Share

Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat
Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat
Penulis: DeealoF3

Anak yang Diharapkan

Penulis: DeealoF3
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-28 17:19:21

"Mas. Aku datang bulan."

Kania langsung menangis di pelukan Dika. Ini sudah hari ke tujuh ia terlambat datang bulan. Padahal Kania sangat berharap bahwa ia hamil, tapi pagi itu harapannya hancur berantakan.

"Sabar, Dek. Mungkin belum saatnya, yang penting kita tidak menyerah dan terus berusaha." Dika berusaha menenangkan. Sambil merangkul bahu sang istri ia mengajak Kania duduk di tepi ranjang.

"Iya, Mas." ucap Kania lesu. "Maafin aku ya karena belum bisa jadi istri yang sempurna buat kamu."

"Stss. Jangan ngomong gitu. Aku nggak nyalahin kamu. Emang kitanya aja yang belum dipercaya Tuhan."

Pernikahan Kania dan Dika sudah berjalan tiga tahun, tapi Kania belum juga hamil. Mereka juga sudah melakukan konsultasi ke banyak dokter spesialis dan sudah melakukan berbagai cara yang dianjurkan oleh banyak orang guna mendapatkan keturunan.

Sampai akhirnya, suatu malam Kania berpikir untuk menyerah. Ia tidak lagi berambisi untuk melahirkan bayi dari rahimnya sendiri.

"Mas."

"Kenapa, Dek?" kata Dika yang baru selesai mandi. Aroma lidah buaya yang menguar dari rambut suaminya membuat Kania sejenak terpesona akan ketampanan wajah Dika.

"Duduk sini dulu, deh." Kania menepuk sisi kosong di atas ranjang. "Aku punya permintaan, tapi Mas janji enggak boleh marah, ya." Wajar, karena sebelumnya Dika sempat menolak keras saat Kania meminta hal serupa.

"Permintaan apa? Adek mau kita jalan-jalan ke luar negeri lagi?"

"Enggak, Mas, bukan itu. Tapi ...." Kania menghela napas. "Aku mau adopsi anak," ucap Kania yang ditanggapi Dika dengan gelengan pelan. "Aku tahu Mas juga sangat menginginkannya kan?"

Dika mengusap pelan rambut istrinya sambil tersenyum. "Iya, aku sangat ingin, tapi aku ingin anak yang berasal dari sini. Bukan anak orang lain," katanya sambil mengusap lembut perut Kania. "Tapi kalau Tuhan belum memberikan kita kepercayaan, ya gimana lagi? Kita kan juga sudah berusaha."

"Tapi, Mas, sudah banyak cara yang kita lakukan. Sudah tiga tahun! Ibumu di kampung juga hampir setiap bulan bertanya tentang datang bulanku. Mas pikir aku nggak stress?" ucap Kania dengan suara yang hampir menangis.

"Dek, wajarlah ibu begitu. Nggak usah diambil hati. Mas akan anak pertama, jadi dia sangat mengharap cucu dari Mas."

"Makanya itu, Mas. Ayo kita adopsi aja. Adopsi anak itu nggak melulu bermasalah, kok. Kita bisa cari bayi yang baru lahir dan menyelidiki asal usul orang tuanya. Aku yakin tidak akan mengurangi rasa kasih sayang kita ke dia. Aku juga sudah banyak tanya ke teman-temanku yang lain, di mana kita bisa dapat anak adopsi dengan asal usul keluarga yang bisa dipercaya."

Dika tidak langsung menjawab. Ia hanya menarik napas dalam berulang kali dan memandang lurus ke depan, menghindari tatapan memelas istrinya.

"Gimana, Mas? Boleh, kan?"

"Adek yakin? Biar bagaimanapun mengurus anak orang lain, dan anak yang kamu lahirkan dari rahim sendiri itu pasti beda."

"Yakin, Mas." Lagipula aku nggak mau dihantui rasa bersalah terus-terusan. Baik sama kamu maupun sama ibumu. Aku ingin sedikit saja memberikan kebahagiaan untukmu dan aku rasa anak itulah yang bisa membuatmu bahagia, lanjut Kania dalam hati.

"Nanti mas pikirkan."

"Jangan lama-lama, ya, Mas. Aku pengen cepet-cepat menimang bayi."

Dika kembali mengusap lembut kepala Kania. "Sekarang kamu istirahat dulu, ya. Tidur duluan aja. Aku masih ada kerjaan."

"Iya, Mas," ucap Kania sambil merebahkan tubuhnya dan menarik selimut.

Setelah mencium kening Kania dan memastikan kalau istrinya itu sudah terlelap, Dika meninggalkan kamar mereka dan menuju ke ruang kerjanya. Di sana Dika mengambil ponsel dari dalam lacinya dan menghubungi seseorang.

"Halo, Sayang. Udah tidur? Gimana Aksara?"

***

Satu minggu berlalu, Dika akhirnya menyetujui permintaan Kania untuk adopsi anak. Ia pun mengajak istrinya itu ke sebuah yayasan yatim piatu yang sudah ia pilih.

"Gimana, Pak, Bu? Bayi ini baru dilahirkan dan beberapa hari lalu dia saya temukan dalam keranjang bayi di depan pintu yayasan. Miris memang. Di negara ini masih saja banyak kasus serupa. Tanpa ada tindakan dari pihak berwenang untuk mencegah kasus penelantaran bayi yang tidak diinginkan seperti ini," ucap wanita bersafari hitam. Ia menyertakan nada kasih yang cukup besar dalam kalimatnya yang terakhir.

"Tampan ya, Mas? Aku suka," kata Kania seraya pandangannya terpancang pada bayi lelaki di depannya. Sejenak kemudian ia memutar kepalanya ke arah sang suami. Keinginannya untuk membahagiakan Dika mencapai puncak Rinjani, hingga tidak perlu berpikir dua kali saat Dika mengajaknya ke Yayasan Sayap Ibu: yayasan yatim piatu yang tidak jauh dari kediaman mereka.

Dika tersenyum hangat seraya merangkul bahu Kania. "Kami mau bayi ini, Bu."

Atas usulan Dika, mereka menamai bayi lelaki itu Aksara. Bayi yang diharap bisa membuat rumah tangga Kania dan Dika semakin dilimpahi kasih sayang dan kesetiaan.

Satu bulan sudah Aksara menjadi bagian dari keluarga Dika dan Kania. Kania begitu menyayangi bayi itu selayaknya anak sendiri. Begitu pula dengan Dika. Lelaki itu bahkan sering berada di rumah. Namun, lambat laun Kania dihantui prasangka karena semakin lama anak itu kian mirip dengan Dika.

"Kenapa dia mirip sekali sama Mas Dika? Seperti anak kandungnya." Selalu itu yang ada dalam kepala Kania. Namun, Kania lekas menepis prasangkanya. Ia merasa tidak ada alasan untuk mencurigai sang suami. Toh, selama ini Dika selalu bersikap baik, manis dan begitu mencintainya. Bahkan, setelah bayi itu hadir, sikap Dika pada Kania semakin romantis.

Tangisan Aksara yang baru bangun tidur membuat Kania tersentak. Dengan cepat dia menimang Aksara lalu membawanya ke dapur. "Kamu haus, ya? Sebentar mama buatkan susu, ya."

Tak lama ponsel Kania berbunyi. Sambil menggendong Aksara, wanita itu lekas mengangkatnya. Ia pun tersenyum saat nama Nisya muncul. di layar. Tak berlama-lama, Kania langsung menarik tombol hijau ke atas.

"Halo, Sya. Akhirnya kamu nelpon. Ke mana aja sih? Udah lama ngilang. Ditelponin juga nggak bisa-bisa."

Di ujung telpon, sahabat baik Kania itu tertawa masam. "Sorry, Kan. Aku baru balik dari kampung. Ada banyak urusan di sana. Di sana kan sinyal juga susah. Eh, apa kabar kamu?"

"Baik. Eh Nis, ke sini, dong. Ada yang mau aku kenalin," ucap Kania bersamaan dengan tangisan Aksara yang kembali pecah.

Nisya mendadak diam, tapi dia lekas kembali bicara. "Kan, itu bayi siapa?"

"Anakkulah. Makanya ke sini, nanti aku kenalin. Eh, Sya, udahan dulu, ya. Mau bikin susu dulu, ni." Setelah mengucap salam, Kania langsung memutus panggilan.

Setelah telpon terputus, Nisya bersandar di kursi sambil menggigit bibir. Ia lalu tertawa sumbang dengan kedua sudut mata yang sudah berair.

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Keputusan Akhir

    Melihat Dika berdiri tak jauh dari posisinya, wajah Mahar sontak memerah. Urat-urat di dahinya langsung bermunculan. Ia pun mengepalkan tangannya kuat-kuat sambil menggemeretakkan gigi. Namun sedetik kemudian, kepalanya memutar ke arah Kania yang berdiri di sisinya. Keadaan wanita itu pun tidak jauh berbeda. Kania terus menunduk seraya meremas-remas jemarinya. "Tenang, Mir. Enggak usah takut. Ada aku," ucap Mahar seraya melingkarkan tangannya di bahu Kania dan mendekatkan tubuh wanita itu ke dadanya. Nisya pun seketika geram saat melihat Kania. Rasa cemburunya mendadak naik ke kepala. Terlebih melihat Dika yang terus memandangi Kania tanpa berkedip sedikit pun. Saat melihat Kania, Dika langsung menatapnya dengan pandangan penuh penyesalan. Ia ingin segera memeluk erat Kania tapi kakinya seperti terpaku. Dadanya mendadak sesak kala melihat Mahar melingkarkan lengannya di bahu Kania. "Sudah, Pak, cepat bebaskan suami saya. Saya tidak mau menghirup udara yang sama dengan mereka," uc

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Mafia Hukum

    Bagi Argantara, uang adalah segalanya. Meski saat itu ia sudah menjadi seorang pengacara yang sukses dan terkenal, tetap tidak bisa mengurangi ketertarikannya pada uang. Ia bahkan berkali-kali menggadaikan idealismenya untuk membela koruptor, demi mendapatkan bayaran yang fantastis. Untuk melancarkan kasusnya, Argantara sudah sering melakukan praktek di bawah meja. Ia pun cukup terkenal di kalangan kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Tentu saja sebagai pengacara yang terkenal loyal dalam hal negatif. Dalam memberikan komisi yang tidak main-main demi membebaskan sang klien. Saat sore itu Nisya menghubunginya untuk meminta bantuan, tanpa pikir panjang Argantara pun langsung menerima, karena Dika merupakan salah satu klien penting di kantornya. ***Setibanya Nisya di kantor polisi, ia kembali dikejutkan dengan kondisi Dika yang kacau balau. Wajah suaminya itu babak belur dan masih ada sisa darah di ujung bibir kirinya. "Ya Tuhan, Mas Dika. Kamu kenapa?" ucap Nisya sambil mengusap

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Bebas dan Terkurung

    Kania menggigit tangan Dika hingga pria itu memekik kencang dan melepaskan tangannya dari mulut Kania. "Sebaiknya kamu menyerah, Mas! Agar hukumanmu tidak semakin berat." Kania kembali berlari ke pintu dan mencoba membukanya. Sayangnya Dika sudah berhasil menyembunyikan kuncinya.Bersamaan dengan itu, di lantai bawah, Mahar beserta dua orang petugas polisi sudah tiba di lobi hotel. "Selamat siang, kami sedang mencari seseorang," ucap petugas polisi bernama Alfred. "Ada apa, Pak?" "Apa ada tamu yang bernama Aldika Pratama?"Petugas resepsionis itu tidak langsung menjawab. Ia bingung apakah harus melaksanakan permintaan Mahar barusan, karena ia tidak boleh memberikan informasi mengenai tamu hotel kepada siapa pun. Beruntung sang manajer hotel ikut bergabung. Setelah mendengar penjelasan dari Mahar dan petugas polisi, dengan cepat ia menyuruh resepsionis itu mencari nama tamu yang dimaksud. "Iya benar, Pak. Dia menginap di sini sejak semalam.""Di kamar berapa?"Resepsionis berambut

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Tanggung Jawab

    "Sah," ucapan para jamaah Solat Jumat di masjid perumahan Galih tinggal membahana, menambah keharuan dan kesakralan suasana yang sedang tercipta: meski tidak dihadiri oleh mempelai wanita. Mahar lekas mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Mulutnya pun tak henti mengucap syukur karena saat itu telah resmi berstatus sebagai suami Kania. Bersamaan dengan itu, ingatannya terbawa ke masa satu jam lalu. Saat Mahar masih berusaha meyakinkan Galih bahwa ia benar-benar ingin menikahi Kania."Tapi Kania kan belum ketemu. Kita juga nggak tahu bagaimana keadaannya nanti? Dia masih hidup atau ...." "Pak, saya yakin Kania masih hidup. Dia pasti selamat. Lagi pula saya nggak peduli. Bagaimanapun keadaannya nanti, saya tetap ingin menikahi dia. Jadi tolong nikahkan kami."Galih akhirnya menyerah dan menuruti permintaan Mahar. Mahar pun lekas memberitahu Fitri agar segera hadir ke masjid tempat berlangsungnya akad nikah. Setelah acara selesai Galih langsung memeluk erat Mahar. Air mata lelaki it

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Kotor

    "Gimana, Pak? Apa ada informasi?" ucap Mahar setibanya ia di kediaman Galih. Galih menggeleng lemah, "Bapak sudah menanyakan semua orang di sini tapi tidak ada yang mengaku melihat orang asing." Sebelum Mahar tiba, Galih sudah mengumpulkan semua tamu, termasuk tim penyedia fasilitas yang mereka libatkan dalam acara. Mahar mengerutkan dahi. Dadanya yang sudah memanas mendadak sempit. Mir, kamu di mana? Please, kasih aku petunjuk biar bisa nolongin kamu. Aku harap kamu baik-baik aja. Firasatnya kalau Kania diculik semakin kuat. Tiba-tiba salah seorang petugas katering melihat ke arah para tim sound sistem. "Personal kalian yang satu lagi mana?" "Ini sudah semuanya. Siapa yang kamu maksud?" kata pemimpin tim sound sistem. "Tadi itu ada orang memakai topi hitam dan masker keluar dari sini sambil membawa koper besar. Katanya dia membawa sound sistem."Mahar pun sontak mendekat. "Kenapa, Mas?""Ini, Pak, tadi waktu saya sedang sibuk membereskan meja untuk prasmanan, ada laki-laki yang

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Iblis

    Setelah Kania terkulai, Dika lekas membopongnya dan menaruhnya di ranjang. Ia kemudian memasukkan tubuh Kania ke dalam koper besar yang ia temukan di dalam lemari Kania. "Jadi kamu dan Mahar akan bulan madu dengan menggunakan koper ini? Sayang sekali rencana itu aku hancurkan." Sesudah memastikan kalau kondisi aman: karena orang-orang masih sibuk di ruang depan, Dika lekas mendorong koper itu melalui pintu belakang. Ia juga menutupi wajahnya agar tidak ada yang mengenali. Lagi-lagi ia terbantu karena saar itu Galih sedang berada di depan menyambut para tamu yang berasal dari saudara jauh Kania. Dika lekas membawa tubuh Kania dan memasukannya ke mobil yang ia parkir di seberang rumah Galih. Ia sempat berpapasan dengan seorang petugas katering yang menanyakan mengenai koper yang sedang ia bawa, tapi Dika menjawab santai. "Ini hanya sound sistem." Karena petugas katering itu juga sedang sibuk menyiapkan penganan, ia langsung percaya dan tidak bertanya lebih lanjut. Tak lama setelah Di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status