Setelah Dela dan suaminya pulang, aku melihat ibu dan mas Arya yang sedang mengobrol di teras belakang. Aku berjalan menuju jendela yang tepat di belakang mereka, dengan hati-hati karena takut ketahuan aku menguping pembicaraan mereka.
"Ibu kenapa pinjamin BPKB mobilku ke Dela? kalau dia nggak bisa bayar angsurannya gimana? aku bisa kehilangan mobil, " ucap mas Arya."Ya kamu tinggal minta istrimu lagi dong, dia kan banyak duit, nyatanya mau beli tanah, " balas ibu."Nggak mau lah, masa iya aku dibelikan mobil sama istriku dua kali, gengsi dong, ""Nggak usah gengsi-gengsian, yang penting kan punya mobil. "'Gayamu belagak gengsi mas, kalau ku belikan beneran pasti juga dipakai, ' batinku."Bu, aku minta bagian dong dari uang gadai mobil, " ucap mas Bima."Buat apa? kamu kan sudah dapat dari Lisa. ""Buat Risa dan cucu ibulah, bisa di amuk aku sama dia kalau nggak ngasih duit. ""Iyaa, tapi dikit saja. "Huh! nenek satu ini punya uang hasil gadai saja sama menantu siri hitung-hitungan apalagi sama aku menantu sahnya. Untung aku nggak butuh uangmu.***Pagi ini aku, mas Arya dan ibu akan ke rumah Dela untuk mengambil sertifikat rumah Dela. Sesampainya kami di sana, ada sebuah mobil terparkir di depan rumah Dela. Mobil Risa."Ayo mas, " mengajak mas Arya turun. "Mas? mas ...! " ucapku menepuk pundak mas Arya."Ekh, iya, ada apa? " tanya mas Arya kaget."Ya Allah Mas ... sudah selesai kan nyetirnya? ayo turun, " balasku.Mas Arya melamun, mungkin dia heran kenapa mobil Risa bisa terparkir di rumah Dela sepagi ini."Assalamualaikum, Dela? " ucapku."Waalaiakumussalam, Mbak Lisa ada apa? ""Kok ada apa, aku mau ambil sertifikat rumah, mana? " ucapku tanpa basa basi."Mm ... anu Mbak ... itu ... ""Anu anu, mana? jangan banyak alasan ya. ""Mana Del? buruan dong, aku keburu mau kerja nih, " ucap mas Arya."Sabar sedikit kalian itu, baru juga sampai, " ucap ibu membuka suara.Dari arah belakang terdengar suara bayi menangis. Seketika Dela meninggalkan kami yang masih berdiri di depan pintu.Oek ... !! oek ... !! oek.. !!"Sebentar, " ucap Dela meninggalkan kami."Ada apa sih? " ucapku mengikuti langkah Dela masuk.Mas Arya dan ibu pun ikut masuk karena penasaran dengan suara tangisan bayi. Ternyata bayi itu adalah Putra, anak mas Arya dan Risa."Bayinya Risa kan? " tanyaku berdiri di depan pintu kamar Dela."Iya Mbak,""Loh, apa belum kamu kembalikan? " tanyaku lagi. ??"Sudah, tapi semenjak mas Doni pulang aku malah di suruh buat jadi pengasuhnya, katanya upahnya lumayan bisa buat tambah uang jajan Tiara. ""Risa mana? kok mobilnya ada di luar? " tanya mas Arya."Lagi keluar sama mas Doni, " jawab Dela seraya keluar dari kamarnya melewatiku."Keluar? kemana? " tanya mas Arya mengikuti langkah Dela menuju ruang tamu."Kamu kenapa sih Mas? kepoin urusan orang, " tanyaku pada mas Arya."Aku kan cuma nanya. ""Hmm ..., " mengulumkan bibirku."Aku coba gendong dong, " mengulurkan kedua tanganku."Ini Mbak, hati-hati ya kan Mbak Lisa belum pernah punya bayi, " ucap Dela memberikan Putra padaku."Iya iya, aku tau kok tanpa kamu bilang gitu aku juga sadar diri. "Bayi yang lucu dan mengemaskan. Memang ini tujuan setiap orang menikah, memiliki keturunan. Aku menatap mata Putra, menyenangkan, ada rasa kedamaian tersendiri melihat bayi yang tak berdosa ini."MasyaaAllah, bayinya mirip kamu ya Mas, " ucapku melihat bayi yang ku gendong."Ma-maksud kamu apa Lis? " tanya mas Arya."Lah, kurang jelas ucapanku? ""Apaan sih, jangan ngarang nanti kalau didengar orang dikira anakku beneran lho, " balas mas Arya seraya menggaruk kepalanya.'Emang anakmu mas, ' batinku."Del, aku ke belakang dulu ya, " ucapku meminta izin pada Dela seraya memberikan Putra pada Dela."Iya Mbak. "Selesai dari kamar mandi, aku tak langsung menemui mereka. Aku berhenti di balik dinding yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Aku mencoba menguping pembicaraan mereka."Kamu itu bod*h apa gimana sih? kok ngebiarin Risa jalan sama suamimu? Kalau Doni godain Risa gimana? " ucap mas Arya seraya memukul pundak adiknya."Loh, mereka kan emang udah kenal lama Mas, kamu lupa ya kalau yang ngenalin kamu sama Risa itu siapa, mas Doni, " balas Dela."Iya, tapi .... ""Sudahlah Mas, nggak usah mikir aneh-aneh. ""Iya Arya, kamu nggak usah cemburuan gitu, nanti kalau Lisa tahu bisa ruyam semuanya, " timpal ibu. "Nih anakmu, gendong sendiri, " ucap ibu memberikan bayi yang digendongnya kepada mas Arya.Terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dela, dan ternyata adalah Doni dan Risa. Entah urusan apa yang mereka lakukan hingga tega membiarkan Dela menjadi pengasuh.'Saatnya bermain, ' batinku.Terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dela, dan ternyata adalah Doni dan Risa. Entah urusan apa yang mereka lakukan hingga tega membiarkan Dela menjadi pengasuh. 'Saatnya bermain, ' batinku. "Mas Arya, ibu, ada apa ya? " tanya Doni memasuki ruang tamu. "Ambil sertifikat rumahmu, mana? " ucapku menghampiri mereka. "Ee ... gimana ya jelasinnya ... saya bingung, " balas Doni menggaruk kepalanya. Menghela nafas panjang. "Berikan sekarang! atau ... ku hancurkan rumahmu ... !!! " teriakku sembari menjatuhkan tas tentengku. Sengaja aku menjatuhkan tas tentengku, dan melototi semua orang yang ada. Dengan nafas tersengal-sengal, emosi yang menyulut aku seakan-akan aku bersiap untuk bertempur. Mas Arya memberikan Putra pada ibunya. "Kamu kenapa Lis? " tanya mas Arya memegang kedua pundakku. "Lepaskan! " teriakku melepaskan kedua tangan mas Arya. Pyarr!! Ku banting vas bunga kaca di meja sebelahku. Dengan pandangan penuh emosi, ku lihat satu persatu orang anggota benalu dihadap
Part 9 Rencana"Kamu kenapa sih tiba-tiba berubah? selama pernikahan baru kali ini kamu seperti orang gila, apa mungkin benar kalau kamu sudah mulai nggak waras? " omel mas Arya sesampainya kami di teras rumah. "Maksud kamu apa Mas? kamu mau ikut-ikutan mereka ngatain aku nggak waras? " balasku. "Baru juga sampai, masih ribut saja, apa nggak cukup tadi di mobil? " ucap ibu. Tak ku pedulikan omongan ibu mertuaku dan tetap berjalan memasuki rumah. "Enggak begitu Lis, tapi sikapmu tadi apalagi ke Risa bisa membuat rencana kita beli tanahnya gagal, " mengikuti langkahku. Aku diam sejenak, aku berpikir memang benar apa yang dikatakan mas Arya walaupun sebenarnya aku tak peduli karena dari awal aku tidak benar-benar berniat untuk membelinya. Aku hanya memberi angin surga pada mereka untuk melancarkan balas dendamku."Iya juga sih Mas, lalu aku harus bagaimana? " seraya duduk di sofa ruang tamu. "Minta maaflah! " sahut ibu. "Iya Lis, benar yang dikatakan ibu, " ucap mas Arya. "Baikla
Sengaja aku belikan vas bunga yang mahal tapi ini hanya bagian dari rencanaku. Tak sudilah aku memberikan barang mahal untuk keluarga benalu. Aku tahu ibu pasti terpukau dengan harga vas bunga guci yang aku beli, karena baginya uang dua ratus ribu amatlah banyak. ***Sebelum acara di mulai, sore ini aku akan ke restoran terlebih dahulu untuk memastikan semua rencana yang ku susun dengan Lila sudah sesuasi. Sebelum berangkat aku berpesan pada ibu untuk mengajak bi Inah, karena aku butuh dia nantinya untuk menjaga Putra. Bagaimanapun aku tak ingin menyakiti bayi yang tak berdosa itu. #Sesampainya di restoran aku tidak melihat mobil mas Arya. Mencoba melihat rumah di seberang jalan pun tidak ada. "Pak Arya mana? " tanyaku pada Lila. "Sudah pergi Mbak dari tadi siang. "Sudah ku duga, pasti dia memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu bersama Risa. Lagi, aku dipaksa bersabar untuk menerima kenyataan dengan pengkhianatan suamiku. Ku biarkan mereka bersenang-senang di be
Silakan makan sepuas kalian, setelah ini akan ada pertempuran panjang. Bersiaplah.[Segera mulai] pesan singkat ku kirimkan pada Lila. [Baik mbak] balasnya. Lila keluar dari kamar Putra dan berjalan kearah pintu keluar. "Wwaaaaa ... !!!" teriak Lila seraya berlari menghampiri kami yang hampir selesai makan. "Ada apa Lila? " tanyaku berdiri dari kursi makan. "I-itu Mbak ... itu ...," menunjuk ke arah pintu depan. Mas Arya berdiri dari kursinya mencoba melihat ke arah pintu kelaur, "Apa sih? ngomong yang jelas dong, " ucap mas Arya. Meeoowwng ... !!! Tiba-tiba muncul kucing berwarna hitam pekat dengan tatapan mata yang tajam melopat di atas meja makan. Kami berhamburan dan mas Arya hingga berlari karena kaget."Hus...!! hus...!! " ucap kami serentak mencoba mengusirnya. Aku terhenyak ketika masih ada Tiara bersama kami. "Cepat bawa Tiara bersama bi Inah, " ucapku pada Lila. Kucing hitam itu malah memutari meja makan dan berhenti di piringnya Neli yang terdapat bekas ikan. "Hu
Praanng ... !! Praang ... !!Mendengar suara seperti benda jatuh berulang kali aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar Putra. Aku berjalan pelan menuju ruang tamu dan mengintip apa yang terjadi dari balik gorden yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Ternyata Bejo sedang memecahkan barang-barang yang ada di lemari hias milik Risa.'Bagus Bejo, lanjutkan! hancurkan rumah pelakor ini, ' batinku."Aaaa ... !! hentikan! usir dia Mas! usir! " teriak Delapan seraya mendorong suaminya."Dia bau Del, kamu aja, " balas Doni kembali ke posisi semula.Aku tersenyum penuh kemenangan. "Orang gilanya mana Lis?" tanya Ibu menepuk pundakku."Ekh, Ibu ngagetin aja, itu tuh lagi mecahin barang-barang punya Risa tuh, " balasku menunjuk kearah sudut ruangan.Ternyata ibu, Neli dan Risa sudah berhasil berdiri dari tumpahan minyak goreng di dapur.Praang!!Kembali Bejo memecahkan dan mengobrak-abrik barang-barang milik Risa. Aku semakin merasa senang dan menang melihat akting Bejo yang
Pagi ini seperti biasanya, mas Arya bersiap untuk ke restoran, sementara aku mengurus minimarket. Tapi untuk hari ini aku tak langsung ke minimarket, karena acara tadi malam membuat sekujur badanku rasanya pegal-pegal semua. Tok ... !! tok ... !! tok ... !! "Assalamualaikum ... !! "Terdengar suara ketukan pintu dari orang yang tak asing bagiku, Dela, dia datang sepagi ini disaat kami tengah sarapan. Belum sempat aku menyuruh bi Inah untuk membukakan pintu, Dela sudah masuk menghampiri kami di ruang makan. "Wah, lagi pada sarapan ya? "Tanpa dipersilakan, Dela ikut duduk bersama kami dan mengambil nasi beserta lauk pauknya. Adik ipar mas Arya yang satu ini memang kadang memprihatinkan, tapi kadang juga mengesalkan dengan tingkahnya. "Ada apa Del? " tanya mas Arya setelah memasukkan satu suapan di mulutnya. "Sementara Risa tinggal di sini dulu ya Mas, rumahnya mau di re-resovasi, ekh, reponisasi gitu katanya. Lagian katanya masih takut kalau nantinya orang gila dan kucing hitam t
Tadinya mas Arya yang sudah siap untuk ke restoran memutuskan untuk libur di rumah. Sudah pasti karena mas Arya menunggu kedatangan Risa."Assalamualaikum Bu Tini, " ucap Risa sesampainya di rumahku. "Waalaikumussalam, " balas ibu. "Terimakasih ya Mbak sudah mau memberi tumpangan, " ucap Risa kearahku. "Nggak papa Ris, anggap saja keluarga sendiri, " ucap Ibu. 'Memang dia sudah jadi keluargamu sendiri, ' batinku. Risa yang mengendong bayinya mengikuti langkah kami memasuki rumah. Begitu juga Doni yang membantu membawakannya. Sebenarnya aku penasaran, seberapa dekat Risa dan Doni, sampai-sampai Dela tidak merasa cemburu jika Doni bersama Risa. Tapi, aku mencoba membuang jauh rasa penasaranku itu, karena bagiku hubungan mereka bukan urusanku. Aku menunjukkan kamar tamu yang sebelumnya sudah di bersihkan bi Inah. Kamarnya bersebelahan dengan kamar ibu. Tetapi lumayan jauh jika harus ke kamarku, karena melewati ruang tengah. Aku mempersilakan Risa untuk beristirahat, sekalian meni
Waktu berlalu, tak terasa sudah pukul sebelas malam. Aku sengaja untuk tidak tidur cepat, karena aku ingin beraksi malam ini. Aku keluar kamar, menuju ruang tamu tapi tak kudapati mas Arya tidur di sofa. Seperti dugaanku, pasti dia tidur di kamar Risa. Saat aku akan menuju kamar Risa, tiba-tiba mas Arya keluar dari kamar ibu. "Lis? ngapain? " tanya mas Arya. Aku tersenyum lebar. "A-aku mau ke ... dapur! ya dapur! ""Dapur kan di sana, " menunjuk arah dapur yang lebih dekat dengan kamar ibu. Huuuah. Aku pura-pura menguap. "Gara-gara masih ngantuk Mas, jadi nyasar deh, " meninggalkan mas Arya. Gara-gara ketahuan mas Arya, aku jadi harus ke depur beneran. Tapi kenapa mas Arya keluar dari kamar ibu? Apa dugaanku salah? Saat mas Arya tak kutemui lagi, aku menuju kotak obat yang berada di dekat dapur. Ku ambil obat tidur milik ibu mertuaku. Ya, Ibu mertuaku sering mengonsumsi obat tidur, katanya biar lebih nyenyak tidurnya. Padahal itu hanya alasannya saja agar terlambat bangun dan t