Share

Pura-pura

Terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dela, dan ternyata adalah Doni dan Risa. Entah urusan apa yang mereka lakukan hingga tega membiarkan Dela menjadi pengasuh.

'Saatnya bermain, ' batinku.

"Mas Arya, ibu, ada apa ya? " tanya Doni memasuki ruang tamu.

"Ambil sertifikat rumahmu, mana? " ucapku menghampiri mereka.

"Ee ... gimana ya jelasinnya ... saya bingung, " balas Doni menggaruk kepalanya.

Menghela nafas panjang. "Berikan sekarang! atau ... ku hancurkan rumahmu ... !!! " teriakku sembari menjatuhkan tas tentengku.

Sengaja aku menjatuhkan tas tentengku, dan melototi semua orang yang ada. Dengan nafas tersengal-sengal, emosi yang menyulut aku seakan-akan aku bersiap untuk bertempur.

Mas Arya memberikan Putra pada ibunya. "Kamu kenapa Lis? " tanya mas Arya memegang kedua pundakku.

"Lepaskan! " teriakku melepaskan kedua tangan mas Arya.

Pyarr!!

Ku banting vas bunga kaca di meja sebelahku. Dengan pandangan penuh emosi, ku lihat satu persatu orang anggota benalu dihadapanku.

"Bu, bawa Putra keluar bu, kami akan menangani mbak Lisa dulu, " ucap Risa diikuti langkah keluar ibu mertuaku.

'Pelakor, mau sok jadi pahlawan kamu, ' batinku.

Aku menatap tajam mas Arya. Plakk!! ku tampar dia hingga terjatuh. Aku pun berlari menuju Risa yang berdiri di dekat pintu.

Ku angkat tanganku. "Dasar wanita jal*ng ... !!" teriakku berlari menuju Risa. Ku cekik dia hingga tubuhnya bersandar di dinding.

"Akghh ... lepaskan! " teriak Risa seraya memukuli tanganku. "Wanita gil*!" ucapnya terus memukuli tanganku.

Dela dan Doni menarikku mundur hingga lepaslah tanganku dari leher Risa. Kedua tanganku masih ditahan oleh sepasang suami istri ini.

Ku lirik mereka bergantian. Menghela nafas panjang. Aku menjatuhkan diri agar mereka melepaskan tanganku.

"Sepertinya Mbak Lisa sudah gil* Mas, " ucap Dela melihar kearah mas Arya yang berdiri di hadapanku sembari memegangi pipinya karena tamparanku.

'Lanjut, ' batinku seraya melihat mas Arya.

Aku bangkit. "Aaghh ... sakit ... sakit ... !! " teriak Dela kesakitan karena ku jambak rambutnya.

Dan lagi, aku kalah karena Doni menarikku hingga terlepas tanganku.

"Auww! " ucap Dela mengelus-elus kepalanya.

"Sadar Lis, sadar! " ucap mas Arya memegang kedua pundakku.

Kali ini cengkeraman tangannya sangat kuat hingga aku tak bisa berkutik. Aku pun pasrah ketika mas Arya menggiringku untuk duduk di sofa. Sekujur badanku lemas, lelah dan pegal-pegal. Ternyata butuh banyak tenaga untuk mengamuk, meskipun hanya pura-pura.

Tapi aku sedikit puas karena sudah bisa menghajar mereka yang bersekongkol untuk merebut harta keluargaku. Tapi sayang, ibu mertuaku tak merasakannya karena dia menggendong Putra.

Selanjutnya akan ku buat mereka semua merasakannya lebih dari ini, termasuk ibu mertuaku dan Neli.

"Sudah selesai belum?" tanya ibu di depan pintu.

"Sepertinya sudah Bu, " jawab Risa. "Menantu ibu itu sepertinya sudah mulai gil*," lanjut Risa seraya melihat kearahku.

"Del, ambilkan air, " perintah mas Arya pada Dela.

"Iya Mas. "

Seakan mengerti dengan kondisiku. Segelas air putih diletakkan di meja depanku.

"Akh! maksudmu apa sih Mas? " tanyaku seraya mengusap air di wajahku.

Segelas air putih yang ku kira untukku ternyata malah dicipratkan ke wajahku.

"Biar kamu sadar, " ucap mas Arya.

"Sadar sadar, kamu kira aku kenapa? "

"Kamu kesurupan? "

"Enggak Mas, aku cuma emosi aja. "

"Mulai gil* itu Mas kebanyakan itung-itungan sama saudara sendiri sih, " timpal Dela.

"Bisa jadi sih, " ucap Doni.

"Iya ya, aku perhantikan akhir-akhir ini kamu kok itung-itungan sih, keuangan restoran, uang jajan Neli, sampai uang bulanan ibu, " ucap mas Arya.

"Jelas dong aku itung-itungan, kalu enggak mana bisa kita bangun restoran baru, apalagi setelah BPKB mobil yang aku beli dengan uangku digunakan seenaknya jidatnya, " ucapku melihat Dela.

"Halah, bilang saja kalau sudah nggak mau berbagi, " ucap Dela.

"Heh, jaga mulutmu ya kalau tidak ku laporkan kamu dan suamimu itu ke polisi atas tuduhan pencurian BPKB mobilku. "

Sekilas ku lihat ibu melototi Dela. Seperti biasa, itu sebagai tanda agar Dela tak banyak bicara.

"Maaf Mbak ... " ucap Dela pelan.

"Mungkin sudah mulai nggak warah Mas istrimu karena hanya memikirkan harta dan harta, " timpal Risa.

'Dasar istri siri mata duitan, kalau bukan karna hartaku mana mau kamu nikah sama mas Arya yang kere ini, ' batinku.

"Kamu jangan sembarangan bilang menantuku nggak waras ya, minta maaf sekarang! " bela ibu.

Risa melihat ke arah ibu dengan pandangan heran. "Aku?" menunjuk dirinya sendiri. "Aww! " ucap Risa memegangi pinggangnya karna di cubit ibu. "Maaf Mbak. "

"Sudah Arya, Lisa ayo pulang, ini anakmu! " ajak ibu seraya memberikan Putra pada Risa.

Mas Arya membantuku berdiri dan menggandeng tanganku bak pahlawan yang siap siaga menjagaku. Aku melihat raut wajah Risa berubah seakan cemburu padaku. Kalaupun bukan karena pura-pura tak sudi aku digandengnya.

"Akan ku tagih sertifikatnya atau kembalikan BPKB mobilku atau ku laporkan kamu, silakan pilih, " ucapku saat berpapasan dengan Dela dan Doni.

Aku melirik Risa seraya memberikan senyum penuh kemenangan.

'Tunggu saja, akan ku buat kamu jadi gembel bersama keluarga benalu ini, ' batinku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status