Share

Uang dan Uang

Part 7 Uang dan uang

"Lis, aku minta uang gajiku di restoran, ibu butuh uang untuk arisan sementara Doni belum kirim katanya, " ucap mas Arya yang duduk di sebelahku.

"Sebentar Mas ku ambilkan, " berdiri lalu berjalan menuju kamar.

"Ini Mas, " ku letakkan lima lembar uang ratusan ribu di atas meja.

"Segini? uang gajiku di restoran seharusnya lebih dari ini. "

"Sisanya menjadi hakku dong Mas sebagai istri sah mu, kan biasanya juga begitu, " seraya duduk di sebelah mas Arya.

"Iya, tapi itu kan dulu saat aku masih mengelola restoran, sekarang kan sudah enggak. "

"Mas, sisa gajimu itu cuma tiga juta itu saja tidak mencukupi pengeluaran kita. Bayar listrik, belanja bulanan, biaya kuliah Neli, belum lagi uang jajannya, kadang ibu juga suka minta walaupun kamu sudah kasih. Dulu-dulu malah kurang dari ini."

Dulu aku tak pernah protes saat mas Arya memberikan sisa gajinya yang sudah dibagi-bagi untuk ibunya dan biaya kuliah Neli karena aku masih ada pemasukan dari minimarket. Tapi kali ini tidak.

Tiba-tiba aku menyadari, jika dihitung-hitung uang pemberian mas Arya dengan pengeluaran untuk ibu, Neli, dan aku selalu pas. Lalu, darimana mas Arya menafkahi istri sirinya?

"Kamu kan ada uang minimarket, jangan perhitungan gini dong sama aku, gini-gini aku masih suamimu lho. "

Sebenarnya aku sudah tak mempedulikan kamu suamiku atau bukan, karena semenjak kamu menghiatiku, aku tak sudi lagi berbagi apapun denganmu. Tapi untuk melancarkan rencanaku, aku dipaksa untuk tetap berbagi, termasuk dalam hal tempat tidur walaupun bagiku itu sangat menjij*kkan.

"Ibu sudah nggak butuh uang lagi, " ucap Ibu menghampiri kami.

"Kenapa Bu? " tanya mas Arya.

"Ibu sudah dapat uang dari Dela, nanti Dela sama Doni ke sini kok buat ngasih sisanya, " duduk di sebelah mas Arya.

"Sisa? maksudnya? " tanyaku penasaran.

"Iya, Doni butuh modal buat usaha terus Dela pinjam BKPB mobil Arya buat di gadain ke temannya, yasudah ibu kasihkan saja toh BPKBnya juga nganggur, lagian ibu juga butuh uang buat arisan ntar sore, " jelas ibu.

"APA?! Di gadaikan? " ucap mas Arya kaget mendengar penjelasan ibu.

"Hmm, " menganggukan kepalanya.

Ya ampun ... bisa-bisanya ibu segampang itu memberikan BPKB mobil milik mas Arya yang sebenarnya akulah pemiliknya. Karena dulu akulah yang membelikan, hanya saja atas nama mas Arya. Dulu aku kasihan jika mas Arya harus ke restoran dengan motor bututnya, sementara banyak karyawan restoranku kendaraannya lebih bagus dan modern.

"Wah, ada yang gadaiin mobil nih, " ucap Neli yang tiba-tiba muncul. "Jatahku manaku mana Mba? " ucap Neli mengadahkan tangannya ke arahku.

"Jatah apa? spp dan semesteranmu kan sudah di lunasi. "

"Uang jajanlah Mbak, " balas Neli seraya duduk di kursi sebelahku.

"Nggak ada uang jajan untuk bulan ini. "

'Dan seterusnya, ' batinku.

"Kok gitu sih, biasanya juga ada, mana Mas jatahku? kalau enggak ..., " ucap Neli pada kakaknya.

"Apa?! Enak saja, uangku cuma lima ratus ribu nih ... nih ... " balas mas Arya memperlihatkan uangnya yang di tata seperti kipas.

"Hoo.. mau ku bongkar rahasiamu ya?! " ucap Neli ngotot mengacam mas Arya.

"Neli ... Neli ... " ucap ibu seraya melototkan matanya pada Neli.

"Rahasia apa Nel? " tanyaku pura-pura tak tahu.

Sekilas kulihat ibu dan mas Arya melihat ke arah Neli seperti memberi isyarat.

"Mm... anu Mbak... hehe, enggak kok Mbak, " ucap Neli nyengir.

'Pasti rahasia mas Arya dengan istri sirinya ya, ' batinku.

"Baiklah ... " menganggukkan kepalaku.

Ditengah obrolan kita, terdengar suara pintu diketuk. Pasti Dela yang kata ibu akan mengembalikan sisa uang gadai mobil.

Tok ... !! tok ... !! tok ... !!

"Assalamualaikum ... aku masuk ya, " ucap Dela.

Sudah menjadi kebiasaan Dela ketika ke rumahku hanya memberi salam dan langsung masuk tanpa menunggu jawaban untuk dipersilakan.

"Waalaikumussalam ... " balasku.

"Lho Doni kapan pulang? " tanya ibu ketika Dela menghampiri kami bersama suaminya.

"Kemarin Bu, " balasnya.

Tanpa dipersilakan Dela dan Doni duduk di kursi sebelah ibu. Sudah seperti keluarga besar, anak dan menantu berkumpul.

"Tiara mana? " tanyaku basa-basi.

"Di rumah Mbak, tadi main sama anak tetangga, " balas Dela.

"Mana uang sisanya? " ucap mas Arya ke arah Dela.

"Maaf Mas, sisa uangnya sudah kupakai untuk beli motor, itu motornya di luar, " balas Dela memalingkan wajahnya ke arah luar.

Sudah ku duga, kalau masalah uang mana pernah mereka mau berbagi. Padahal kalau ada uang sisanya dikembalikan akan ku simpan sendiri karena jika dibawa mas Arya pasti diberikan ke istri sirinya.

"Lah terus aku bagiannya mana? itu kan BPKB mobilku, " ucap mas Arya.

"Ya gimana Mas, aku kan juga pengen dilihat keren gitu sama ibu-ibu di kampung karna punya motor baru. "

"Haduh Del ... Del ... kamu itu kepengen bergaya tapi nggak modal, astaghfirullah ...," ucapku.

"Iya nih, lagian Mbak Dela ngapain beli motor kalau nggak bisa naikin, " timpal Neli.

"Makanya aku ke sini ngajakin mas Doni, sekalian mau ngasih lihat kalau uangnya beneran aku belikan motor, " ucap Dela.

"Iya Mas, Mbak, lagipula aku sudah nggak kerja di luar kota jadi kan lebih gampang kalau kerja naik motor, " ucap Doni.

"Di luar kota atau enggak itu bukan urusanku, aku mau uangnya atau BPKBnya kembalikan! " bentak mas Arya.

Mas Arya mulai panas, mungkin karena dia benar-benar membutuhkan uang untuk istri siri dan anaknya, mana mungkin uang lima ratus ribu dia berikan sementara dia sendiri juga membutuhkan.

"Ibu ... " ucap Dela melihat ibunya.

"Sudahlah, nanti juga pasti kembali BKBPnya lagian mobilnya masih ada, " ucap ibu.

Enteng sekali ibu mertuaku berucap, seenteng dia memnberikan BKPB mobil yang ku beli dengan uangku sendiri.

"Kembalikan, kami juga butuh modal untuk beli tanah, kalau semakin cepat beli tanah akan semakin cepat bangun restoran dan kamu akan segera mengelolanya, " ucapku memberi angin surga pada Dela.

"Tapi gimana ngembaliinnya Mbak? uangnya kan sudah habis semua, " balas Dela.

"Aku sertifikat rumahmu sebagai jaminan. "

"Tapi Mbak ... "

"Ee, iya itu betul, aku setuju dengan Lisa kamu kasihkan sertifikat rumah atau ku laporkan ke polisi atas tuduhan pencurian BKPB, " sahut mas Arya.

Bagus.Tidak akan ku sia-sia kesempatan ini, mas Arya akan terus ku kompori agar perseteruan keluarga ini makin ruyam.

"Ayo bagaimana? lapor polisi atau sertifikat rumah? " tanya mas Arya.

"Ibu ... " ucap Dela lagi.

"Satu ... dua ... "

"Sudahlah, kasihkan saja, " ucap Ibu.

"Tapi jangan di jual ya, " ucap Dela.

"Nggak akan kok Del, kami nggak sekejam itu asal dalam tiga bulan BKPB itu harus kembali, " ucapku.

"Kasihan mereka, " ucap mas Arya melihat ke arahku.

"Mas, daripada mobilmu digadaikan tapi kamu nggak dapat uangnya mending kita jual sekalian terus uangnya bisa kita pakai untuk modal beli tanah, " jelasku mengompori mas Arya.

"Iya juga ya, oke aku setuju, ingat itu Dela Doni, tiga bulan, ti-ga bu-lan, " ucap mas Arya.

Mau tiga bulan atau berapapun aku tidak peduli toh sertifikatn rumahnya akan menjadi jaminan dimana kalau dijual jelas lebih beruang daripada mobil.

Aku hanya memberi angin surga pada mereka, karena kalau saja BPKB mobil tak kudapatkan kembali aku tetap tidak rugi karena ada sertifikat rumah.

#

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status