เข้าสู่ระบบSarah diam menatap Eleanor yang tersenyum miring. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan napas perlahan.“Jadi, mulai hari ini, Anda benar-benar yang akan menjadi atasan saya dan Bu Elina tidak akan kembali ke sini lagi?” tanya Sarah dengan tatapan tak teralihkan dari Eleanor.Eleanor mengangguk-anggukan kepala sambil membalas, “Tepat sekali.”Sarah membuang napas pelan melalui mulut. Dia tersenyum tepat saat Eleanor menatapnya. “Baiklah,” katanya.Sarah melepas lanyard yang menggantung di lehernya, lalu dia menggulung talinya ke Id Card miliknya.Eleanor mengerurtkan kening melihat Sarah melepas lanyard, ekspresi wajahnya berubah tak senang.“Baiklah, karena Bu Elina sudah tidak bekerja lagi di sini, maka saya juga akan mengundurkan diri,” kata Sarah sambil kembali tersenyum ketika melihat tatapan kaget dari Eleanor.Sarah seolah mencibir Eleanor, wanita di depannya ini t
Saat malam hari di rumah Alvalendra.Samantha mondar-mandir di kamarnya karena waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam tapi Jhonny belum juga pulang.Samantha berhenti melangkah, tatapannya tertuju ke jam di dinding, melihat jarum jam terus bergerak memutar, membuat kecemasannya semakin memuncak.“Ke mana dia? Kenapa dia tidak memberi kabar dan sampai malam pun belum kembali?” gerutu Samantha.Samantha membuka ponselnya, tidak ada pesan atau panggilan dari Jhonny. Akhirnya dia mendial nomor Jhonny, lantas menyentuhkan ponsel di telinga, menunggu sampai suaminya menjawab panggilan darinya.Namun, panggilan itu berakhir dengan nada suara balasan otomatis, menandakan kalau panggilan itu tak dijawab oleh pemilik nomor.Mendengar itu, Samantha geram sampai memukulkan ponsel di udara.“Jadi, dia benar-benar marah karena wanita itu mati?” geram Samantha.Matanya membulat sempurna, rahangnya mengeras sampai otot-otot lehernya tercetak jelas di kulit lehernya.“Baiklah, kita lihat siapa ya
Di rumah Alvalendra.Eleanor masuk ke dalam ruang makan dan hanya mendapati sang mama yang siap sarapan di sana. Eleanor menatap bingung karena kursi ayahnya kosong. Dia menarik kursinya lalu mendudukkan tubuhnya di sana sambil menatap pada Samantha yang ada di hadapannya.“Apa Papa sudah mulai ke kantor? Atau Papa masih di kamar?” tanya Eleanor sambil membuka piringnya.“Abaikan papamu, dia pergi dari pagi tanpa berpamitan,” balas Samantha tanpa menatap pada Eleanor. ‘Dia pasti pergi ke makam si jalang itu,’ batin Samantha kemudian.Samantha sangat yakin kalau Jhonny masih mencintai Eliz, tapi Jhonny takut padanya karena semua kekuasaan yang didapat Jhonny tak lepas dari campur tangan Samantha.Meskipun Samantha adalah istri sah dan mendapatkan semua milik Jhonny, tapi api cemburu di dadanya tak pernah bisa padam. Dia akan terus menganggap kalau Eliz adalah saingannya.“Ele, mama sudah mengatur agar kamu bisa mulai bekerja di perusahaan kita. Besok, kamu sudah bisa masuk menggantika
Mengingat kondisi Eliz yang buruk selama disekap di rumah sakit jiwa, akhirnya Elina meminta sang mama untuk beristirahat sepuasnya tanpa memikirkan rasa takut akan disakiti atau disiksa oleh anak buah Samantha.Elina menemui Darren yang menunggunya di luar kamar, saat bertemu pria itu, Darren menggandeng tangannya lalu mengajak Elina ke ruang makan.Elina belum berkata-kata, menunggu waktu yang tepat untuk mempertanyakan hal-hal yang membuatnya penasaran.“Duduklah, pelayan akan menyiapkan sarapan untukmu.”Elina mengikuti ucapan Darren, setelah duduk dia menatap Darren yang juga duduk di sampingnya.Beberapa saat kemudian, pelayan datang membawa banyak piring berisi lauk yang sudah disiapkan, lalu menyajikannya di atas meja.Darren membuka piringnya, lalu menoleh ke Elina yang hanya diam.“Kenapa? Ayo makan?” ajak Darren.Elina masih diam, dia trauma dengan apa yang terjadi di rumah. Rasanya tak ada kepercayaan ke makanan yang disajikan untuknya.Darren memperhatikan Elina yang hany
Darren sudah keceplosan bicara, dia sedikit panik tapi tetap berusaha tenang.“Akan aku ceritakan nanti, sekarang aku punya kejutan untukmu.”Elina mengerutkan kening, menyadari Darren menyembunyikan sesuatu, Elina kembali berkata, “Jangan membohongiku, Darren? Apa ini ada hubungannya dengan kamar mewah ini? Dan, di mana kita?”Darren menyadari kalau Elina masih saja terus waspada. Dia menangkup kedua pipi Elina, lalu berkata, “Aku akan cerita semua, tapi sekarang kamu harus melihat sesuatu, yang … mungkin bisa membuatmu sedikit senang.”Kening Elina berkerut dalam.“Aku sudah menyiapkan pakaianmu di lemari, saat kamu sudah benar-benar memiliki energi, gantilah pakaianmu dan keluar dari kamar. Aku tunggu di luar.”Darren mengusap pipi Elina, lalu segera bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan kamar.Elina masih menatap bingung tapi juga penuh curiga. Kewaspadaannya meningkat karena Darren tidak langsung jujur padanya, tapi dia juga penasaran, apa yang Darren siapkan untuknya
Di kamar Eleanor.Dia duduk di tepian ranjang sambil memegang ponsel di tangan kanannya. Eleanor menatap nama Edo di layar, sedang menerka-nerka apakah Edo berhasil melakukan tugasnya atau tidak.Saat Eleanor masih diam berpikir, ponselnya berdering dengan nama seseorang terpampang di layar.“Ada informasi apa?” tanya Eleanor begitu menjawab panggilan itu.“Night Klub dirusak, bahkan sekarang Edo tidak diketahui keberadaannya.”“Apa?” Eleanor sangat terkejut sampai menegakkan badannya. “Apa maksudmu?” tanya Eleanor memastikan.“Setelah Anda pergi, beberapa pria menghancurkan tempat itu. Tidak ada yang tersisa, Edo menghilang dan tidak bisa dihubungi.”Eleanor diam sesaat. Dia mencoba mengingat kejadian tadi. Saat akan pergi, Eleanor memang berpapasan dengan beberapa pria berpakaian serba hitam, mungkinkan para pria itu yang membuat ulah.Mengabaikan nasib Edo, Eleanor kembali bertanya, “Lalu, apa kamu tahu keberadaan Elina?”“Dia juga menghilang.”Eleanor menggenggam erat ponselnya, g







