Share

Rumah Risa

Part 6 Rumah Risa

Pov Arya

Hari ini aku ke restoran bersama ibu, karena sebelum masuk restoran aku akan ke rumah Risa bersama ibu terlebih dahulu untuk menanyakan perihal kedatanganya tadi pagi ke rumahku. 

Tok...!!  tok...!! tok...!! 

Ku ketuk pintu. "Ris? Risa? " panggilku sesampainya di depan pintu. 

"Siapa sih? " ucap Risa seraya membuka pintu. "Ngapain ke sini Mas? " tanya Risa. 

"Kamu tadi ngapain ke rumah Lisa, bikin geger aja! " ucapku memasuki rumah Risa. 

"Sebenarnya aku tuh mau minta ganti rugi sama Lisa, gara-gara acara dia kemarin sore para gelandangan mengambil semua sembakoku, tapi gara-gara ibu aku nggak jadi ngomong," ucap Risa mengikuti langkahku bersamaan dengan ibu. 

"Hoo, menantu nggak diuntung kamu ya, kalau bukan karena cucuku, aku nggak mau bantuin kalian, " ucap ibu menatap Risa. 

"Kalau duitnya keluar ibu pasti mau juga kan, " balas Risa melirik ibu. 

"Tunggu ... kamu kenapa jadi nyalahin ibuku? " tanya mas Arya seraya duduk di sofa didekatnya. 

"Ya iyalah, kalau aja tadi ibu nggak melototin aku, aku sudah jelasin perihal kerugian sembakoku itu dan aku pasti dapat uang ganti rugi dari Lisa, ibu melotot gitu aku kira aku nggak boleh banyak omong, taunya ibu sendiri yang keceplosan, " ucap Risa ikut duduk di sebelahku. 

"Pokoknya ibu nggak mau disalahin! sudah untung ibu mau ambilin itu sembako, kalau nggak kalian bisa dapat uang tambahan darimana coba? " ucap ibu. 

"Sudahlah, pusing aku, besok kita harus bayar sembako itu, " ucapku. 

"Kamu aja yang bayar! " ucap Risa dan ibu bersamaan. 

Aku dan Risa berniat untuk menjual sembako yang diambil ibu dari minimarketnya Lisa, karena aku membutuhkan tambahan pemasukan keuangan semenjak keuangan restoran ditangani Lisa. 

'Tidak biasanya Lisa membuat acara amal secara mendadak, karena biasanya dia merundinkannya dulu padaku. Lalu apa maksud Lisa dengan acara amal kemarin? mungkinkah Lisa nggak percaya dengan apa yang dikatakan ibu saat mengambil sembako? lalu darimana dia tahu sembako itu di rumah Risa? mungkinkah dia tahu kalau Risa adalah istri siriku?' batinku penuh pertanyaan. 

"Mbak Risa! aku masuk ya, " ucap suara wanita dari arah luar membuyarkan lamunanku. 

"Dela? ngapain? " tanya Risa pada Dela yang berjalan menghampiri kami. 

"Aku mau mengembalikan Putra Mbak, " jawab Dela. 

"Loh, kenapa? uangnya kurang? " tanya Risa. 

"Kenapa lagi Del? " tanyaku melihat arah Dela. 

"Aku kan mau jadi pengelola restoran Mas, makanya aku kembalikan Putra, " balas Dela. 

"Itu restoran belum dibangun, tempatnya saja belum ketemu yang pas, " ucapku. 

"Iya nih, lagian kalau kamu kembalikan sekarang terus Putra yang jagain siapa? " tanya Risa. 

"Kamulah, kamu kan ibunya, " ucap Dela. 

"Nggak bisa gitu dong. "

"Aku nggak peduli toh dia bukan anakku! "

"Bener kata Dela, kamu yang seharusnya jagain Putra, lagipula kamu kan sudah nggak kerja, " ucapku pada Risa. 

"Kok gitu sih Mas? Ibu saja kalau gitu, kan itu cucu ibu, " balas Risa. 

"Enak saja! kalian yang bikin kenapa aku yang repot, " ucap ibu. 

"Iya, ibu saja yang momong, itu kan cucu ibu, lagian ibu juga nggak ada kerjaan," ucapku. 

"Ibu bilang enggak ya enggak! kalau kalian memaksa aku bongkar rahasia kalian ke Lisa biar sekalian kita jadi gembel, " acam ibu. 

Menghela nafas. "Ris, kamu yang momong nanti setiap kali aku ke restoran aku bisa curi waktu untuk bantu, " ucapku. 

#

Selesai urusanku dengan Risa, aku pun kembali ke restoran sementara ibu ku suruh pulang bersama Dela. 

"Permisi Pak, " ucap Lila seraya memasuki ruang kerjaku. 

"Masuk. "

"Mm, ada yang bisa saya bantu Pak? " 

"Kamu dibayar berapa sama Lisa? "

"Ma-maksud Bapak apa ya? " jawab Lila menundukkan kepalanya. 

"Nggak usah pura-pura, cuma kamu karyawan kepercayaan Lisa selama ini, pasti kamu disuruh memata-matai Risa kan? " tanyaku. 

"Maaf Pak, saya benar-benar nggak tahu maksud Bapak, " ucapnya mengangkat kepala. 

Brakk! "Jangan bohong! " ucapku seraya memukul meja. 

Sebenarnya aku tidak mempunyai bukti apapun jika Lila yang memata-mataiku dan Risa. Hanya bermodalkan perasaan bahwa Lila lah yang menjadi mata-mata dari Lisa. Karena selama ini dialah karyawana kepercayaan Lisa. 

"Maksud kamu apa Mas? " tanya Lisa yang tiba-tiba muncul membuka pintu. "Kenapa kamu ngotot menuduh Lila memata-mataimu dan Risa? atau jangan-jangan ... " ucap Lisa menghampiriku. 

"Mm, enggak kok Lis, aku nggak nuduh aku cuma nanya saja tadi, Lila kamu boleh keluar, " ucapku. 

"Baik Pak. "

"Aku curiga kalau kamu ada hubungan dengan Risa, " ucap Lisa. 

"Ma-maksud kamu apa? en-enggak mungkinlah, dia kan sudah bersuami. "

"Kalau Risa mau, kamu mau apa? "

"Jangan mengada-ada, ekh, kamu ada apa tumben ke sini? "

"Aku mau .... " 

"Aku belum ada uang Lis, kan kamu yang atur keuangan Restoran, lagian Risa juga belum ngasih, " sahutku memotong ucapan Lisa. 

"Aku mau mengikhlaskannya Mas, bukannya mau nagih. "

"Loh, kenapa? "

'Males saja berurusan panjang dengan pelakor, toh nanti uang suamiku juga yang dipakai, ' batinku. 

"Setelah aku pikir-pikir, aku nggak butuh ganti rugi. "

"Iya, tapi kenapa? "

"Aku berencana untuk membeli tanahnya Risa untuk membangun restoran baru kita, " ucap Lisa. 

"Benarkah? ide bagus itu, aku sangat setuju, " ucapku bersemangat. 

Tentu saja aku sangat setuju, jika Lisa benar-benar membeli tanah Risa aku pasti dapat keuntungan dari penjualannya. Lalu, jika akan di bangun restoran pun aku akan mendapat keuntungan. 

Lisa tersenyum. "Kita akan segera menawarnya ke Risa, " ucapnya. 

"Setuju, lebih cepat lebih baik. "

#

Sepulangnya Lisa dari restoran, aku bgegeas kembali ke rumah Risa. Tanpa basa-basi aku langsung masuk rumah dan menghampiri Risa yang sedang duduk bersantai dengan memainkan ponselnya di ruang tengah. 

"Risa sayang ... " ucapku menghampirinya. 

"Hmm, kamu Mas? " ucapnya menoleh ke arahku dan kembali ke posisi semula. 

"Lisa ingin membeli tanahmu untuk di bagun cabang restoran baru, " ucapku seraya duduk di sampingnya. 

"Ha?! benarkah? " meletakkan ponselnya. 

"Iya, dia sudah merundingkannya padaku, dan aku sangat menyetujuinya. "

"Tapi tanah itu akan ku bangun rumah mewah setelah kita dapat semua hartanya Lisa, kalau dijual nanti rumahnya gimana? " ucapnya seraya cemberut. 

"Kalau kamu jual, kamu bisa memberi harga tinggi, kamu dapat uang, di bangun restoran nantinya akan menjadi restoranku juga, itu berarti akan menjadi restoranmu juga. Soal rumah, itu pikirkan nanti, toh rumah ini masih bagus. "

"Benar juga ya Mas. "

"Iya, " menganggukkan kepalaku. 

"Baiklah, aku setuju jika harus mengorbankan tanahku untuk dijual tapi ada syaratnya. "

"Syarat? apa? "

"Aku mau kamu carikan pengasuh untuk Putra dan... "

"Dan apa? "

"Dan kita sah secara negara. "

Aku kaget mendengar syarat yang diberikan Risa. Karena bagaimana bisa aku menikahinya secara resmi jika aku belum mendapatkan apa-apa dari Lisa. 

"Aku mau sebelum Lisa membeli tanahku, " ucap Risa. 

"Iya nanti diurus deh, " terpaksa mengiyakan.

"Oya, soal sembako kemarin Lisa sudah mengikhlaskannya, " ucapku lagi. 

"Syukurlah kalau begitu, aku nggak perlu mengeluarkan uangku. "

"Maksudmu? " menoleh ke arah Risa. 

"Iya, uangku, karna kamu kan belum kasih uang ke aku, dan aku mau segera kamu kasih kalau tidak ... "

"kalau tidak apa? "

"Nggak ada jual-jual tanah dan aku akan bilang ke Lisa kalau aku juga istrimu, " ucap Risa seraya meninggalkanku. 

Benar, gara-gara keuangan restoran Lisa yang menangani aku sampai lupa tidak memberi uang pada Risa. Sekarang bagaimana aku bisa mendapatkan uang untuk Risa, terlebih ada Putra yang sedang diasuhnya. 

[Arya, ibu butuh uang untuk arisan besuk, Doni belum kasih nih, pokoknya ibu minta sama kamu.]  

Pesan masuk dari aplikasi berwarna hijau kuterima dari ibu. 

'Apalagi ini, ' batinku seraya memegang kedua sisi kepalaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status