Bintang membolak-balikkan kartu nama di tangannya. Sementara Azzalyn tampak bingung melihat Bintang seperti sedang berpikir keras.“Kalau dilihat dari reaksi kamu, sepertinya kamu mengenal orang yang berada di dalam kartu nama ini, Bintang.” Ujar Azzalyn penuh selidik.“Iya aku kenal,” sahut Bintang pendek.“Jadi… kenapa ekspresi wajah kamu seperti itu?”Azzalyn bertanya lagi.Bintang kembali memandangi kartu nama bertuliskan nama ‘Reinhart Aditya Pratama’ itu dengan kening berkerut tanda berpikir.“Aku Cuma heran. Kamu bilang Om Kris yang memberikan kamu kartu nama ini. Dan di surat yang yang Om Kris tulis, Om Reinhart ini adalah pengacara kepercayaannya yang akan membantu kamu untuk mengurus aset warisan yang akan menjadi bagian untukmu nanti.” Sampai di sini kalimat Bintang berhenti.“Terus, apanya yang aneh?”“Setahu aku Om Reinhart bukanlah seorang pengacara. Dulu saat aku pernah magang di perusahaan Abyl, Om Reinhart itu adalah salah satu mitra kerja di perusahaan Om Kris.”“Tapi
“Hari ini in charge di FO ya Mbak?” tanya Rini saat melihat Azzalyn datang untuk bertukar shift dengannya.“Iya aku kan emang in charge-nya di FO. Kalau pun naik ke atas itu kan Cuma training sementara, buat latihan karena aku mau bantu anak Banquet,” jawab Azzalyn.“Tapi aku dengar katanya selepas acara besar di ballroom nanti, Mbak akan ditarik permanen buat masuk squad anak F & B Service,” ujar Rini dengan mulut agak manyun.“Masa’ sih?”Rini mengangguk. “Kita jadi nggak satu departemen lagi dong.” Rini berkata dengan kecewa.“Ah, siapa bilang. Mungkin itu Cuma desas-desus aja. Kemaren Mbak Dela emang ada nawarin aku buat pindah ke Banquet, tapi aku nggak mengiyakan. Aku ngerasa lebih enak di FO.”“Bagus Mbak. Nggak usah mau kalau di suruh pindah.”“Dih, emang kenapa?” Azzalyn tertawa kecil.“Ya nanti aku nggak punya temen.”“Masa’ satu hotel nggak ada satu pun yang jadi temen kamu selain aku? Minimal satu departemen lah,” ejek Azzalyn.“Temen sih banyak, tapi yang asik kayak Mbak
Azzalyn tersenyum puas. Dilihatnya Dwita yang sejak tadi terlihat gelisah menunggu kedatangan Bintang. Hari sudah gelap dan jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Dwita terlihat bolak-balik antara sofa lobi dan sesekali berdiri melihat keluar.Azzalyn yang sedang berdiri di samping pintu hanya bisa mengulum senyum penuh kemenangan. Bagaimana tidak, apa yang terjadi sekarang memanglah bagian dari rencananya.Saat Dwita menelepon Bintang ketika mereka berdua selesai makan siang di kost tadi, Azzalyn menyuruh Bintang untuk berjanji pada Dwita akan menjemputnya pulang kerja. Namun Azzalyn juga meminta Bintang untuk sengaja tak datang, untuk tak menepati janjinya pada Dwita. Agar Azzalyn bisa mempermalukan Dwita.Azzalyn sengaja menyuruh Bintang tak mengaktifkan HP nya, agar Dwita tak bisa menghubungi pemuda itu. Dan kini Azzalyn merasa sangat puas melihat Dwita yang uring-uringan karena sudah menunggu di lobi sejak jam lima sore tadi.Azzalyn yakin, meski Bintang melakukan hal ini pa
Apa maksud Mama kalau aku bodoh?” Dwita mengulang pertanyaannya.“Sudah jelas kan? Kamu itu tergila-gila dengan Bintang. Padahal kamu tahu kalau Bintang itu sudah menyukai Azzalyn sejak lama. Bahkan dari sebelum Azzalyn kenal dan berhubungan dengan Abyl.”“Jangan suka ambil kesimpulan sendiri Ma. Dari mana Mama bisa bilang kalau Kak Bintang udah suka sama Azzalyn sejak itu?”“Dwita, jangan terlalu polos. Bintang dan Azzalyn jauh sudah lama saling kenal bahkan sejak sebelum berhubungan dengan keluarga kita. Mama bisa melihat bagaimana tatapan Bintang setiap kali bertemu Azzalyn dan setiap kali melihat Azzalyn sedang bersama Abyl. Kamu itu terlalu menyukai Bintang, sehingga berusaha menutup mata atas itu semua.”“Kak Bintang nggak suka sama Azzalyn. Kak Bintang itu orang yang sangat baik. Jadi dia itu hanya merasa kasihan sama Azzalyn yang miskin.” Dwita tetap ngotot.“Kenapa sih kamu ini sama kayak Kakakmu? Susah banget dibilangin. Apa kalian ini nggak bisa mencari orang lain aja
“Abyl hanya mencintai Azzalyn. Dan mungkin selamanya akan tetap mencintainya. Entah Papa dan Mama suka atau nggak, yang jelas inilah perasaan Abyl.”“Abyl... “ Riska baru saja hendak kembali memuntahkan kalimat amarah. Namun dengan cepat Abyl menyambung kalimatnya.“Selama ini, hanya Azzalyn yang bisa membuat dada Abyl berdebar. Saat pertama kali bertemu, Abyl bahkan sudah merasa kalau dia adalah cinta sejati buat Abyl.”“Omong kosong!” Riska mendengus kesal. “Bukankah sebelum kenal dengan Azzalyn, kamu itu sudah beberapa kali pacaran, Abyl?! Jadi jangan bicara seolah-olah bahwa perempuan itu adalah satu-satunya wanita yang ada di hatimu.” Sambungnya.“Memang...” sahut Abyl dingin. “Seperti yang udah Abyl bilang tadi. Hanya Azzalyn yang bisa membuat dada Abyl berdebar dan merasa sangat bahagia saat bersama. Meski sudah beberapa kali menjalin hubungan dengan beberapa wanita. Baru dengan Azzalyn, Abyl merasa kalau sudah bertekuk lutut.”“Bodoh!!! Apa istimewanya perempuan itu sampa
“Kalau kamu nggak mau menjawab, lebih baik kamu angkat kaki sekarang juga dari sini!” hardik lelaki itu.“Saya... Saya mantan pekerja di perusahaan Om Kris.” Jawab Azzalyn terbata. Hanya itu yang bisa ia katakan. “Lalu untuk apa Krisna Hadi menyuruh mantan karyawannya ke rumahku? Kau pasti berbohong. Kau bukan suruhan Krisna Hadi, tapi kau adalah mata-mata yang dikirim Riska kan? Kau datang kemari hanya untuk memastikan kalau aku adalah Reinhart, sebelum membunuhku. Iya kan?”Azzalyn bingung harus menjawab apa. Sebenarnya seperti apa hubungan antara Krisna, Riska dan Reinhart? Mengapa Reinhart begitu terdengar sangat berhati-hati dengan Riska?“Saya benar-benar bukan orang suruhan Riska. Saya mendapat kartu nama Pak Reinhart dari Om Kris, dan dia bilang saya bisa meminta bantuan dari Pak Reinhart untuk membantu saya mengurus beberapa aset yang akan dipindah tangankan, karena Pak Reinhart adalah pengacara kepercayaannya.” Jawab Azzalyn panjang lebar.“Aku nggak percaya. Pulanglah
Azzalyn memandang lekat sosok lelaki di depannya, yang terlihat masih tampan meski di usia yang tak muda lagi.Lelaki itu tampak sedang berusaha menahan kesedihannya yang teramat dalam. “Dia membuat istriku pergi meninggalkan aku, dengan membawa kedua anakku yang saat itu masih balita.”“Kapan kejadiannya? Saat istri Bapak membawa pergi anak-anak Bapak?”Reinhart menghembus napas dengan kasar melalui mulutnya. Terasa dadanya sangat sesak setiap kali mengingat dan mengenang rasa rindu pada orang-orang yang begitu ia sayangi.“Sekitar 8 tahun lalu.” Jawab Reinhart pendek. “Saat itu anak pertamaku berumur 5 tahun, dan yang kedua baru berumur 8 bulan.” Sambungnya.Kening Azzalyn berkerut. Delapan tahun lalu, dan pria di depannya ini punya anak yang masih balita? Padahal kalau dilihat dari penampilannya, Azzalyn menebak, Reinhart sebaya dengan ayahnya, Krisna. Kalau delapan tahun lalu, seharusnya anak-anak Reinhart sudah remaja, sama seperti dirinya.Azzalyn berdehem. “Apa Bapak ta
Azzalyn tersenyum. Dilihatnya dari kejauhan, sosok pemuda tampan yang begitu terlihat sibuk memesan menu makanan di meja kasir. Ya, saat tadi ia baru saja turun dari mobil taksi setelah perjalanan jauh dari kediaman Reinhart, Azzalyn dikejutkan oleh kehadiran Bintang yang menyambut di depan pagar kostnya. Belum sempat masuk ke dalam, Bintang sudah memaksa dengan menarik tangannya. Mengajak Azzalyn untuk makan di luar. “Kamu pasti lapar. Kita makan dulu, baru aku izinkan kamu istirahat,” ujar Bintang tadi, saat Azzalyn protes. Padahal karena perjalanan jauh dan tubuhnya merasa sangat lelah, Azzalyn berniat untuk langsung tidur dan beristirahat. Tapi Bintang memaksa dirinya untuk mengisi perut terlebih dahulu sebelum ia melaksanakan niatnya itu. Kini mereka sedang berada di salah satu food court di Mall. Bintang sedang memesan makanan, sementara Azzalyn hanya bisa menunggu sambil menikmati pemandangan sekelilingnya. Suasana Mall yang ramai membuat Azzalyn sedikit merasa terhibur. I