“Apa yang kamu lihat, Cantik?” tanya Archi sambil berbisik kepada Shena.
Shena terperanjat hingga menabrak pot bunga yang ada di tepian halaman depan rumah Clara. Sontak orang yang berada di dalam rumah itu terkejut lalu mengintip ke arah jendela. Mereka melihat Shena dan Archi sedang berdiri, memandangi satu sama lain.
“Apa mereka melihat kita?” tanya Clara sambil menoleh ke arah orang yang ada di depannya.
“Cepat cek!” titah orang itu.
Clara keluar dari rumah, dia melihat Shena seperti orang ketakutan. Meski terpaksa, perempuan itu terpaksa bersikap baik di depan sahabatnya.
“Shena, kamu kenapa?” tanya Clara.
Shena menoleh ke arah Clara. Dia yakin kalau tadi yang dia lihat Clara bersama Alan. Mereka seperti orang sedang bermesraan.
“Ra, ada hubungan apa kamu dengan Alan?” tanya Shena serius.
Clara mendengus keras. Bibirnya sedikit mengerucut tetapi kebohongan masih harus berlanjut. Perempuan itu mendekat ke arah Shena. Dia memegang kedua bahu Shena, mencoba meyakinkan sahabatnya itu.
“Shena, aku dan Alan kan cuma berteman. Kenapa kamu curiga sama sahabatmu sendiri?” balas Clara mencoba membela diri.
Shena mengerutkan kening. Nyonya Aryan itu merasa ucapan Clara hanya sebatas pembelaan ala kadarnya. Dia melepaskan tangan Clara cukup kasar.
“Baiklah, sekarang aku paham. Sepertinya aku salah lihat. Kamu dan Alan mana mungkin mengkhianatiku,” ucap Shena sembari menatap Clara tajam.
Archi tidak mau diam dan menonton. Lelaki itu kembali berusaha merayu Shena dengan menarik jemarinya.
“Shena, dari pada kamu bersama perempuan ini lebih baik pergi bersamaku,” bujuk Archi.
Diam-diam, Aryan memperhatikan Shena, Archi yang berusaha mengambil kesempatan mendekati Shena. Entah kenapa rasanya ingin marah-marah melihat istrinya didekati oleh lelaki lain. Tangannya terus mengepal. Dia bahkan sudah turun dari mobilnya. Namun, dia terus menahan diri sampai waktu yang tepat.
Shena menarik tangannya. “Jangan pegang!”
Shena berusaha menghindari Archi dan mengambil satu langkah ke belakang. Netranya kemudian teralihkan pada sosok Alan yang sedang berjalan menghampirinya.
“Sayang, akhirnya kamu memilih ke sini. Ayo masuk ke rumah Clara,” ajak Alan masih bersikap baik.
Shena mengerutkan kening. Sekarang situasinya semakin terasa janggal. Mereka bertiga seolah berusaha merayunya. Shena merasa risih dan memilih untuk pergi meninggalkan kediaman Clara.
“Alan, kenapa kamu ke rumah Clara?” tanya Shena sembari terus mengambil langkah mundur.
Alan memutar bola matanya cepat. Dia harus meyakinkan Shena untuk tetap tinggal dan menjauh dari Aryan.
“Aku sedang berdiskusi dengan Clara untuk membebaskanmu dari Aryan Mahendra. Kebetulan di sini ada Archi Mahendra, dia sepupu suamimu. Kita bisa meminta tolong padanya, Shena,” bujuk Alan.
Shena mendengus keras. Perempuan itu tertawa sambil menengadahkan kepalanya. Sekarang kecurigaannya semakin terbukti.
“Kenapa kamu tertawa, Na?” tanya Clara heran.
Shena menengok ke belakang, jarak dirinya dengan pintu keluar semakin dekat. “Ternyata selama ini aku bodoh. Kalian bekerja sama untuk menjebakku, kan!” tudingnya dengan penuh keyakinan.
Clara, Alan dan Archi mengerutkan kening. Mereka tidak mau kebohongannya terbongkar. Clara mencoba mendekati Shena, tidak mau sahabatnya semakin tidak mempercayainya.
“Shena, kamu salah paham. Kita berniat membantumu,” bujuk Clara sambil mengulurkan tangan. Dia ingin meraih tangan Shena untuk ikut ke rumahnya bersama-sama.
Shena menggeleng. “Bohong!”
Alan melihat Shena menjauh merasa usahanya sudah gagal. Dia berusaha mengejar Shena yang sedang berjalan cepat meninggalkan mereka.
“Cepat kejar!” titah Archi dengan wajah tidak ramah.
Alan terus membujuk Shena meskipun perempuan itu tidak mengindahkannya. Alan berlari, berusaha mengadang Shena. Lelaki itu memeluk Shena begitu erat supaya perempuan itu tidak kabur. Di saat itulah kesabaran Aryan Mahendra habis.
“Beraninya kamu memeluk istriku!” Aryan segera memukul wajah Alan sehingga lelaki itu tersungkur.
Shena terkejut dengan kehadiran Aryan yang datang tiba-tiba. Di satu sisi hatinya sedih karena Alan dan Clara tidak mau mengaku perselingkuhannya, di sisi lain hatinya bersyukur Aryan datang menghampirinya.
“Kamu itu cuma ingin membalas dendam. Kenapa kamu melampiaskannya pada Shena? Harusnya kamu cari kakaknya Shena!” Alan tidak terima Presdir tampan itu berusaha merebut kekasihnya.
Aryan tidak mau banyak bicara, dia merangkul Shena erat. Dia tidak mau apa yang menjadi miliknya direbut oleh orang lain. Kebetulan sekali, Shena tidak menolak ajakan darinya.
“Shena, tolong jangan ikuti dia! Memangnya kamu mau hidup bersama orang yang akan membuatmu menderita?” Alan berusaha mengguncangkan hati Shena.
Langkah Shena terhenti saat mendengar ucapan Alan. Perempuan itu menoleh, tetapi tatapannya penuh kecewa.
“Kenapa kamu tidak jujur, Alan?” batinnya.
Aryan mengguncang tubuh Shena. “Apa kamu mau ikuti aku atau pergi dengannya?”
Shena tidak menjawab tetapi dia meneruskan langkah bersama Aryan. Dia bersumpah untuk membalas semua orang yang telah menyakitinya tidak terkecuali berikut suaminya.
Senyum Aryan mengembang saat Shena memilih mengikuti dirinya padahal tadi dia memilih kabur mengejar Alan. Lelaki itu berjalan menuju lamborghininya. Tangannya masih erat merangkul Shena. Namun, langkah mereka terhenti saat melihat seseorang berdiri di dekat pintu mobil sport itu dengan wajah penuh darah.
“Kamu?” Netra Aryan membulat sempurna.
Suasana di lantai lima apartemen tersebut terbilang sepi. Belum ada terlihat penghuni yang berkeliaran di sekitar sana. Isak tangis Shena terdengar begitu lirih memenuhi selasar apartemen tersebut. Terdengar suara langkah sepatu pantofel yang berjalan semakin mendekat.Shena tidak mau mengangkat kepalanya. Dia terlalu takut jika itu adalah Aryan. Meskipun suaminya, rasanya masih berat untuk melihat wajahnya saat ini. Namun, aroma wood yang melekat kuat di tubuh Aryan tidak tercium saat ini.“Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya suara bariton yang begitu familiar di telinga Shena.Shena mengangkat kepalanya, mencoba membuka mata dan melihat siapa yang berada di hadapannya kini. Meskipun matanya kurang jelas karena dipenuhi air mata, tetapi dia masih bisa mengenali orang itu adalah Edward. Lelaki itu menurunkan lututnya lalu mengusap wajah Shena tanpa ragu.“Hah,” jawab Shena.
“Brian cepat berikan laporan keuangan dan penjualan kita sekarang!” Aryan yang baru saja datang ke kantor langsung menyalakan komputernya. Dia segera melihat grafik penjualan selama setahun belakangan ini.“Baik Pak,” jawab Brian yang segera mengambil berkas laporan keuangan dan penjualan selama setahun belakangan ini.Aryan segera mencari file tentang statistik penjualan dan juga keuangan. Beberapa reject dari bahan mentah hingga barang jadi yang tertolak karena produk tidak sesuai dengan permintaan. Matanya berkunang-kunang saat melihat begitu banyak barang reject meskipun masih memberikan keuntungan tetapi tidak banyak.“Brian, kenapa pengeluaran bulan ini besar? Saya tidak pernah menyetujui proyek pembuatan pakaian ini. Kenapa sekarang proyek ini terlihat membengkak sedangkan penjualan masih dibawah margin?” tanya Aryan.Brian melihat di tabletnya file
Sejak pengakuan perasaan Aryan, hubungannya dengan Shena semakin membaik. Terakhir kali saat di pantai, mereka menghabiskan malam panas bersama diiringi dengan deburan ombak yang menggema di seisi cottage-nya. Saat bangun pagi, pipi Shena merona kemerahan. Dia merasa malu pada dirinya sendiri.Malam itu dirinya menjadi liar, seperti burung yang baru dilepaskan dari sangkar. Shena meliuk, mendesah semakin menggila saat Aryan memperlakukannya begitu lembut. Kali ini Aryan sudah tidak mempedulikan apapun. Dia ingin membina rumah tangga yang harmonis dengan Shena.“Aku akan memenuhi janji yang pernah kuucapkan saat kau pergi dari kamar itu. Aku akan menjadikanmu milikku dan tidak akan kubiarkan kau lepas,” gumam Aryan yang sedang menikmati lahan tersembunyi milik istrinya.Sinar mentari mulai memasuki kamar bernuansa industrialis milik Aryan. Kelopak mata Shena mulai terbuka perlahan saat s
Hubungan Alan dan Clara mulai tidak baik. Clara cemburu melihat Alan yang seolah mencoba mendekati Shena lagi. Perempuan itu semakin membenci Shena yang bertindak seperti wanita lugu tetapi nyatanya dia mahir memainkan perasaan lelaki.“Alan, kapan pernikahan kita segera dilaksanakan? Kamu tahu kan aku sedang hamil,” desak Clara sembari mengusap perutnya.Alan yang sedang membaca laporan seketika mengangkat kepalanya. Dia menatap tajam ke arah selingkuhannya itu. Napasnya terdengar berat dan tangan mulai mengepal.“Hamil? Kalau begitu kita lakukan USG sekarang juga,” tantang Alan yakin.Clara menelan salivanya kasar. Sudah pasti bualannya itu tidak akan mempan untuk Alan. Mereka adalah pasangan tukang ngarang handal yang sering membuat korbannya hancur.“Kenapa kamu enggak percaya sama aku? Kita melakukannya sering, Alan. Hampir setiap malam kamu tanam benih, kena
“Astaga!” Shena menutup mulut dengan tangannya.Aryan segera mendorong tubuh Prisilia. Dia tidak mau Shena salah paham dengan kelakuan mantan kekasihnya itu.“Apa-apaan ini!” Aryan mendorong tubuh Prisilia dan langsung menutup pintu kamar dan menguncinya.Shena tidak terkejut melihat Sisil melakukan tindakan seperti itu. Sejak awal pun dia memang berniat untuk merebut hati Aryan. Namun, kali ini Aryan dengan tegas mengeluarkannya dari kamar. Ada perasaan senang di hati Shena, mungkin suaminya benar-benar tulus ingin berubah.“Aku bisa jelaskan, Shena.” Aryan bergegas memegang kedua bahu istrinya.Shena mengangguk, “Sudahlah.”Aryan mengembuskan napas lega. Dia merangkul dan membawa Shena pergi ke meja makan untuk menikmati sarapan bersama. Mereka duduk di tepian jendela dengan pemandangan cantik yang disuguhkan oleh Tuhan untuk insan di bumi.Tangan Aryan mengusap dan mencium jemari istrinya. “Terima kasih sudah percaya padaku.”Sinar mentari mulai menyinari tempat mereka berada. Caha
Shena membeku, tidak bisa berkata-kata lagi. Matanya seperti ditaruh irisan bawang merah. Ungkapan ini tidak pernah dirinya dengar dari bibir Alan. Kisah cinta mereka hanya berawal dari pernyataan suka tanpa ada getaran seperti saat ini. Mata Shena dan Aryan saling beradu, menatap begitu dalam dan syahdu. Perlahan langit semakin menunjukkan warna aslinya. Taburan bintang mulai menghiasi langit kota. Suasana menggelap, tetapi secerca sinar temaram memberikan siluet indah di tempat itu. “Pembual!” umpat Shena mencoba mengalihkan suasana yang membuatnya terhanyut. Aryan tidak terpancing kata-kata provokatif Shena. Dia tahu, mana ada orang yang percaya dengan ucapannya setelah memaki dengan kasar. “Terserah, mau percaya atau tidak. Aku sengaja membawamu ke kantor, mengenalkan kepada klien dan investor hanya untuk memberitahu kepada seluruh dunia kalau aku memilikimu. Caraku memang tidak seindah rayuan Romeo atau Deni Cagur, tapi inilah aku.” Hati perempuan mana yang tidak terenyuh den