MasukMata Elina masih tertuju pada Darren saat pria itu menoleh padanya. Raut wajah gadis itu dipenuhi keraguan.
“Tidak cukup menolongku, lalu sekarang kamu mengajukan diri sebagai bodyguardku? Apa sebenarnya yang kamu inginkan?”
Setiap kata yang keluar dari bibir Elina terdengar menyelidik.
Senyum tipis tersemat di bibir Darren. “Saya hanya butuh pekerjaan. Menjadi pengawal adalah keahlian saya.”
Satu sudut alis Elina tertarik ke atas mendengar ucapan pria itu. “Apa kamu tahu? Mungkin kamu tak akan selamat jika menjadi bodyguard pribadiku. Jangan menyia-nyiakan nyawamu, kamu bisa menjadi pengawal artis atau yang lainnya.”
Selama ini tak ada yang Elina percayai. Walau Darren tampak baik, tapi Elina yakin kalau Darren akan lebih mengikuti arahan Samantha. Dan itu, sama saja dengan belenggu lain yang akan mengikatnya.
Tidak ada yang pernah tulus pada Elina, semua dusta. Bahkan kepercayaan yang pernah dia tanamkan untuk sang ayah pun sirna.
Kini hanya pada dirinya sendiri dia percaya, hanya dia yang bisa melindungi dirinya sendiri.
Senyum samar di wajah Darren terangkat lebar, tapi sorot matanya mengisyaratkan hal lain yang tak bisa dideskripsikan.
“Anda tak perlu mencemaskan nyawa saya. Saya akan menanggung semua resiko yang akan saya hadapi karena saya tidak pernah mundur dari keputusan yang sudah saya buat.” Sorot mata Darren berubah antusias. “Saya akan menjaga Anda dengan baik, Nona.” Kalimat kedua dari bibir Darren mengandung sebuah penekanan.
Elina diam dengan tatapan menelisik. Meski tatapan Darren begitu aneh, tapi ada kesungguhan di sorot mata pria itu.
Namun, meski begitu, Elina takkan langsung percaya seratus persen padanya. Dia harus ingat jika ada Samantha yang mungkin akan mengendalikan Darren. Karena itu, Elina harus menjaga batasan ketenangan dan tetap waspada demi dirinya sendiri.
“Aku berharap kamu tidak kabur di hari pertamamu bekerja.”
Nada ledekan ini hanya salah satu cara untuk Elina menepis rasa percaya yang akan singgah karena kalimat yang Darren lontarkan.
Lagi-lagi senyum Darren terangkat, sikap beraninya ditunjukkan dengan gestur tubuhnya yang tegap seolah siap menghadang apa pun yang menerjang.
“Saya tidak akan kabur, Nona. Atau mari buat kesepakatan,” kata Darren tiba-tiba. “Jika saya tidak bisa bertahan selama satu bulan, Anda boleh meminta apa pun dari saya. Tapi jika sebaliknya, maka Anda harus mengabulkan permintaan saya?”
Kening Elina berkerut dalam. “Kamu akan kalah.”
“Kita sepakat, Nona?”
Tak ada jawaban dari Elina, hanya tatapan datar saja yang Darren lihat.
“Ini sudah sangat larut. Istirahatlah, Nona. Saya akan terus berjaga di sini,” kata Darren dengan nada penekanan yang tersirat pada kata ‘Nona’.
Elina masih menatap pada Darren, lalu akhirnya dia memilih mencoba memejamkan mata karena tubuhnya begitu sakit. Pikirannya pun begitu lelah memikirkan kehidupan yang membuatnya seperti dipenjara.
Malam semakin larut. Cahaya remang kamar itu membelenggu kesunyian, suara pelan tetesan infus menjadi simfoni dalam keheningan.
Darren masih di sana, duduk di kursi tak jauh dari ranjang Elina dengan tatapan tak teralihkan sama sekali dari gadis itu.
Lalu, Darren bangkit dari duduknya. Dia melangkahkan kaki menghampiri ranjang Elina, kemudian berdiri dengan tatapan begitu tajam dan dingin pada gadis yang sekarang tertidur dengan sangat pulas ini.
Satu sudut bibir Darren tertarik ke atas. Satu tangannya mengambil sesuatu dari balik kaus hitam yang dipakainya … sebuah belati tergenggam di tangan.
‘Aku tidak sebodoh dia dan lihat siapa yang akan lebih dulu mati.’
Seringai di wajah Darren semakin lebar.
Tangannya menggenggam erat belatinya dan tatapannya begitu tajam pada Elina….
Meskipun Jhonny sebenarnya tidak ingat atau belum tahu apakah benar dia sudah tidur dengan Maya, tapi tatapan panik Maya seolah menjawab segalanya.Samantha sangat syok mendengar pengakuan Jhonny. Dia langsung memukul bertubi-tubi dada suaminya itu untuk meluapkan emosinya.“Bagaimana bisa? Bagaimana bisa kamu menyelingkuhi, hah? Kamu mau mati, hah?” amuk Samantha.Jhonny awalnya diam, tapi beberapa saat kemudian dia mencekal kedua pergelangan tangan Samantha yang terus memukulinya, menghentikan aksi wanita itu, lalu dengan tatapan tajam dia memandang istrinya ini.“Kenapa aku tidak bisa? Aku sudah muak dengan kelakuanmu. Selama ini aku diam karena berpikir kamu bisa berubah, tapi ternyata sifat kekanak-kanakanmu semakin menjadi-jadi. Bahkan kekejamanmu semakin brutal, aku sudah tidak tahan denganmu.”Semua ucapan yang Jhonny katakan, seperti ujung belati yang menusuk-nusuk jantung Samantha. Dia menatap tak percaya, tapi keegoisannya menyingkirkan semua fakta ucapan suaminya.“Aku tid
Di apartemen Jhonny.Setelah tertidur sejak siang karena mabuk, Jhonny akhirnya membuka matanya di malam hari. Kepalanya begitu berat karena efek alkohol yang masih tersisa di tubuhnya, dia sampai menekan kuat kepalanya.“Jam berapa ini,” lirihnya.Saat dia mulai membuka mata perlahan, Jhonny menatap langit-langit kamarnya. Dia diam sejenak untuk mengumpulkan sisa kesadarannya sampai terkumpul semua.Dia perlahan duduk, tubuhnya terasa sangat berat, sampai dia baru menyadari satu hal. Pakaian sudah tidak melekat lagi di tubuhnya, hanya ada celana pendek yang dia pakai.“Tunggu, kenapa pakaianku terlepas?” Kepanikan mulai menguasai pikirannya.Jhonny menoleh ke kanan dan kiri, mencari pakaiannya yang dia lihat ternyata sudah ada di keranjang pakaian kotor. Jhonny diam mengingat apa yang terjadi siang tadi. Dia hanya ingat minum sangat banyak sebelum mulai hilang kesadaran.“Apa yang terjadi?”Melihat kamarnya yang rapi, Jhonny tidak mengingat sama sekali dengan apa yang sudah dilakukan
Maya terkejut melihat Jhonny duduk di sofa dengan satu tangan menggantung di sisi pegangan sofa. Benda pecah itu sepertinya berasal dari botol yang terlepas dari genggaman tangan.Sisi sofa kini penuh dengan serpihan pecahan kaca dari botol. Maya akhirnya mendekat perlahan, mencoba menghampiri Jhonny dari sisi sofa satunya.“Tuan, Anda baik-baik saja?” tanya Maya begitu sudah berada di samping sisi sofa yang bersih dari pecahan botol.Jhonny membuka perlahan kelopak matanya saat mendengar suara Maya. Dia menatap ke wanita itu, hingga dari pandangannya sekarang, wajah Eliz lah yang Jhonny lihat.“Eliz, kamu datang,” lirih Jhonny sambil melebarkan senyumnya. Matanya begitu sayu, kedua pipinya merah karena pengaruh alkohol yang dikonsumsinya.Maya terkejut mendengar nama yang Jhonny sebutkan. Lalu bibirnya tersenyum tipis, dalam kondisi mabuk begini, pasti lebih mudah menjebak Jhonny.Namun, Maya tidak bisa bertindak gegabah, dia harus benar-benar memastikan kalau Jhonny memang mabuk dan
Suara tembakan terdengar beberapa kali di ruangan itu. Elina memegang senjata api dengan kedua tangannya, tatapannya lurus tertuju ke papan target yang ada di depannya.Dia terus berlatih sambil menunggu perkembangan rencana yang sedang dijalankan Darren. Dia harus mengasah kemampuannya sebelum menghadapi Samantha.Darren benar, Samantha tidak mungkin lepas dari perlindungan para pengawal, sehingga Elina harus lihai memainkan senjata dan bela diri, sebelum menghadapi wanita itu.Mengarahkan kembali mata pistol ke arah papan target, Elina kembali menarik pelatuk, melesatkan peluru yang kemudian menembus papan target.“Eli.”Suara Darren mengalihkan fokus Elina. Dia menoleh ke arah suara Darren, tatapannya kini tertuju ke arah Darren yang sedang berjalan ke arahnya.Elina melepas penutup kedua telinganya lalu meletakkan penutup telinga bersamaan senjata yang dipegangnya ke meja yang ada di sampingnya.“Apa ada informasi terbaru?” tanya Elina.Darren sudah berdiri di depan Elina. Dia men
Samantha mengepalkan telapak tangannya saat mendengar pertanyaan Jhonny. Apa yang diucapkan suaminya ini, seperti sebuah kalimat menantang dirinya.“Apa yang aku inginkan?” kata Samantha dijeda, “yang aku inginkan adalah, jika kamu berani mengkhianatiku lagi, maka akan kuambil semua yang ada di sini. Semua ini, yang ada di perusahaan ini adalah milikku!” Samantha bicara dengan nada penuh penekanan.Jhonny menatap datar pada Samantha yang sekali lagi mengancamnya. Dia akui, semua yang didapatnya tak luput dari bantuan yang keluarga Samantha berikan. Namun, sekarang dia tidak mau dikekang lagi.Jhonny berdiri dari duduknya, menatap pada Samantha yang terus memberikan tatapan tajam padanya, lalu berucap, “Kalau begitu ambillah.”Samantha membulatkan bola mata lebar mendengar ucapan Jhonny. Dia sangat syok, tidak menyangka Jhonny akan menantangnya seperti ini.“Kamu menantangku? Kamu pikir aku akan main-main?” amuk Samantha.“Aku tahu kamu tidak main-main, kuberikan semuanya. Bukankah den
Tiga hari berlalu. Di rumah Samantha, wanita itu benar-benar frustasi karena tidak bisa menangkap Elina, lalu sekarang Jhonny benar-benar tidak pulang dan mengabaikan panggilan darinya.Eleanor menatap Samantha yang tak memakan sarapannya sama sekali. Dia tahu kalau Samantha sedang memikirkan ayahnya juga Elina yang masih bebas di luar sana.“Apa aku perlu membujuk Papa agar mau pulang, atau mungkin sekadar membalas pesan Mama?” tanya Eleanor.Samantha mengalihkan tatapannya ke Eleanor, lalu dia mengembuskan napas kasar. “Tidak perlu.”Setelah membalas ucapan Eleanor, Samantha akhirnya mau menyentuh makanannya lagi. Kembali diam bergelut dengan pikirannya, Samantha menatap pada Eleanor yang sedang makan.“Jika papamu masih mengabaikan Mama, maka lihat saja apa yang bisa Mama lakukan untuk membuatnya tunduk!” geram Samantha.Eleanor tidak terlalu banyak bertanya, dia memilih diam dan membiarkan apa pun yang ingin sang mama lakukan.**Di apartemen Jhonny.Maya–wanita yang Jhonny tolon







