Part 5 Ku ambil kembali
[Sudah saya siapkan mbak, sepuluh orang lebih sesuai permintaan mbak Lisa] Pesan singkat dari Lila ku terima.
[Bagus Lila, aku akan segera datang ke restoran sekarang] balasku.
Sesampainya di restoran aku langsung menyuruh beberapa karyawanku untuk meletakkan meja panjang di jalan trotoar tepat di depan rumah Risa. Terdapat papan besar bertuliskan "SEMBAKO GRATIS" di sebelah meja. Ku siapkan lebih dari seratus bungkus sembako siap dibagikan ke pengguna jalan yang lewat.
Sementara Baim, salah satu karyawanku yang bertugas memanggil siapapun yang menginginkan sembako gratis terus berteriak menggunakan pengeras suara hingga membuat Risa yang di dalam rumahnya pun keluar.
'Ikan datang, ' batinku melihat Risa menghampiriku.
Sengaja aku berdiri di dekat pintu pagarnya yang tingginya hanya setengah badanku agar jika Risa keluar rumah aku bisa menahannya supaya tidak merusak rencanaku.
Dari pintu pagar terlihat jelas tumpukkan sembako yang dikirimkan ibu mertuaku tadi pagi. Beberapa karung beras, minyak, dll.
"Mbak Lisa yang ngadain acara itu? " tanya Risa kepadaku seraya menunjuk acara yang tak jauh di sebelahnya.
"Iya Mbak, nggak ganggu kan? enggak dong, ini amal lho, " jawabku seraya tersenyum lebar. "Duh, kenapa nggak di depan restoran Mbak aja sih? " "Waduh, kalau di depan restoran nanti kalau ada yang mau makan malah nggak ada tempat parkir, jadi di sini aja toh ini jalan umum kok. ""Iya sih, tapi berisik Mbak. "Ditengah obrolanku dengan Risa, ku kedipkan mataku pada Lila sebagai tanda bahwa saatnya beraksi.
Selangkah demi selangkah, dengan terus berteriak sembako gratis Lila bergeser sampai di samping Risa hingga menabraknya. Tentu saja ini salah satu rencananya.
"Wah, itu sembakonya masih banyak, ayo ambil sana! " ucap ketua gelandangan yang sudah dibayar Lila sebelumnya.
Jarak pintu pagar dengan pintu rumah Risa hanya sekitar lima meter jadi sepuluh orang masuk bersamaan pun terasa sangat riuh.
Ya, ketua gelandangan itulah yang bertugas mengajak teman-temannya yang sesama gelandangan untuk mengambil sembako di rumah Risa. Sementara aku terus mencoba menahan Risa.
"Ayo! " ucap gelandangan yang lainnya.
"Heh, bukan ya, itu bukan sembako gratis, " ucap Risa ingin menahan dengan tangannya tapi diurungkan kembali. "Mbak Risa sudahlah, lagian buat apa numpuk sembako, " ucapku. Tak perdulikan ucapanku. "Jangan diambil, kembalikan, " ucap Risa pada gelandangan yang satu persatu membawa sembako miliknya.Tangannya terus saja berusaha mencoba menahan tapi diurungkan kembali. Tentu saja Risa merasa jij*k untuk memegang gelandangan itu.
Setelah sembakonya di ambil, Risa terlihat kesal kepadaku. Dia meninggalkanku begitu saja di pintu pagar. Aku tak memperdulikannya, toh ini punyaku, ibu mengambilnya tanpa seizinku.
Ibu bilang, dia memberikan sembako itu untuk yang membutuhkan, ya, ku wujudkan kemauannya untuk memberikannya kepada yang benar-benar membutuhkannya. Toh, aku tidak akan rugi jika para gelandangan itu yang memakainya.
Setelah ini aku yakin pasti akan ada peperangan antara mertua, menantu dan ibu.
"Alhamdulillah, rencana berhasil Mbak, " ucap Lila seusai acara.
"Alhamdulillah, ngomong-ngomong kamu dapat gelandangan itu di mana? ""Hehehe, itu banyak di bawah fly over sama lampur merah, " ucap Lila menggaruk-garuk jilbabnya. "Kerja bagus kamu sore ini. ""Loh, tapi kok pak Arya nggak ada ya Mbak? kalau pak Arya ada pasti aku dan teman-teman bakalan dimarahi. ""Mas Arya sudah ku suruh buat cari-cari tempat buat lokaso restoran baru. ""Mau buka cabang Mbak? ""Ini bagian rencanaku. ""Oh, iya Mbak, " menganggukkan kepalanya.#
"Lis, aku sudah ketemu tempat yang cocok buat cabang baru restoran kita, " ucap mas Arya sesampainya di restoran.
"Benarkah Mas? dimana? " tanyaku. "Di dekat bandara, ada ruko yang sedang dijual. ""Jangan bangunan jadi mas nanti menghabiskan banyak biaya renovasi, lebih baik bagun dari nol saja. Oya, kata Dela Risa ada tanah yang tempatnya strategis, mungkin kita bisa membelinya, " ucapku. "Kapan Dela bilang? ""Tadi pagi. ""Tadi pagi? terus kenapa kamu suruh aku cari tempat kalau kamu kepengen beli tanah? ""Aku baru ingat, " seraya meninggalkan mas Arya.#
Tok... tok... tok... !! "Mas Arya? bu Tini? "Terdengar suara wanita berulang kali memanggil nama mas Arya dan ibu mertuaku.
Kami yang sedang sarapan pun bergegas menuju pintu depan. Ternyata Risa yang datang dengan raut wajah penuh emosi.
"Aduh, kenapa harus teriak-teriak sih? " ucap ibu mertuaku membukakan pintu.
"Loh, Mbak Risa, tahu dari siapa alamat rumahku?" tanyaku yang berdiri di sebelah ibu.Sekilas ku lihat ibu yang melototi Risa seakan memberi kode sesuatu.
"Em, dari Dela mbak."
"Oh, ada urusan apa? " tanyaku. "Mm, soal sembako kemarin Mbak. ""Loh, sembakonya kan sudah aku kirim, " ucap ibu. "Maksudnya Bu? bukannya sembako kemarin diberikan sama yang membutuhkan? saya jadi bingung, " ucapku pura-pura tidak tahu. "Jadi sembako yang diambil gelandangan kemarin itu pemberian dari mertua Mbak Lisa, " ucap Risa menjelaskan. "Loh Bu, Mbak Risa ini masih muda dan bekerja, nggak akan butuh sembako gratis, jangan samakan dengan gelandangan dong," ucapku. "Mm... anu, itu... " ucap ibu tak bisa menjawab. "Risa ini habis melahirkan, suaminya di luar kota jadi ibu membantunya, benarkan Bu? " sahut mas Arya."Ha, iya benar kamu Arya, ""Sejauh itu kamu tahu kehidupan Risa ya Mas? " tanyaku pada mas Arya. "Aku tahu dari Dela, waktu itu kan kita ketemu di rumah Dela, dan dia menjelaskannya. ""Tapi Dela bilang Risa bekerja dan suaminya pun bekerja, aku rasa dia bukan gelandangan yang harus dikasihani. Kalau begini jadinya, aku mau sembako yang diambil ibu dibayar lunas, " ucapku. "Loh kok gitu Lis? " tanya mas Arya. "Ya dong, aku lebih baik ngasih sembako gratis ke gelandangan, lebih berkah. ""Tapi kan sembakonya sudah di ambil gelandangan Mbak kemarin, Mbak Lisa juga lihat kan? " ucap Risa. "Aku memang melihatnya, tapi yang kupermasalahkan adalah kebohongan ibu. Sudah nggak minta izin, bohong lagi. Kalau begini nggak akan ada restoran baru, nggak akan ada pengalihan nama orangtuaku. Kalau nggak mau bayar, Ibu dan Risa akan ku laporkan atas pencurian sembako. ""Waduh, jangan dong Mbak, " ucap Risa. "Jangan kejam-kejam gitu dong Lis, jelek-jelek gini aku mertuamu lho, " ucap ibu. "Mertua sih mertua Bu, tapi kalau pencurian ya harus dilaporkan.""Ibu kan sudah bilang, " ucap ibu lagi. "Tapi ibu membohongiku, dan aku nggak terima itu. ""Sudahlah Lis, jangan diperpanjang, kasihan ibu, " ucap mas Arya. "Kalau gitu bayar! ""Kamu kok berubah gitu sih Lis sama Ibu, nggak biasanya kamu perhitungan sama Ibu, " ucap mas Arya. "Aku nggak berubah Mas, kamu dan Ibu yang berubah, " ucapku menatap mata mas Arya. "Jangan lupa bayar, " ucapku lagi. "Iya deh nanti ku bayar, " ucap mas Arya. "Kamu juga harus ikut bayar, kalau enggak bakalan ... " ucap ibu pada Risa tapi tertahan. "Bakalan apa Bu? " tanyaku. "Eee, bakalan... bakalan jadi gembel, " ucap ibu.'Ya bagus, kalau Risa jadi gembel kalian akan ikut jadi gembel, ' batinku.
"Sumpahmu nggak akan mempan, " ucap Risa berlalu meninggalkan kami.
5 tahun berlalu Bugh!"Mamaa ... Hiks hiks ... "Aku dikejutkan dengan panggilan Faiz, anakku dengan mas Abimanyu. Bocah kecil berusia hampir tiga tahun itu berlari kearahku yang duduk di kursi taman tak jauh dari tempat ia bermain.Hap!Faiz langsung menghambur ke pelukanku. "Kenapa sayang?" tanyaku lembut ketika kudapati ia menangis."Bola ... Hiks hiks," ucapnya seraya menunjuk bola di tempatnya ia bermain tadi."Kena bola?" Faiz hanya bisa mengangguk seraya tetap sesengukkan karena tangisannya.Aku tersenyum. "Ayo kesana!" ajakku pada Faiz untuk mengambil bola mainan tersebut.Saat akan mengambil bola tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika tiba-tiba bola itu diserobot duluan oleh seorang bocah berusia sekitaran lima tahun."Maaf Tante, Putra nggak sengaja," ucapnya meminta maaf. Ia pun melongos pergi begitu saja. Mungkin takut aku akan memarahinya. "Putra?" gumamku, tiba-tiba aku teringat akan anak itu. Saat penglihatanku mengikuti arah perginya bocah itu, aku pun dibuatnya
#Kedatangan Mantan MertuaTok!! Tok!! Tok!! "Lis? Ada tamu untukmu, " ucap Ibuku dari balik pintu kamar. Aku yang sedang selesai mandi sore pun langsung memakai jilbabku dan bergegas keluar. Siapa tamu yang datang sore begini? Seingatku hampir semua teman-teman yang ku undang ke pernikahan sudah datang saat resepsi tadi pagi. Saat hendak sampai di ruang tamu, betapa terkejutnya aku ketika melihat siapa yang datang. Keluarga mas Arya. Bu Tini, mantan mertuaku, Dela dan Neli. Sedangkan Doni, suamu Dela ia tak nampak. Mungkin tak ikut. "Siapa Lis? " tanya mas Abimanyu ketika mengetahui aku menghentikan langkahku. "Mereka, " balasku tanpa memalingkan wajahku. Mantan ibu mertuaku melihatku. "Lisa, sini Nak duduk bersama kami. " Manis sekali ucapannya. Aku pun melanjutkan langkahku. Duduk bersama mereka namun di kursi yang berbeda. Sementara mas Abimanyu duduk di sebelahku. "Kami bawakan ini Mbak, hadiah atas pernikahanmu hari ini, " Dela meletakkan sebuah bingkisan di atas meja.
#Sah! Seketika kami yang berada di ruang tamu langsung melihat kearah ayah. Entah apalagi yang akan ayahku sampaikan. Aish, membuatku deg-degan saja. "Tanggal pernikahan sebaiknya jangan melebihi satu bulan," kata ayah. Aku terkejut, seakan tak menerima, bagaimana bisa jarak lamaran begitu dekat dengan hari pernikahan. Kami kan perlu mempersiapkan segalanya. Dan itu tidaklah mudah. "Kenapa, Yah? ""Lebih baik lebih cepat. Lagipula, ingat umur."Aku mengelus keningku. "Astagfirullah. Iya Ayah." Hampir saja suudzon pada ayah karena ucapannya. Lagian kenapa juga harus bawa-bawa umur. Huh. "Sederhana saja. Gak usah mewah-mewah," peringat ayah yang lantas aku mas Abimayu mengiyakannya. Karena di rasa perbincangan selesi, mas Abimanyu (ciiee đ) berpamitan untuk pulang. Diikuti Lila yang akan diantarnya pulang terlebih dahulu. Aku beserta ayah dan ibu pun mengantar mas Abimanyu dan Lila sampai di teras. Mas Abimanyu membunyikan klakson mobil yang ia kendarai kepada kami. Setelah kepe
"Bagaimana Mbak Lisa, diterima nggak? " tanya Lila yang duduk di sampingku. Aku diam. Sejenak aku dibuat dilema. Ingin menolak tapi tak enak, apalagi dalam acara begini. Ingin menerima tapi nanti dikira aku gimana. Kan baru beberapa hari bercerai. Haduh.Aku melihat kearah ayah dan ibu, mereka hanya tersenyum membalasnya. Membuatku semakin dilema. "Haruskan aku jawab sekarang? " tanyaku melihat kearah Abimanyu. "Tidak. Tapi saya harap tidak lebih dari tiga hari. ""InsyaaAllah, " aku tersenyum. "Ayo dilanjut makannya, " ucap ibuku menawarkan beberapa makanan ringan penutup di makan malam kali ini. Canggung. Kami yang berada di meja makan merasakan kecanggungan setelah Abimanyu menyatakan maksudnya. Kecuali beberapa karyawanku yang sedari tadi ikut menyimak, mereka tetap asyik melahap makanan yang aku sediakan. "Lis, ikut ibu ke belakang yuk, " ucap ibu mengajakku. Tanpa banyak berpikir aku mengikuti langkah ibu kearah dapur. Aku mengerti, pasti ibu akan menegurku tentang jawaban
#Lima Bulan BerlaluWaktu menunjukkan pukul 19.30, tamu undangan mulai berdatangan. Tak terkecuali Lila, orang yang sangat berjasa bagiku. Kali ini ia tak datang sendiri, namun bersama Bejo. Ya, aku juga mengundangnya dalam acara makan malam yang sengaja ku buat untuk semua karyawanku. Melihat penampilan Bejo semakin kesini semakin enak di pandang. Aku seperti terhipnotis dibuatnya. Mempesona, sangat mempesona. Dengan stelan hem yang ia kenakan membuat aura anak muda terpancar namun tetap terlihat berwibawa. "Assalamualaikum Mbak Lisa, " sapa Lila setelah memasuki rumah dan menghampiriku yang berdiri di dekat kursi tamu. "Wa'alaikumussalam, " aku tersenyum kearahnya. "Mbak, " Lila membisikkan sesuatu kepadaku. Aku sedikit tercengang mendengarnya. Ia memintaku untuk memberikan waktu di tengah-tengah acara pada Bejo. Untuk apa? Entahlah. Aku tersenyum, mengacungkan jempolku, memberi tanda bahwa aku mengiyakan permintaannya. "Ini Bu, " ucap bi Inah seraya membawa beberapa toples m
Sah Bercerai Tak sabar ingin melihat mas Arya mengenakan baju tahanan. Dan bagaimana reaksinya setelah ku tunjukkan surat perceraian ini. Tak hanya itu, aku pun akan memberitahukannya bahwa selama ini aku sudah mengetahui kebus*kkan kelurganya. Dan pada akhirnya dia dan istri sirinya sampai di penjara pun karena rencanaku. Meskipun di tengah jalan begitu banyak fakta baru yang ku ketahui. Aku duduk bersebelahan dengan Lila, dan dihadapanku duduk Dela bersebelahan dengan ibunya. Kami saling diam sejak awal bertemu tadi. "Urusan apalagi kamu ngajakin kami ketemu di sini? " akhirnya mantan mertuaku membuka suaranya, meskipun dengan nada ketus. Mungkin masih kesal karena sudah ku usir dengan tidak terhormat. "Tunggu mas Arya, Ibu pasti tahu alasannya. "Mas Arya memasuki ruang tunggu dengan seorang polisi di belakangnya. "Li-Lisa, " ucapnya sesaat melihatku. Mas Arya berjalan menghampiriku. "Ekh, sana-sana! " usirku ketika mas Arya akan duduk di sebelahku. "Kok gitu sih Lis? "Aku