Di rumah sakit.
Darren mengamati kelopak mata Elina yang bengkak setelah dari kamar mandi.
Namun, Darren tak banyak bertanya. Dia hanya diam menunggu Elina yang sekarang sedang sarapan.
“Kamu terus berdiri di sana, apa kamu tidak lapar?” Elina bertanya tanpa memandang pada Darren.
“Saya harus memastikan Anda aman, jadi saya akan tetap di sini.” Suara Darren pelan tapi bernada penuh penekanan.
Elina menolehkan kepala ke arah Darren. Dia menatap datar pada pria itu.
“Aku di dalam kamar dan tidak ke mana-mana, apa yang kamu khawatirkan?” Satu sudut Elina tertarik ke atas sebelum kembali menatap makanannya. “Sebagai pengawalku, kamu harus dalam kondisi sehat, jadi makanlah, pesan sesuatu. Aku tidak akan mati hanya karena kamu tinggal makan.” Suara Elina terdengar dingin.
Tatapan Darren pada Elina tak bisa dideskripsikan. Dia akhirnya mengangguk lalu memesan makanan dan memutuskan sarapan di kamar Elina.
Saat siang hari.
Samantha mendatangi rumah sakit untuk menemui Elina. Tapi saat dia baru saja akan turun dari mobil, ada para wartawan yang sedang memburu berita tentang kecelakaan yang menimpa Elina.
Para wartawan itu mengerumuni mobil Samantha, membuat wanita paruh baya itu geram.
Namun, Samantha harus bersandiwara. Dia tidak boleh menunjukkan ke orang-orang kalau dia membenci Elina.
Samantha menyunggingkan senyum, lalu membuka pintu mobil dan menemui para wartawan itu.
“Nyonya Samantha, apa benar kalau putri Anda, Elina Alvalendra mengalami kecelakaan semalam?”
“Apa Elina mabuk dan menyetir sendiri sehingga mengalami kecelakaan?”
“Beri kami sedikit informasi tentang kondisi putri Anda sekarang.”
Para wartawan itu mulai melontarkan satu persatu pertanyaan seraya mengarahkan alat rekam ke arah Samantha.
Samantha memasang wajah sedih, satu tangan menyentuh dada dan mulai bicara.
“Benar kalau putriku mengalami kecelakaan, tapi dia tidak mabuk. Bahkan Elina jarang sekali minum minuman keras. Dia sedang mengemudi biasa, lalu ada sebuah mobil yang tak sengaja menabrak mobilnya,” ujar Samantha menjelaskan, “untuk kondisinya, dia hanya mengalami luka goresan dan memar, tidak ada yang fatal.”
“Tapi menurut polisi, kerusakan mobil putri Anda sangat parah dan menurut penyelidikan, mobil putri Anda melaju dengan sangat cepat sampai akhirnya mengalami kecelakaan?” tanya wartawan lagi.
Tatapan Samantha sekilas menajam, tapi detik berikutnya berubah sendu lagi.
“Ada kamera Cctv yang merekam kejadian semalam, kami akan merilisnya segera untuk menepis berita-berita yang tidak sesuai dengan fakta.”
Setelah mengatakan itu, Samantha memberi kode pada bodyguardnya membuat jalan untuknya.
Samantha pergi begitu saja mengabaikan para wartawan yang masih melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang pada akhirnya Samantha abaikan.
Ekspresi wajah Samantha begitu dingin. Dia benar-benar geram karena Elina menciptakan masalah lain, membuatnya harus berurusan dengan wartawan.
Hentakkan heels Samantha menggema di koridor rumah sakit menuju ruang inap VIP Elina dirawat.
Sesampainya di sana, Samantha langsung masuk kamar Elina dan tatapannya tertuju pada Darren yang berdiri di dekat jendela.
“Aku mau bicara berdua dengan Elina, keluarlah!” perintah Samantha sambil menggerakkan kepala sebagai isyarat.
Darren melirik sejenak pada Elina, lalu mengangguk ke arah Samantha dan melangkah meninggalkan kamar itu.
Begitu terdengar suara pintu tertutup. Samantha berjalan mendekat ke arah Elina, lalu tangannya terulur dan mencengkram kuat lengan Elina.
Elina meringis menahan sakit. Apalagi tangannya memar karena benturan keras kecelakaan semalam.
“Apa kamu sudah bosan hidup?” tanya Samantha dengan nada penekanan.
Elina tak menjawab. Dia memejamkan mata menahan sakit di lengannya.
Samantha memiringkan senyum. Dia melepas kasar lengan Elina dan tatapannya begitu dingin pada putri suaminya itu.
“Lihat, akibat ulahmu, sekarang para wartawan memburu berita tentang kecelakaan yang kamu alami. Kamu sedang menciptakan masalah lain, tidak cukupkah kamu bersikap tenang dan jalani saja kehidupanmu dengan baik di rumah mewah kami!” Samantha bicara dengan nada suara pelan tapi penuh dengan penekanan.
Elina menatap datar sampai membuat Samantha kembali murka.
“Jangan menatapku seperti itu! Apa kamu ingin mati, hah?” Samantha mencengkram kedua pipi Elina dengan satu tangan.
Elina tetap diam, tak merespon. Dia tahu kalau Samantha hanya menggertak dengan nyawanya, karena sejatinya Samantha tak berani menyingkirkannya sebab masih membutuhkannya.
“Apa aku perlu mengancammu setiap menit dan detik agar kamu menuruti perkataanku, hah? Ingat, jika kamu memberontak dan masih bertindak merugikan kami, aku takkan segan menghilangkan nyawa ibumu itu!”
Elina menjauhkan bibirnya setelah cukup lama menyentuhkannya ke bibir Darren. Membuka matanya perlahan, Elina menatap Darren yang masih bergeming dengan tatapan tertuju padanya.Kedua pipi Elina panas merona, dia sadar dengan apa yang sudah dilakukannya, kini menyisakan kecanggungan di antara mereka.“Tadi ….” Darren menjeda kalimatnya, dia melipat bibirnya, tatapannya terus tertuju pada Elina untuk menuntut penjelasan akan arti sentuhan bibir mereka tadi.Elina menggigit bibir bawahnya, sadar jika tindakannya salah, dia langsung membuat alasan. “Anggap hadiah, atau terima kasih.”Kedua sudut alis Darren tertarik ke atas mendengar ucapan Elina.Melihat Darren yang menatap aneh padanya, Elina kembali menjelaskan untuk menutupi kepanikannya. “Jangan dimasukkan ke dalam hati, terkadang orang dewasa, lawan jenis, melakukannya sebagai tanda terima kasih, kan? Jadi, itu terima kasihku karena kamu sudah mau berada di pihakku.”Darren masih diam menatapnya, sampai Elina kembali bicara. “Aku m
Melihat tatapan Elina yang begitu serius padanya, Darren menipiskan senyum sebelum menghela napas kasar.“Saya paham jika Anda tak mudah percaya begitu saja dengan apa yang mungkin akan saya jelaskan,” kata Darren.Saat mendengar Darren mulai bicara, Elina melipat kedua tangan di atas lutut, lalu dia meletakkan kepala di atas kedua tangannya, dengan tatapan tertuju pada Darren.Elina menutup rapat bibirnya, siap mendengarkan semua penjelasan dari Darren untuk memantapkan hatinya agar semakin yakin dan percaya pada semua yang akan Darren lakukan untuknya.Darren diam sejenak melihat tingkah Elina yang begitu santai mendengarkannya bicara, padahal sebelumnya sikap Elina begitu serius. Cara Elina memandangnya saat ini, membuat desiran aneh di dalam dadanya.Darren buru-buru mengontrolnya emosinya. Untuk lebih meyakinkan Elina, akhirnya Darren kembali bicara. “Saya benar-benar ingin membantu Anda, terutama setelah melihat bagaimana Anda tidak diperlakukan baik dan melihat bagaimana ibu An
Elina baru saja tiba di rumah. Dia segera melangkah masuk ke dalam rumah, saat tanpa sengaja berpapasan dengan Samantha yang baru saja keluar dari ruang keluarga.“Sudah pulang.”Suara bernada dingin itu menusuk ke telinga Elina, tapi Elina bersikap biasa saja, bahkan dia masih bisa memampangkan senyum di bibirnya.“Iya,” balas Elina singkat, “aku naik ke atas dulu,” katanya lagi.Saat siap melangkahkan kaki untuk meninggalkan Samantha, Elina kembali berhenti karena Samantha bertanya, “Apa menyenangkan bermain bowlingnya?”Elina menoleh pada Samantha lagi, melihat tatapan penuh selidik dan curiga dari sorot mata Samantha, Elina tetap memasang senyumnya saat dia menjawab, “Sangat menyenangkan.” Melihat Samantha menipiskan senyum, Elina menatap meyakinkan saat dia kembali berkata, “Aku sudah sangat lama sekali tidak bermain bowling. Bisa kembali bermain, rasanya sangat menyenangkan.”Satu sudut alis Samantha tertarik ke atas. Dia mengangguk pelan setelah tatapannya menelisik ke tubuh E
Jhonny terkejut mendengar ucapan Samantha. Dia menoleh pada Samantha yang sudah berdiri di sampingnya. Menatap sang istri yang menatap penuh rasa penasaran, lalu Jhonny membalas, “Mencurigakan bagaimana maksudmu?”Samantha diam sejenak untuk berpikir dengan tatapan tertuju ke samping, dia menatap kembali pada Jhonny lalu setelahnya membalas, “Ya, mungkin lalai di pekerjaan, atau dia meninggalkan ruangan di jam kerja? Intinya mungkin dia melakukan hal-hal yang tak semestinya di kantor?”Kening Jhonny berkerut dalam, kepalanya menggeleng pelan.“Elina selalu patuh, dia mengerjakan pekerjaannya tanpa masalah. Dan, jikalaupun di keluar dari ruangan, sepertinya hanya untuk makan siang atau jika ada urusan di luar seperti rapat atau meeting dengan klien,” ujar Jhonnya menjelaskan.“Kamu yakin?” tanya Samantha memastikan dengan mata menyipit.Jhonny memandang aneh pada sikap Samantha, lantas dia balik bertanya, “Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?”Samant
Elina menatap Darren yang tampak sangat serius ketika bicara. Setiap kalimat yang meluncur dari bibir Darren, seperti sebuah nada-nada yang indah ketika menyelip di telinganya.Tembok tinggi yang dibangunnya agar tak ada siapa pun yang bisa menjebol pertahanannya dalam waspada akhirnya runtuh. Kini Elina benar-benar memercayai setiap kalimat yang diucapkan oleh pria di depannya ini.“Tentu saja,” balas Elina, “asal kamu tak mengkhianatiku, aku tentu tidak akan ragu.”Darren mengangguk paham. Dia lalu menoleh ke jam dinding.“Kita tak bisa terlalu lama di sini, Nona. Nyonya pasti akan curiga jika Anda bermain bowling terlalu lama,” ucap Darren kemudian.Elina hanya mengangguk-angguk, lalu dia bangkit dari posisi duduknya.“Di ruang ganti ada kamar mandi khusus, Anda bisa membersihkan diri dulu di sana jika ingin,” kata Darren.“Jika aku mandi di dini dan pulang dalam kondisi bersih, Samantha pasti akan curiga. Jadi biarkan saja kondisiku seperti ini,” balas Elina cepat.Darren mengangg
Elina dan Darren sudah berada di atas matras untuk mulai berlatih bela diri setelah melakukan pemanasan.Darren mengamati postur tubuh Elina, sebelum melangkah menghampiri lalu membantu Elina membuat kuda-kuda.“Atur napas Anda lebih dulu, buka kedua kaki Anda selebar bahu, lalu posisikan tangan Anda seperti ini,” kata Darren sambil membantu Elina mengatur posisi yang tepat.Darren berdiri di belakang Elina, memastikan Elina di posisi yang tepat untuk menghindari cedera.“Saya tidak akan mengajarkan Anda ilmu bela diri yang berat, hanya beberapa cara untuk mempertahankan diri saat Anda diserang,” kata Darren.Elina mengangguk saat melirik Darren yang ada di belakangnya.Darren melangkah ke depan Elina. Dia berdiri di depan majikannya ini, lalu mulai memasang kuda-kuda untuk melatih Elina.“Coba cengkram pakaian saya, Nona. Yang kuat,” pinta Darren.Elina mengerutkan keningnya, tapi dia tetap melakukan apa yang Darren katakan.Elina mengulurkan tangan, lantas mencengkram tepian baju Da