Share

Chapter 5

Sudut bibir Eleanor perlahan naik beberapa derajat, wanita berkacamata itu menatap anak buahnya tenang. "Aku ingin kau melenyapkannya, direktur utama perusahaan Cosh.Inc, dia sudah tahu terlalu banyak. Pastikan dia bertemu maut."

Nekh menelan ludahnya perlahan. Ini akan sulit, ia tahu itu. Nekh menatap wajahnya, kemudian menanyakan bagaimana caranya. Eleanor tertawa. "Itu ... bukan urusanku, Nekh."

'Pahamilah kalau kau bukan apa-apa tanpaku,' lanjut Eleanor dalam hati.

"Sialan," bisik Nekh, nyaris tak terdengar oleh Eleanor. "T-tapi aku tidak mungkin membunuh seseorang, kamu tentu tahu apa jabatanku kan?"

Eleanor tertawa, lagi. "Pikirmu, itu urusanku? Pikirkan caranya sendiri, aku tidak mau tahu, pria itu harus mati di tanganmu, atau nyawamu sebagai gantinya."

'Karena aku tidak benar-benar membutuhkanmu, Nekh sayang, kau hanya bonekaku.'

-000-

Eleanor menatap bosan kepada anak buahnya. "Ada apa?"

Sang anak buah memberi hormat sejenak, kemudian berkata, "Yang mulia, terjadi kekacauan dari mulai distrik 25 sampai dengan distrik 29, kaum Jaat mulai kekurangan makanan dan mereka mulai menciptakan kekacauan, saya khawatir kalau kekacauan ini akan menyebar ke seluruh negara."

Eleanor terkekeh sinis. "Salah mereka sendiri belum membayar pajak padaku. Biarkan saja, jika ada kaum Jaat yang mencoba menerobos perbatasan, bunuh saja."

"Tapi Yang mulia ...,"

"Tidak ada tapi, lakukan saja apa yang kukatakan, lagi pula, mereka tidak akan bisa melawan, kok." Eleanor tertawa bengis. Membuat anak buahnya merinding.

"B-baik, yang mulia," sahut sang bawahan sebelum undur diri dari ruangan Eleanor.

-000-

Eleanor menatap monitor raksasa yang berada di ruangan wanita itu, sesekali, sang Ratu tersenyum melihat kegiatan warga negaranya.

Entah itu Arka yang sedang stress karena tugas yang dia berikan, Anneke yang sedang memakan permen sembari menunggu Tomoaki, dan lainnya.

Itu menyenangkan untuknya, para boneka bekerja dengan baik.

Wanita itu melirik monitor yang berada paling ujung, itu adalah monitor yang mengawasi segala gerak-gerik kaum Jaat di distrik 25 sampai 29, terjadi kekacauan di sana. Kaum yang kelaparan itu mulai memberontak dan ingin memasuki distrik 24, yang Eleanor ingat, itu adalah distrik terlarang karena itu perbatasan antara kaum Jaat dan kaum lainnya, seperti Kora, Beld, dan Jarn.

Tawanya meledak ketika wanita itu melihat satu demi satu lelaki kaum Jaat ditembaki oleh pasukannya. Pasukan miliknya juga mengambil seluruh anak gadis yang ada di distrik tersebut, untuk dijadikan wanita yang lebih 'berharga'.

"Inilah akibat dari perbuatan kalian yang sudah menghancurkan hidupku!" 

Sembari melihat dokumen yang menumpuk di mejanya, Eleanor sesekali menonton monitornya, hingga ketika seseorang masuk ke ruangannya.

"Maaf mengganggu anda, yang mulia, tetapi kali ini anda benar-benar harus turun ke distrik 25, kekacauan di sana semakin parah dan pasukan kita tak bisa mengatasinya."

Eleanor menoleh kemudian menatap tajam bawahannya. "Bagaimana bisa pasukan kita tidak sanggup?! Cih, baiklah, bawakan aku satu truk besar makanan sisa. Jangan melawan dan lakukan saja!"

Anak buahnya dengan patuh keluar untuk melakukan itu, sementara menunggu persiapan, Eleanor menelepon seseorang.

"Ya, selamat siang, Ishiwa."

Eleanor menghela napas, ketika sang ratu mendengar perkataan Nora. "Maaf, yang mulia, tetapi pasukan yang saat ini bisa bergerak ke sana sedang tidak ada, jadi kami tidak bisa mengantisipasi kekacauan yang ada."

"Dengar ya, Ishiwa, aku tidak mau tahu! Siapkan pasukan terbaik, aku akan turun ke distrik itu, jangan membantah dan lakukan saja, atau apapun yang kau lindungi, akan aku hancurkan!" sahut Eleanor dengan gaya diktatornya yang mengerikan. Di seberang sana, Nora menghela napas, kemudian mengiyakan perintah Eleanor dengan terpaksa.

Eleanor merapikan seragamnya, kemudian dia melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari ruangannya. Suara dari sepatu hak tinggi yang membungkus kaki sang ratu seolah menjadi melodi di sepanjang lorong kastil tersebut. Sesekali, Eleanor tersenyum pada bawahan yang setia padanya.

-000-

Sepanjang perjalanan menuju distrik 25, Eleanor hanya diam sembari menatap lurus jalan raya yang kosong akibat kedatangannya. 

"Yang mulia, sebentar lagi kita akan tiba di distrik 24, apakah anda ingin menambah pengawalan?" 

Eleanor menghela napas. "Tidak perlu, toh kita sudah membawa dua truk besar makanan, kan?"

Anak buahnya hanya mengangguk, dalam diam, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju distrik 25.

Saat mereka sampai, Eleanor tidak terkejut ketika melihat kekacauan yang ada, sebaliknya, dirinya sudah memprediksi kalau kekacauan ini akan terjadi. Dengan santai, wanita itu menghentikan perlawanan para tentara yang diturunkan ke distrik itu.

"Hentikan!" kata Eleanor dengan suara nyaring. Para tentara yang tengah memukul balik kaum Jaat seketika berhenti dan memberikan jalan kepada Eleanor.

Dirinya kemudian mengadakan pertemuan di sebuah gedung di distrik 25 bersama salah satu pemimpin kaum Jaat.

"Apa mau kalian?" tanya Eleanor seolah dirinya peduli. "Apa yang kalian inginkan?"

"Makanan!!" jawab pemimpin kaum Jaat yang bernama Hayama sembari menatap tajam Eleanor.

Eleanor memasang senyum sinis. "Berikan aku semua anak perempuan kalian untuk kusekolahkan, dan sebagai gantinya, akan kuberikan kalian makanan."

Pemimpin yang sudah tua itu terdiam sejenak, ia tentu saja tahu, anak-anak mereka takkan disekolahkan, tetapi jika mereka tak memberikannya, semua pasokan makanan untuk kaum Jaat akan dihentikan total. Hayama menghela napas, kemudian menatap lurus mata hijau Eleanor.

"Baiklah, aku setuju."

"Kalau begitu, tanda tangani ini, Hayama."

Eleanor mengeluarkan selembar kertas dengan cap asli dari Ava, ia kemudian memberikan kertas tersebut kepada Hayama.

Hayama segera mengambilnya, kemudian membacanya dengan teliti. Setelah itu, pria tua itu terkejut. "Ini gila! Kau kembali menaikkan pajak kami hingga lima persen? Dan kau juga menuntut agar kami memberikan setidaknya lima anak kami untuk diberikan kepadamu sebulan sekali?"

Eleanor tersenyum sinis. "Apa kontribusi kalian kepada Avaka selain memberikan anak-anak kalian? Tidak ada! Tak satu pun dari kalian bekerja di luar daerah kalian!" sahut sang Ratu dengan pedas.

Hayama terdiam, apa yang dikatakan Eleanor tak lain merupakan kebenaran yang pahit. Mau tak mau, daripada mengorbankan kaumnya sendiri, dengan terpaksa Hayama akhirnya menandatangani perjanjian tersebut.

"Baguslah jika kau setuju." Eleanor mengambil surat tersebut dan menyinpannya.

"Tepati janjimu, Eleanor!"

Eleanor hanya mengangguk, wanita itu kemudian keluar dan memerintahkan semua anak buahnya untuk mengeluarkan bahan pangan yang mereka bawa ke distrik 25.

-000-

"Cih, sepulang dari tempat kumuh itu, aku jadi harus mandi!" gerutu Eleanor kesal.

Anak buah kesayangannya, Klei, tersenyum.

"Jika anda mau mandi, saya akan meminta pelayan di kastil untuk menyiapkan air mandi anda."

Eleanor hanya diam, kemudian sesaat kemudian ia bertanya, "Ada berita terkini apa?"

Klei tersenyum, lagi. "Jumlah pengungsi dari Jaat, bertambah hingga sepuluh persen."

"Masukkan mereka semua ke distrik 25!"

"Baik, yang mulia," sahut Klei.

"Dan tolong hubungi Nora."

"Baik, yang mulia."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status