"Ma-aaf tuan," ujar Asep langsung menyambar pakaian nya dan segera berlalu keluar dari kamar.
Bara hanya diam dengan tangan terkepal dan mata yang memerah. Wajar saja saat Bara memasuki rumah seluruh pekerja di rumah ini berusaha mencegahnya menuju kamar..
"Tuan Bara mau makan?" tawar mbok Inah.
"Nanti aja mbok, terima kasih. Saya mau istirahat dulu mbok," jawab Bara santai menuju lantai atas.
"Atau tuan mau jus?"
"Gak."
"Mau kue?"
"Terima kasih, gak perlu melayani saya seperti itu saya biasa melakukan sendiri mbok,"
Bara menjelaskan, namun mbok Inah seperti tak putus semangat menawarkan Bara dengan sesuatu.
"Buah, tuan?"
Bara hanya menggeleng.
"Atau mau mbok buatkan minuman dingin tuan?"
Bara membalikkan badan menghadap mbok Inah yang tampak gelisah.
"Mbok sebenarnya ada apa?" tanya Bara.
"Gak ada apa-apa tuan, saya hanya menawarkan makan tuan."
"Mbok gak usah repot-repot, mbok kan sudah tau saya disini diperlakukan seperti apa. Dan juga saya bisa lakukan sendiri untuk hal-hal seperti itu mbok."
Mbok Inah tak mampu lagi menahan langkah kaki Bara yang sudah menaiki tangga menuju kamar Ainel.
Bara hanya tersenyum miris, mengingat usaha mbok Inah melindungi majikannya.
"Ternyata ini alasan mbok Inah manahan gua dari tadi," gumam Bara.
Bara melihat di atas tempat tidur, Ainel menarik selimut tanpa rasa bersalah. Tidur membelakangi Bara.
Bara melakukan serangan dengan kasar, tanpa menghiraukan rintihan dan jeritan Ainel yang bercampur dengan desahannya. Ainel menghindar saat Bara akan menyerang bibirnya.
Plaakk!
Satu tamparan mendarat di pipi Ainel.
"Kenapa lo menghindar, hah? Gua suami lo!"
Setelah beberapa saat Bara menyudahi permainan, Ainel luruh menangis karena merasakan seluruh tubuhnya sakit.
"Itu kan yang lo mau?"
"Jawab Ainel!"
"Sebegitu jablaynya lo sampai-sampai tukang kebun pun lo ajak."
"Bukan urusan lo!" Ainel menjawab dengan suara lantang.
Bara yang tersulut emosi, mencengkeram dagu Ainel dengan kuat. "Jelas menjadi urusan gua, karen lo sekarang sudah sah jadi istri gua."
"Hanya diatas kertas!" jawab Ainel.
"Gua memang bejat Ainel, tapi gua tahu hukumnya zina itu dosa Ainel."
"Tahu apa lo soal dosa?"
Bara mengepalkan kedua tangannya dengan gigi yang gemerutuk. "Sebaiknya lo mandi, silakan bersihkan diri lo," ujar Bara sedikit melemah.
Bara memegang kepalanya yang terasa sakit, Bara baru mengetahui ternyata Ainel juga memiliki affair sama tukang kebun itu. Dan yang parahnya semua pekerja di rumah ini mengetahui hal itu, mereka semua menutup mata dan telinga. Pura-pura tidak tahu dan sedikit melindungi.
"Wanita seperti apa yang menjadi istri gua ini?" gumam Bara frustasi.
Ainel keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk pendek menutupi bagian intimnya, Bara hanya melengos.
"Mulai sekarang, selama lo jadi istri gua, lo hanya boleh berhubungan sama gua!"
Ancam Bara sambil memasuki kamar mandi. Dibawah shower yang mengalir, Bara membiarkan air membasahi seluruh tubuhnya menghilangkan beban yang ada di kepalanya.
Saat Bara keluar dari kamar mandi, Ainel sudah kembali bergelung dalam selimutnya. Melihat Bara yang keluar kamar mandi, Ainel menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Bara hanya melirik sekilas kemudian ikut merebahkan diri disebelah ainel.
"Siapa saja dari para pekerja lelaki di rumah ini yang sudah lo ajak untuk memenuhi hasrat lo?" tanya Bara tanpa melihat kearah lawan bicaranya.
"Bukan urusan lo!" ketus Ainel.
"Jelas urusan gua, karena lo istri gua. Persetan mau di atas kertas diatas ranjang gua gak peduli. Selagi lo masih istri gua lo tidak boleh melayani pria manapun kecuali gua."
"Kenapa lo tertarik sama badan gua?" tanya Ainel.
"Karena lo istri gua, gua jijik melihat lo sembarangan hubungan dengan orang lain."
"Satu hal lagi, selama menjadi istri gua lo harus nurut. Kalau gak lo akan tahu sendiri nasib lo dan anak ini," ujar Bara sambil menunjukan perut Ainel.
"Gua gak peduli dengan anak ini," ujar Ainel dengan santai.
"Lo gila ya," Bara emosi dan mencekik leher Ainel hingga Ainel kesulitan bernafas.
Ainel menggeleng-gelengkan kepala untuk melepaskan tangan Bara yang kuat.
"Lee-pp-pas," ujar Ainel dengan nafas tersendat.
Bara melepaskan cengkraman tangannya dileher Ainel dengan keras membuat Ainel terbatuk-batuk mencari udara untuk menstabilkan nafasnya.
"Lo benar-benar sudah gila!" teriak Ainel saat nafasnya sudah mulai teratur.
"Gua hanya memberikan rasa, apa yang dirasakan oleh anak lo yang akan terlahir tidak diinginkan."
"Lo hampir membunuh gua, Bara!"
"Itu hanya permulaan Ainel."
Bara beranjak dari ranjang dan menuju sofa untuk segera tidur, karena malam akan semakin larut.
Bara tidur dengan berbantalkan tangannya memandang keluar jendela yang gordennya sengaja Bara buka agar dapat memandang bintang di langit.
Langit seolah-olah menertawakan keadaan Bara yang seakan menjadi suami yang tak berguna yang bahkan menyaksikan pergumulan Ainel yang sudah tertulis secara sah menjadi istrinya dengan orang lain yang tak lain adalah tukang kebun di rumahnya sendiri.
Bara memandang langit yang gelap sambil memejamkan matanya yang sangat sulit terpejam. Bahkan angin malam yang berhembus lembut mampu menusuk kulitnya yang tanpa selimut.
"Bara! Kenapa jendela dan gordennya gak lo tutup!" teriak Ainel dari ranjangnya.
"Biar udara masuk," jawab Bara santai.
"Dasar udik, kamar ini ada AC nya!"
"Gua mau kena angin malam, salah?" tanya Bara seraya duduk disofa dan menatap tajam kearah Ainel.
"Gua kedinginan," ujar Ainel takut saat melihat sorot tajam mata Bara.
"Pake selimut lo!"
"Gua gak bisa kena angin malam," ujar Ainel.
"Yakin?" tanya Bara sambil berdiri menatap kearah Ainel.
Ainel hanya menggeleng takut saat Bara mulai mendekat.
"Yaudah silakan lo lanjut," ujar Ainel sambil menarik selimut hingga ke atas kepalanya.
"Jangan mengajak Bara bermain-main Ainel," gumam Bara sambil kembali merebahkan diri diatas sofa yang empuk itu.
Ainel bergelung dalam selimutnya dan sedikit merasa takut melihat sorot tajam mata Bara. ternyata Bara adalah bukan orang yang bisa Ainel lawan dengan cara apapun.
Melalui malam yang lambat akhirnya Bara terlelap sambil dibelai oleh angin malam yang terus mengibaskan gorden kamar tersebut.
Saat tengah malam, Bara merasa haus di kamar tidak tersedia minum. Bara keluar kamar akan kebawah menuju dapur, dia melewati ruang kerja tuan Hario. Terdengar suara dua orang didalam sana, Bara berusaha untuk menguping namun tidak kedengaran dengan jelas. Yang Bara dengar di dalam sana seperti dua orang lelaki dan perempuan.
Bara hanya mengerutkan keningnya mendengar hal tersebut.
“Kangen Alma,” ujar Ainel saat keduanya sedang duduk santai setelah menikmati makan malam.“Besok kan pulang, malam ini nikmatin dulu malam pertama kita,” ujar Bara sambil tersenyum.“Malam pertama apanya, Bar,” kekeh Ainel.Keduanya malah tertawa.Bara merengkuh tubuh sang istri kedalam pelukannya, mendekatkan wajahnya pada Ainel hingga tak ada jarak antara keduanya.Tidak ada yang berubah, Bara selalu memperlakukan Ainel dengan lembut, hingga Ainel memejamkan matanya menerima setiap sentuhan Bara.“Thanks sayang,” ucap Bara mengecup pelan kening Ainel, yang menyembunyikan wajahnya di bawah bantal karena malu.Ainel hanya mengangguk di balik selimutnya.“Hei, lihat gua dong,” goda Bara sambil terkekeh.“Udah sana, gua mau tidur. Ngantuk, besok kan kita harus pulang anak-anak udah menunggu,” ujar Ainel.“Pagi-pagi besok kita harus anterin Alana dan dan Ben ke bandara, mereka mau pulang,” ujar Bara memberitahu Ainel.“Oh iya, ya ampun gua belum beli oleh-oleh buat mereka,” ujar Ainel h
Semua puas dengan hasil terbaik yang dibuatkan butik pilihan bu Bira.“Nanti kamu akan dijemput sama Alin,” ujar Bara melihat kearah Ainel.“Iya,” jawab Ainel singkat.“Kok sedih?”“Sebenarnya gua ini anak siapa, Bar?” tanya Ainel sambil menahan tangis.Bara tidak menjawab hanya merengkuh Ainel kedalam pelukannya.“Semua orang disini menyayangi kamu,” ujar Bara sambil mengelus rambut Ainel.“Tidak dengan mama papa, mereka hanya menginginkan harta.”“Mereka menyayangi kamu, hanya berbeda cara. Sudahlah, jangan sedih. Calon pengantin gak boleh sedih,” ujar Bara menghapus jejak airmata di pipi Ainel.Ainel hanya terdiam, dan berlalu ke kamarnya. Iya besok adalah hari pernikahan nya dengan Bara, sedangkan kedua orang tuanya sedikitpun tidak peduli dengannya.Bahkan hanya sekedar menelepon menanyakan kabar pun tidak.**Hari yang dinantikan pun akhirnya telah tiba. Semua orang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kesibukan dirumah lebih dari biasanya, bahkan bik Rasi dan mbok Inah ta
"Kamu sudah siap?""Siap dong!""Kamu cantik!""Sejak lahir!"Keduanya tertawa. "Ehm," deheman Jojo membuat keduanya semakin mengeraskan tawanya. "Acil tuh udah nunggu lo lamar, Jo," sambung Bara. "Setelah bapak dan ibu nikah baru deh saya lamar Acil," jawab Jojo. "Lo serius, Jo?" tanya Bara kemudian. "Serius dong pak, sampai kapan saya harus jadi jones kayak ini," sahut Jojo dari balik kemudi. Bara hanya tertawa mendengar candaan Jojo. Saat ini Bara dan Ainel sedang dalam perjalanan menuju toko milik Ainel, untuk menyiapkan pembayaran gaji karyawan, laporan barang masuk dan keluar juga nanti Ainel akan menyerahkan kepengurusan toko sepenuhnya kepada Nani. Kedepannya Ainel hanya akan datang satu bulan satu kali, dan akan memantau dari rumah saja. **Pernikahan keduanya pun hanya tinggal menghitung hari, pak Tigor benar-benar bisa diandalkan. Pengurusan surat tersebut bisa selesai dalam hitungan minggu. "Semuanya sudah selesai?" tanya Bara saat suatu siang pak Tigor datang ke
“Kamu kenapa?” kali ini Bara yang heran melihat tingkah Ainel yang menenggak kopinya sampai ludesAinel hanya diam dan menggeleng membuat Bara sedikit bergidik ngeri melihat tingkah Ainel di tengah malam seperti ini.“Kamu haus?” tanya Bara lagi.Lagi-lagi Ainel hanya menggeleng.Bara memegang tangan Ainel dan menatap dalam mata Ainel.“Terus ngapain kamu ngabisin kopinya?” tanya Bara.“Biar kamu gak bisa minum dan begadang,” ujar Ainel.Bara hanya menggeleng dan tersenyum.“Tapi nanti malah kamu yang begadang,” ujar Bara pelan.“Aku mah gak mempan kopi kalau mau tidur ya tidur aja,” kekeh Ainel.“Thanks, Nel,” ucap Bara yang kemudian mendaratkan kecupan lembut di pipi Ainel membuat Ainel mematung.Padahal bukan hanya baru sekali mendapatkan kecupan dari Bara, entah kenapa Ainel masih saja terasa aliran darahnya berhenti mengalir mendapat perlakuan lembut tersebut.“Ehm,” ujar Bara berdehem membuat Ainel tergugup.“Kok cuma diam?” tanya Bara lagi.“Gapapa, mau ribut juga gak kedengar
“Duh ini cantik banget,” puji tante Ovi yang punya butik kepada Ainel.“Menantu idaman banget deh ini, cantik, sederhana dan murah senyum lagi,” kembali tante Ovi berseloroh. Namun, bu Bira hanya diam tidak menjawab.“Udah deh lo ukur aja secepatnya,” protes bu Bira.“Santai dong Bira, gua mau cari model yang cocok untuk dia. Sebenarnya model apa aja cocok, secara orangnya kan cantik banget, tapi tadi kata masnya minta yang tidak terbuka. Ya kan cantik?” tanya tante Ovi kepada Ainel.“Iya tante,” jawab Ainel pelan.“Suaranya aja merdu gini.”Bara hanya tersenyum mendengar pujian dari tante Ovi, karena memang benar apa yang dikatakannya kalau Ainel memang cantik.Tidak ada yang bisa menandingi kecantikan Ainel, dengan tubuh yang proporsional seperti seorang model.“Kenapa mesti mengadakan resepsi? Harusnya kan bisa nikah aja langsung, udah selesai,” ujar Bu Bira kesal setelah mereka menghabiskan makannya.Dari butik mereka mengisi perut terlebih dahulu dan setelah ini akan mengajak ana
Bara memandang lekat ke arah Ainel yang terus menggeleng.“Jangan, Bara,” ujar Ainel.“Kamu tenang aja ya,” ujar Bara kemudian.“Bara, sebaiknya kamu pikirkan baik-baik, Nak,” ujar Bizar.Hario hanya tertawa sinis.“Apa yang harus dipikirkan, saya hanya meminta hak saya yang dulu dia rampas,” ujar Hario.“Baiklah saya setuju!” ujar Bara lantang.Ainel terduduk lemas, dan semua yang ada disana menatap Bara dengan pandangan yang sulit di artinya.“Dengan beberapa persyaratan,” lanjut Bara.“Bara… Bara, kamu masih mengajukan persyaratan sedangkan saya hanya mengambil apa yang menjadi hak saya,” ujar Hario sambil tertawa sinis.“Pelunasan hutang bukan hak anda!” jawab Bara yang membuat Hario terdiam.“Sebutkan syarat yang kamu mau!” ujar Hario keras.“Saya akan kembalikan empat pabrik tersebut sebagaimana dulu kondisi yang saya terima. Kedua, setelah saya menikah dengan Ainel anda tidak berhak mencampuri rumah tangga saya apalagi mengganggu,” ujar Bara memandang sinis ke arah Hario.“Ter