Share

Suamiku Semakin Semena Mena

Author: CheRy
last update Last Updated: 2023-07-07 01:20:19

Mas Reno berbalik badan. Ia tampak kaget melihatku yang sudah berdiri di antara baju dan barang pribadi yang telah berserak akibat ulahnya tadi.

"Mas, mari kita bahas semuanya dengan kepala dingin," kataku mencoba berucap dengan nada yang lembut.

"Tidak Malaya. Tak ada yang perlu kita bahas lagi untuk ke depannya. Seribu kesalahanmu masih bisa aku maafkan, tapi jika masalah rumah tangga sudah berkaitan dengan perselingkuhan, aku tak akan sudi untuk berdamai. Tak ada kata tolerir untuk pengkhianatan! Kau jelas-jelas telah berselingkuh di belakangku dengan lelaki lain. Bahkan, sampai sanggup tidur dengannya. Berbagi peluh, berbagi erangan, berbagi kenikmatan!" ucapnya dengan nada tak se-menggebu-gebu tadi, tetapi penuh penekanan tegas di indra pendengaran.

"Dari mana mas mendapatkan semua foto-foto menjijikkan itu?!" tanyaku akan asal usul foto jahanam yang menjadi bukti kuat Mas Reno menuduhku telah berselingkuh.

"Dari mananya foto-foto itu kamu tak perlu tahu, Malaya," balas Mas Reno cepat atas pertanyaanku.

"Tentu perlu, Mas! Karena foto itu yang menyebabkan kita berdua seperti ini!" jawabku lantang.

"Tak perlu lagi kamu membahas soal foto, yang jelas itu semua sudah menjadi bukti kuat atas perselingkuhan mu!"

"Foto bisa diedit, Mas. Malaya yakin itu. Mari kita cari kebenarannya bersama-sama. Siapa dalang di balik ini semua yang menginginkan kehancuran rumah tangga kita!"

"Ya, kamu benar Malaya. Foto bisa diedit tapi tidak video dengan wajah asli kamu!"

"Dari tadi kamu terus mengatakan tentang video. Jika benar ada bukti seperti itu, tunjukkan pada Malaya!" tantangku pada lelaki yang bergelar suami itu.

"Tentu! Aku akan menunjukkannya padamu. Tapi setelah itu, kau akan tau akibatnya!"

Mas Reno mengambil ponsel di saku celananya. Mengutak atik sebentar lalu terdengarlah nada pesan masuk ke dalam ponselku. Benda pipih itu terdengar di antara tumpukan baju dan make up karena tadi memang benda itu berada di atas meja rias.

Kubuka ponsel dengan cepat lalu menuju pesan pada aplikasi berwarna hijau. Kuunduh beberapa saat lalu klik mulai.

Permainan ranjang dua manusia berlainan jenis itu begitu jelas terekam. Tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami berdua. Pun, lagi-lagi wajahku yang terlihat sedangkan sang lelaki tak tersorot. Namun, bisa dipastikan jika ia bukanlah Mas Reno.

Aku hanya terkulai lemas di bawah tubuhnya dengan mata terpejam tanpa adanya perlawanan. Tubuhku bergerak karena mendapat hentakan dari pria itu. Ia terus memacu diri ini yang sesekali mengeluarkan suara lirih dan lemah.

"Emmh ... eemmh ... Mas Re mmmfffth ...."

Suaraku tertahan, karena lawan yang berada di atas membekap mulut dengan bibirnya. Benar-benar menjijikkan!

Stok oksigen serasa berhenti, tubuh gemetar, tungkai kaki melemah. Aku ambruk ke lantai bersama denting air mata. Kubekap mulut agar tak histeris. Pantas saja Mas Reno begitu marah sehingga sanggup memperlakukanku seperti ini dan berniat mengusirku dari rumah.

"Maas ...."

Lidah memanggilnya lemah merasa tak kuasa dengan apa yang barusan kusaksikan di layar ponsel. Itu memang diriku. Tapi demi Tuhan, segila gilanya aku tak akan pernah mau melakukan hal-hal seperti di dalam video dengan orang lain selain suamiku sendiri. Mas Reno tak menjawab. Lelaki bercambang tipis itu kembali menuju lemari lalu mengeluarkan koper yang tersusun di bawah lemari gantung. Benda persegi itu ia campakkan kasar tepat di depanku.

"Sudah kau saksikan sendiri, bukan? Perempuan terkutuk di dalam video itu kau, Malaya Aurora! Sekarang, kemasi barang-barangmu dan enyahlah dari hadapanku!"

Tak kuhiraukan perkataan Mas Reno. Ponsel yang masih memutar adegan panas itu terlepas dari genggaman. Aku memeluk tubuh yang memaku di lantai dingin— menggigil—menggigil karena syok.

"Pergi dari sini sekarang juga!"

"Aaaaahhk!!! Hiks hiks hiks."

Aku menjerit sekuat-kuatnya, melepaskan sesak di dada akibat rasa benci, kecewa dan tak percaya pada diri sendiri. Aku tak terima. Tak mungkin! Bagaimana bisa? Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa aku yang berada di dalam video itu!? Tidak?! Itu pasti rekayasa. Semua rekayasa! Pasti! Pasti! Aku merutuki diri. Terus menyangkal bahwa itu bukan aku. Bukan aku!

"Mas masih tak percaya, Malaya. Di balik wajah lugu dan tutur bahasamu yang santun ternyata hanya digunakan sebagai kedok untuk menutupi kebobrokan siapa dirimu yang sebenarnya. Pelacur!" rutuk Mas Reno sambil berjalan keluar untuk meninggalkanku.

"Jaga bicara kamu, Mas! Aku tak sudi disebut pelacur olehmu sedari tadi. Itu semua fitnah! Aku difitnah!" jerit dan sanggahku geram tak terima dikata-katain perempuan seperti itu olehnya. Mas Reno menghentikan langkah lalu berbalik badan menatapku tajam. Lelaki itu memasukkan kedua belah tangannya di masing-masing saku celana. Senyum sinis dihadiahkannya untukku.

"Hehehe. Jika bukan pelacur apa namanya, Malaya? Wanita terhormat? Begitu, hem?" sahutnya tak kalah geram dengan kekehan yang terdengar memuakkan bagiku.

"Beri waktu Malaya untuk membuktikan semua kesalahpahaman ini, Mas," rengekku melemah dengan isak tangis seperti anak kecil. Aku bahkan memegang kaki suamiku itu untuk melembutkan hatinya. Mengharap ia mau berbesar hati sampai aku merealisasikan semua ucapanku.

"Tak perlu!" Mas Reno menghentak kasar kakinya yang kupegang. Aku kaget hingga pegangan pada kakinya pun terlepas.

"Sudah kukatakan berkali-kali pergi dari rumah ini sekarang juga, atau aku akan bertindak lebih kasar lagi kepadamu, Malaya!"

"Tidak, Mas! Malaya tak akan pergi dari rumah ini sebelum bisa membuktikan kalau foto dan video itu palsu belaka!" Kembali aku bersuara lantang. Menyesal, mengapa tadi memohon di bawah kakinya. Ya, jika tak merasa bersalah buat apa takut? Aku akan tetap pada pendirian.

Mas Reno berjalan ke arahku lalu menjambak rambut yang tertutup hijab dengan kuat. "Keras kepala! Ternyata kau ingin melihat bagaimana diriku yang sebenarnya, ya! Ayo ikut!"

"Arrgkkh ... sakit!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat   Part 28

    "Bukankah Dokter Aslan sedang di luar kota, ya, Om?" tanyaku begitu nama dokter itu disebutkan.Bayang-bayang akan penglihatanku atas dirinya di rumah sakit tadi menghantarkan pada pikiran negatif. "Luar kota?" Om Abi membeo akan pertanyaanku. "Iya, Om tidak tau?" balasku. "Ck! Iya, mungkin Om kamu lupa. Iya, iya, Dokter Aslan udah balik dari luar kota. Baru aja. Tadi ... Tante sendiri yang memintanya untuk kemari," jelas Tante Nilam mengubah nada suaranya menjadi lebih lembut. "Oh, ya udah. Kalau begitu Malaya mau memeriksa jasad mama dulu. Mari, Om, Tante."Kusudahi membaur dengan mereka. Selanjutnya aku menuju jasad mama yang telah ditutupi lebih banyak lagi kain jarik. Kusentuh kaki membujur itu pelan-pelan. Mama ... maafkan Malaya. Karena Malaya, sampai membuat mama seperti ini. Bu Laila menatapku iba, begitu juga kedua wanita yang masih setia berada di sebelahnya. "Bu, maafkan saya, ya," ucapku pada ketua pemandi jenazah itu. Aku merasa jika sikap dan perkataanku yang men

  • Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat   Part 27

    "Oh, tadi saya lihat sama Non Syafira di taman samping, Non. Coba lihat dulu, mana tau masih di sana," jawabnya. "Baik, terima kasih, ya," ucapku lagi. "Sama-sama, Non," balasnya. Aku berpindah ke samping rumah. Kediaman mamaku memang begitu besar. Setiap sudut dipenuhi dengan berbagai aneka bunga bermacam warna. Di taman belakang tumbuh berbagai pohon buah dan pohon peneduh. Seperti pohon mangga, pohon rambutan, pohon ketapang, dan beberapa pohon lain yang aku lupa namanya. Kata mama, dulu—ia sendiri yang menanam dan merawatnya hingga sampai sesempurna ini. Ah, itu dia. Ternyata, putri kecilku memang sedang bersama tantenya—Syafira. Mereka menikmati gemercik air pancur yang diperuntukan untuk kolam ikan mas Koi kesayangan almarhum papa. Tawa dan canda terlihat dari raut dan bibir mereka. Aku berniat mendatangi keduanya melalui lorong yang menghubungkan kamar para pembantu dengan taman di mana gadis beda generasi itu berada. "Kenapa kamu ikutan bersuara di sana, Naina! Bagaimana

  • Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat   Part 26

    "Maaf, ibu dan bapak-bapak sekalian. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dari pihak ahli bait, sebaiknya kita semua kembali ke depan saja. Biarkan masalah ini ditangani dan diselesaikan dulu oleh pihak keluarga. Mari semuanya!"Pak RT berinisiatif membubarkan para pelayat yang masih memenuhi ruangan. Di ujung sana, tampak Bu Laila dan kedua temannya begitu kerepotan saat menjawab tanya dari beberapa ibu-ibu pelayat. Dapat kurasakan tatapan aneh dari berpuluh pasang mata itu setelah mungkin mendapatkan jawaban dari para pemandi jenazah itu. Bisik-bisik menjadi pelengkap. Ibarat sebuah hidangan di atas meja, akulah yang dijadikan menu utamanya. "Ayo bapak dan ibu sekalian, kita menunggunya di depan saja!" ulang Pak RT memberi perintah dan ajakan pada mereka yang masih terlihat enggan untuk meninggalkan tempat asal keributan. Kemungkinan tak enak hati untuk tak mengindahkan titah orang berpengaruh di lingkungan ini, akhirnya pada pelayat berangsur-angsur beranjak. Walaupun demikian, a

  • Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat   Part 25

    "Sialan kau! Berani-beraninya ikut campur urusan ma-ji-kan! Singkirkan tanganmu itu dariku! Atau ... kau akan menyesal saat ini juga!" perintah Mas Reno dengan menekanan kata 'majikan' untuk lelaki yang juga berstelan koko itu—Norman."Saya nggak akan ikut campur, Tuan Reno, andaikan anda bisa memperlakukan Non Malaya dengan lebih manusiawi!" sahut lawan bicara dari putra kebanggaan mama Chintya itu. Ucapannya terdengar santai. Namun, tegas di telinga. "Lancang! Kau itu hanya seorang jo-ng-os di rumah ini! Tak pantas menceramahiku!"DegMas Reno, tega sekali bibirnya mengeluarkan kata-kata itu. Bagai orang tak beradab, begitu entengnya ia mencela orang lain hanya karena status pekerjaan. Hei, apa pria itu lupa dengan status yang pernah ia sandang dahulu? Ya, status yang hampir sama persis dengan lelaki yang barusan ia hina. Mas Reno benar-benar telah mengubah sifat dan perangainya. Sifat dan perangai yang dulu begitu kubanggakan di dirinya kini telah memudar. Seiring memudarnya cint

  • Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat   Part 24

    "Apa-apaan kamu ini, Malaya? Kamu udah nggak waras, ya? Permintaan kamu itu sungguh gila. Mama udah meninggal. Kenapa harus mempersulit lagi?!"Aku membalikkan badan ke aska suara. Tak tahu darimana, tiba-tiba Mas Reno muncul. Tak segan, pria itu mengataiku gila dan tak waras di tengah keramaian dengan suara keras. Namun, aku tak ambil pusing. Kuanggap ucapannya hanya sebatas angin lalu yang tak ada faedahnya. Kembali badan kubalikkan ke arah papa tiriku. "Bagaimana, Om? Om setuju, kan, kita bawa lagi mama ke rumah sakit sekarang?" ucap dan tanyaku mengulang keinginan pada lelaki yang bergelar suami kedua mamaku itu. "Kamu ini memang benar-benar sudah gila, ya!" tukas Mas Reno sambil memaksa tubuhku untuk kembali melihat ke arahnya dengan penuh amarah. Amarah yang tersulut karena aku tak mengindahkan perkataannya tadi. Mungkin! Terlihat jelas jika pria itu menolak usulanku mentah-mentah. Padahal, aku tak meminta pendapatnya sama sekali. "Ay ...."Om Santo akhirnya membuka mulut. Na

  • Pembalasan Manis untuk Para Pengkhianat   Part 23

    Apa putriku bersama papanya? Atau dengan Om Santo? Otakku langsung terhubung kembali pada dua nama tersebut. "Tadi sama Tuan Reno, Non. Non Qai endak mau dipegang siapa-siapa kecuali ama papanya," jawab Mbok Lani terlihat tak enak hati. Raut wajahnya menyirat rasa bersalah. Aku terdiam sebentar."Yaudah, gak papa, kok, Mbok. Saya hanya khawatir aja. Takut anak itu merengek kayak di rumah sakit tadi kalau sama orang lain. Tapi kalau sama papanya, bagus lah," timpalku berusaha bersikap sewajarnya.Entahlah. Padahal kalau boleh jujur, aku sedikit gelisah saat tahu Qairen bersama pria itu. Pria yang meragukan darah dagingnya sendiri. Terlihat tubuh mama sudah diletakkan di atas meja khusus untuk memandikan mayit. Bu Laila, yang kuketahui selaku ketua dalam seluruh proses pardu kifayah jenazah di lingkungan kami melakukan tugasnya.Dimulai dengan doa memandikan jenazah, lalu mengguyur tubuh mama dengan air wewangian beberapa kali. Dilanjutkan dengan memberi sabun. Mengguyur air kembali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status