tidak menyangka akan terjadi hal yang buruk. Sementara itu, James terlihat tersenyum penuh kemenangan."Dia berdusta, Rim!" bela Rahmadi."Belum menikah aja dah menghamili wanita lain! Gimana nanti?" ledek James, dan hampir saja adu jotos terjadi.Bu Rina menepuk pundak anaknya dan berbisik, "jodoh enggak akan ke mana!"James merasa di atas awan, ketika ada kejadian ini. Dia yakin, Rima akan memilihnya.. Sebab, James merasa tidak ada alasan Rima menolak lamaran darinya