Share

Pembalasan Istri Sah Yang Disia-siakan
Pembalasan Istri Sah Yang Disia-siakan
Penulis: Tri Afifah

Bab 1 ( Malam Minggu Yang Berbeda)

"Sayang, malam ini aku tidak bisa menemanimu seperti malam-malam minggu sebelumnya." ucap Mas Akbar sambil memakai kemeja pendek berwarna Navy.

Aku yang sedari tadi sedang membaca ratusan chat di grup WA pun hanya dapat tersenyum getir saat mendengarkan ucapannya. Lagi-lagi Mas Akbar tidak bisa menemaniku meski hari ini adalah hari libur. Hampir semua temanku sedang memamerkan deret foto-foto keluarga mereka yang sedang bermalam mingguan, bahkan ada sebagaian yang sengaja berdialog dengan mereka.

Bagiku, akan menjadi momok bila aku masuk bergabung dengan mereka. Bukan karena minder karena merasa tidak layak, melainkan karena sikap Suamiku yang sudah dua bulan terakhir ini berubah. Apalagi, perubahan itu pun telah dirasakan oleh sebagian keluarga besar suamiku sendiri.

Contohnya saja, malam ini. Biasanya Mas Akbar akan selalu mengajakku makan malam ke sebuah restoran.

Tapi, ini adalah malam minggu yang kedelapan kalinya Mas Akbar tidak pernah mengajakku pergi.

"Apa malam ini tidak bisa di batalkan saja, Mas?

Kita sudah lama tidak bermalam mingguan." Ujarku sambil mencoba meredam gemuruh didadaku.

"Jangan seperti anak kemarin sore, Mawar. Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku begitu saja. Aku hanya ingin mandiri dan tidak dipandang sebelah mata oleh orang tuamu

ataupun keluargaku!" Nada bicara Mas Akbar begitu menusuk hatiku.

"Sudahlah, jangan diperpanjang. Lagi pula, malam Minggu ini tidak ada yang spesial.

Kita juga belum mendapatkan keturunan. Biarkan aku bekerja untuk mengalihkan rasa kecewaku karena dirimu belum juga bisa mengandung anakku." Lanjut Mas Akbar. Ia pun memberikan kecupan singkat di kening ku dan berlalu pergi. Aku hanya bisa memandangi punggung tegap Mas Akbar yang telah hilang di balik pintu kamar.

Dadaku terasa begitu sesak saat Mas Akbar kembali mengusik soal anak.

Ting!

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponselku, dan aku pun segera melihat layar ponselnya.

Aku pun terdiam sesaat saat membuka pesan yang ada di ponselku, karena isi pesan tersebut adalah foto Mas Akbar yang terlihat

tengah memeluk tubuh seorang wanita berambut pendek. Bukan hanya sekedar memeluknya, keduanya terlihat sedang berciuman, di sebuah pintu kamar yang aku perkirakan itu adalah sebuah apartemen.

‘Kau, Selingkuh Mas?’ batinku dalam hati.

Secepat itukah mas rasa cinta yang tak mampu kau pertahanan di hatimu?

Aku tidak bodoh mas.

Banyak orang yang sudah tahu tentang sikapmu yang diluar sana. Kau tertangkap basah Mas. Tapi kau tidak juga menyadari hal itu.

Apakah ini karena diriku yang belum bisa mengandung anakmu?

Atau karena warna Lipstik wanita selingkuhanmu itu lebih menarik ketimbang milik istrimu sendiri?

***

Keesokan harinya,

Setelah menunaikan ibadah sholat subuh, aku menjalani aktivitas seperti biasanya.

Memasak, membersihkan rumah, mencuci baju dan piring. Ya, inilah kegiatan yang biasa aku lakukan. Tidak ada yang spesial. Hanya menjadi ibu rumah tangga yang belum dikaruniai anak. Walaupun aku di bantu oleh Mbak Surti, tapi tetap saja aku ingin membantu pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga di rumah ini. Namun karena hari ini anaknya sakit, maka Mbak Surti meminta Izin untuk sementara merawat anaknya.

Suamiku?

Dari semalam dia belum pulang ke rumah. Aku tidak ada niatan untuk mencari atau menghubungi nomor ponselnya. Sama sekali tidak pernah sekalipun aku berpikir bahwa rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun ini akan menjadi seperti ini.

Suara bel berbunyi, sepertinya ada tamu yang datang. Tapi, di pagi hari seperti ini, siapa yang datang bertamu?

Aku pun menghentikan kegiatan mencuci piring.

Saat membuka pintu, aku dapat melihat kedua orang tua Mas Akbar datang. Keduanya tersenyum melihat ekspresi wajahku yang terkejut saat kedatangan mereka.

"Assalamualaikum, Mawar." Ucap Ibu sambil memeluk.

"Waalaikumsalam, Ayah, Ibu. Sungguh kedatangan kalian mengejutkanku." Jawabku jujur. Terlebih, saat ini Mas Akbar tidak berada di rumah. Alasan apa yang harus aku katakan pada mertua yang sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri.

"Silahkan, Masuk Ayah, Ibu…"

Akhirnya kami semua masuk ke dalam rumah.

"Tunggu sebentar, akan aku buatkan minuman."

"Nggak usah, repot-repot sayang. Duduklah…"

Aku menatap wajah teduh Ibu mertuaku. Ayah terlihat membuang pandangannya. Sepertinya ini bukan hal yang Biasa. Apalagi sampai detik ini keduanya tidak menanyakan keberadaan anak semata wayangnya itu. Tapi, sebagai seorang menantu aku tetap harus menjamu kedatangan orang tua kandung suamiku sendiri.

"Kalau sudah tidak kuat, jangan kau simpan sendiri. Kami mendukungmu dalam hal apapun."

Aku menghentikan langkah kakiku saat akan menuju ke dapur. Saat itu berakhir, aku melihat Ibu Mas Akbar telah menangis tersedu-sedu di pelukan suaminya.

Ada apa ini, Ya Allah?

Aku terdiam melihat pemandangan yang tak bisa ku pahami.

"Duduklah, nak…ada beberapa hal yang harus kita marahi." Ucap Ayah mertuaku.

Aku hanya bisa pasrah dan menuruti permintaan beliau. Aku menduduki kursi yang telah aku tinggalkan.

"Ayah dan Ibu, sudah mengetahui kebenarannya. Kelakuan anak kami, Akbar. Anak itu benar-benar mempermalukan dirinya dan tentu saja keluarga kami."

"Maaf, Ayah. Tapi, apa maksudnya Ini?"

Ayah menarik nafas kasar. Beliau seperti mengeluarkan beban berat dalam dirinya.

"Akbar berselingkuh. Pasti kau juga sudah mengetahui kebenarannya."

Deg!!

Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini terlalu cepat, bahkan kalau disuruh memilih, aku lebih memilih untuk tetap merahasiakan semua ini sendirian. Aku tidak ingin menyeret kedua orang tuaku atau orang tua Mas Akbar ke dalam permasalahan ini.

Aku menyembunyikan topi dan menahan tangis yang hampir pecah.

"Kami ingin kau bahagia nak, jangan sampai kau lupa kebahagiaanmu sendiri. Akbar memang anak kami, tapi dia sudah keterlaluan." Ibu mertuaku nampak mengusap air matanya. Wanita tentu saja lebih sensitif dibandingkan pria yang lebih mampu menahan emosi dalam dirinya.

"Kami mendukungmu, Nak."

"Apapun itu?"

Keduanya menanggapi kata-kataku. Sebuah senyuman dengan sikap yang saya rasa sangat mendukung sepenuhnya keputusan yang nantinya akan saya buat.

"Tapi, kalau Mawar boleh tau, dari mana Ayah dan Ibu tahu masalah ini?"

"Apa kau lupa siapa Keluarga suamimu, nak? Akbar memang sangat ceroboh, sudah banyak orang yang mengetahui masalah ini. Percuma saja kau menyembunyikan hal ini." ucapnya.

Aku mempermainkan ujung jilbabku. Masih ada rasa yang mengganjal di hatiku.

"Semua keluarga kami mendukungmu. Kau tenang saja, kami akan berpura-pura tidak tahu. Kami akan memberikan bantuan apapun yang kau inginkan. Ini bentuk kasih sayang kami, dia."

“Kenapa Ayah dan Ibu mendukung diriku, sedangkan Mas Akbar adalah anak kandung kalian….”

Ibu mertua berdiri, lalu duduk di sampingku. tangannya menggenggam erat tangannya yang mulai terlihat bergetar.

"Keluarga kami, turun temurun menjunjung tinggi nilai-nilai Agama yang kental. Kebohongan adalah sumber masalah, kau pasti paham arah pembicaraan Ibu. Siapa yang benar, kami memperhatikan anak atau mantu akan kami bantu. Percayalah"

Aku pun hanya bisa tersenyum lirih saat menatap kedua mertuaku. Aku tidak tahu harus berkata apa dengan sikap baik mereka. Tapi, aku bertekad akan membalaskan dendamku pada Mas Akbar.

‘Lihat saja, Mas. Akan ku balas sakit hatiku ini.’ batin ku dalam hati.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tri Afifah
Makasih atas supportnya ...️
goodnovel comment avatar
Talis Saikmat
baru baca bab awalx aja?, ceritrax udh seruh ni......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status