“Kamu nggak bisa ngelakuin itu sendiri?” tanya Azzalyn dingin. “Aku kan cuma minta tolong. Masa’ gitu aja kamu nggak mau?” ujar Dwita sok sedih, membuat Azzalyn merasa mual mendengar nada suaranya. “Iyalah nggak mau. Emangnya aku pembantu kamu? Biarpun aku di sini hanya seorang Doorgirl, tapi bukan berarti bisa diperintah seenaknya. Kamu punya tangan dengan kaki kan? Biasakan untuk kerjakan semua sendiri, jangan selalu ngerepotin orang.” Kata Azzalyn tajam. “Loh kok kamu protes? Bukannya aku sok-sokan memerintah, tapi kan menjaga kebersihan ruangan ini adalah tugas kamu. Aku minta bawakan piring kotor dan buang sampah ke belakang memangnya itu salah?” Dwita mulai meninggikan suaranya. “Heh, anak Mami! Menjaga kebersihan ruangan ini adalah tugas kita bersama, tugas semua orang yang menggunakan ruangan ini. Jadi bukan aku aja yang harus bertanggung jawab kalau ruangan ini kotor. Kalian yang tadi di sini makan rujak, bikin sampah, ya seharusnya kalian yang beresin. Jangan nyuruh aku.
“Azzalyn, kau ada di mana? Apa kau sudah sampai di kost?” tanya Bintang, segera setelah Azzalyn mengangkat panggilan darinya.Saat sampai di hotel Dandellion, Bintang sudah tak lagi melihat ada Azzalyn di sana. Menurut keterangan sekuriti hotel, Azzalyn sudah pulang dengan menaiki ojek langganannya. Kini Bintang berniat akan menyusul Azzalyn, namun ia harus memastikan terlebih dahulu keberadaan gadis itu.Setelah sempat tak menjawab panggilann sebanyak tiga kali, baru pada panggilan keempat Azzalyn mau mengangkat telepon darinya.“Iya, aku baru aja sampai,” jawab Azzalyn dingin.“Apa kau marah?”“Kenapa harus marah? Memangnya ada sesuatu yang membuatku marah?”Mereka sempat terdiam beberapa saat.“Aku udah bilang kalau aku datang untuk menjemputmu. Namun ternyata tadi ada Dwita yang minta diantar pulang. Aku nggak enak untuk menolak.” Bintang menghentikan kalimatnya. Ia ingin mendengar terlebih dahulu respon dari Azzalyn.“Itu terserah padamu Bintang. Aku nggak punya hak untuk melaran
“Targetku hanya Riska. Tapi aku nggak bisa menjamin kalau nggak akan terjadi apa-apa pada mereka.” Ujar Azzalyn dingin.“Azzalyn, jangan bilang kau mau membalas Tante Riska dengan menyakiti anak-anaknya?”Azzalyn diam, dan Bintang sepertinya paham. Itu berarti tebakannya benar.“Mereka nggak punya salah apa-apa, Azzalyn. Yang membunuh keluargamu adalah Tante Riska.” Ujar Bintang hati-hati. Ia takut Azzalyn justru marah padanya.“Mbahku juga nggak bersalah, tapi Riska melibatkannya. Aku nggak akan membunuh orang, tenang aja. Aku hanya akan menyakiti perasaan Riska melalui anak-anak kesayangannya.”“Apa yang akan kamu lakukan pada mereka, Azzalyn?”“Kamu nggak perlu tahu. Yang jelas, aku udah merencanakan semuanya.”Bintang menghela napas. Ia tahu kalau tak mungkin bisa mengubah keputusan Azzalyn. Ia hanya berharap tak akan pernah terjadi apa-apa pada sahabatnya.***“Aku masuk dulu ya,” pamit Azzalyn saat baru saja ia turun dari motor.Bintang mengangguk dan mengambil helm ya
“Papa tahu, nggak akan mungkin bisa mengembalikan kebahagiaanmu yang dulu. Papa juga sadar kalau nggak akan pernah bisa menebus kesalahan Papa di masa lalu, tapi…”“Bisakah kau tak menyebut dirimu dengan sebutan Papa di hadapanku? Aku benar-benar benci mendengarnya!” potong Azzalyn.Krisna terdiam dan langsung menundukkan kepala. Hatinya sedih dan sakit mendengar kalimat dengan nada penuh amarah dan kebencian dari putri kandungnya itu. Yang ia harapkan saat datang ke sini adalah, dapat berbicara dari hati ke hati dengan Azzalyn. Setidaknya membuat gadis itu menghilangkan rasa marah padanya.Namun apa yang terjadi memang tetap sesuai perkiraannya. Hati Azzalyn telah mengeras bagaikan batu. Tak ada tempat sama sekali baginya untuk menempati ruang hati anak perempuan yang sangat ia sayangi itu.“Maaf, aku nggak akan menyebut kata itu lagi di depanmu,” ujar Krisna pelan, dengan susah payah menahan air matanya.“Sebenarnya apa tujuanmu ke sini? Apa kau nggak tahu kalau istrimu yang jahat i
Azzalyn merasa hatinya kembali sakit melihat foto-foto lama milik ibunya. Beberapa lembar foto hitam putih yang sudah agak kusam, namun masih terlihat jelas wajah orang yang berada di dalamnya.Tampak wajah Renita saat muda, sangat mirip dengan Azzalyn. Ada beberapa foto yang menampakkan kemesraan antara Renita dan Krisna, juga beberapa foto pernikahan mereka. Semuanya begitu membuat Azzalyn kembali menangis perih. Di masa lalu, ayah dan ibunya begitu bahagia dan tampak sebagai pasangan yang sangat serasi. Namun kehadiran Riska membuat semua hancur berantakan. Kebahagiaan yang seharusnya ia miliki saat ini, justru berubah menjadi kisah pahit yang begitu menyayat hati.Dengan air mata berlinang Azzalyn memeluk foto-foto yang kembali membuat segala kenangan lama bersama sang ibu kembali mencuat. Ditambah lagi ia jadi tiba-tiba menginginkan kembali sosok seorang ayah untuk berada di sampingnya.Setelah puas memandangi lembaran foto yang begitu membuatnya sedih, tatapannya beralih pada se
“Azzalyn, kamu dipanggil ke ruangan Bu Vera,” kata Arian.“Kenapa ya?” kening Azzalyn berkerut.“Nggak tahu juga sih. Tapi denger-denger katanya kamu mau dipinjem anak Banquet, buat bantuin nanti mau ada acara besar di ballroom.”“Kok bisa disuruh buat bantuin Banquet? Kita kan beda departemen?”Arian mengedikkan bahu. “Tanya aja deh sendiri sama Bu Vera.”“Ya udah kalau gitu aku masuk dulu ya.”Azzalyn menuju ke ruangan Vera. Saat dipersilakan masuk, ia melihat Vera yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.“Masuk, Azzalyn. Kamu duduk dulu di situ,” Vera menunjuk meja di seberangnya. “Saya selesaikan sebentar pekerjaan saya ya. Nggak lama kok.” Lanjutnya.“Baik Bu.” Ujar Azzalyn sambil mengangguk. Sembari menunggu atasannya yang sedang sibuk, Azzalyn melayangkan pandangan ke seisi ruangan. Terlihat rapi dan bersih. Ia ingat, terakhir kali ia ke ruangan ini adalah saat ia dipanggil dan diturunkan menjadi Doorgirl.Terdengar suara Vera berdehem, mengejutkan Azzalyn ya
“Acaranya tiga hari lagi, dan saya rasa kamu udah bagus banget menjalani tugas sebagai waitress,” ujar Dela, Supervisor Banquet yang melatih Azzalyn.“Semoga saya nggak mengecewakan ya Kak,” jawab Azzalyn merendah.“Nggak akan. Saya suka kok ngeliat cara kerja kamu. Selain penampilan kamu yang menarik, kamu juga luwes dalam memberi pelayanan pada tamu. Malah, kalau seandainya Banquet mau nambah personel, saya ingin narik kamu buat jadi staf tetap di Banquet,” Dela tersenyum manis.Azzalyn hanya bisa tersipu malu. Ia cukup senang mendengar pujian atas pekerjaannya.“Kamu mau kan?” tanya Dela ambigu.“Mau apa Kak?” Azzalyn bertanya balik.“Kalau Banquet kekurangan staf, saya mau tarik kamu. Soalnya saya senang sama cara kerjamu.”Azzalyn menjawab dengan ragu,” saya belum tahu Kak. Soalnya belum ada niat untuk berpindah departemen.”“Justru kalau ada kesempatan untuk pindah departemen harus diambil. Selain buat ganti suasana, siapa tahu di departemen yang baru kamu bisa cepat nai
“Azzalyn, kamu mau ke mana?” Dela yang mengejar Azzalyn hingga ke ruang belakang terlihat panik.Bagaimana tidak, tiba-tiba saja saat tamu yang akan dijamu datang, Azzalyn mendadak langsung membalikkan badan dan dengan satu kalimat membuatnya tersentak.“Saya pulang dulu Kak. Maaf saya nggak bisa melanjutkan pekerjaan malam ini.” “Tapi kenapa? Kamu sekarang sedang kerja loh. Meninggalkan tamu mendadak seperti itu adalah sesuatu yang sangat nggak sopan. Bahkan itu sebuah kesalahan yang fatal bagi kita sebagai hotelier. Mereka tadi datang menyapa kita, dan kamu... Jangankan menjawab sapaan dan memberi hormat, malah pergi dengan muka cemberut. Kamu mau kita semua, terutama saya, ditegur F & B Manager? Atau bahkan GM?” nada suara Dela terlihat sangat marah.“Maaf Kak, tapi saya benar-benar nggak bisa kalau harus melayani mereka. Entah itu malam ini atau saat acara di ballroom nanti. Saya mengundurkan diri!”Azzalyn baru saja hendak melanjutkan langkah, namun bahu kanannya didorong D