Alice menginjakan kakinya kembali di tanah kelahirannya. Kini, dia sudah menjadi sosok wanita pebisnis ulung. Uang modal yang dia terima dari Dokter Giovanni berhasil dia kembangkan. Selama dua tahun ini, Alice sukses di bidang perhotelan dan restoran. Dia membeli hotel dan restoran yang sudah bangkrut dengan harga murah. Lalu, dia renovasi, dikelola dengan manajemen yang sudah handal dan melakukan promosi besar-besaran. Memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya agar mereka merasa puas.
Setelah berhasil di negara bagian Arizona, sekarang dia mengembangkan usahanya merambah ke bidang produksi barang rumah tangga. Dia mengincar perusahaan PT. Graham yang memproduksi barang-barang furniture. Selain membuat produk, dia juga membeli sedikit sahamnya.
Alice mengajukan ingin bekerja sama terlebih dahulu kepada perusahaan itu, untuk mendesain barang khusus untuk hotel dan restoran miliknya. Hari ini rencananya dia akan bertemu dengan CEO dari perusahaan itu. Dia adalah Alejandro Grey, adik dari Enzo Grey, mantan suaminya.
Seorang laki-laki yang memiliki tubuh atletis sedang berjalan ke arah Alice. Wajahnya datar seperti biasa, tidak ada senyum manis yang terukir di wajah tampan itu.
"Selamat siang, Tuan Grey," safa Alice dengan ramah.
"Selamat siang, Nona White," balas Alejandro masih dengan ekspresi datar.
Setelah basa-basi sedikit, keduanya pun membicarakan masalah kerja sama. Alice ingin di setiap produk yang mereka buat harus ada logo miliknya, yaitu kaktus. Tumbuhan berduri yang bisa tahan hidup lama meski di iklim yang ekstrim.
"Baiklah, kita sudah tanda tangani dokumen ini. Semoga kerja sama kita ini bisa berjalan dengan baik," ucap Alice dengan senyum cantiknya dan itu membuat Alejandro terpesona.
"Ya. Senang bisa bekerja sama dengan Anda," ujar Alejandro sambil mengulurkan tangannya. Dia merasakan desiran lembut dalam aliran darahnya, saat tangan kekarnya menyentuh kulit halus milik wanita cantik di depannya ini.
"Apa Anda tahu tempat yang asik buat menghabiskan malam yang senggang ini? Aku baru pertama kali datang ke sini. Jadi, tidak tahu tempat yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu," tanya Alice dengan suaranya yang lembut dan merdu.
"Ya, aku tahu. Tempat yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu yang senggang malam ini," jawab Alejandro.
Keduanya pun bertukar nomor handphone. Mereka sudah membuat janji untuk acara nanti malam.
***
Malam harinya, Alejandro menjemput Alice di apartemennya. Betapa terkejutnya dia saat melihat penampilan Alice. Begitu cantik menggoda dengan gaun yang indah, menampilkan bahu dan lengan yang mulus.
"Apa aku jelek? Atau tidak pantas memakai baju yang seperti ini?" tanya Alice sambil memperhatikan dirinya.
"Anda sangat cantik sekali, Nona," jawab Alejandro dengan gugup.
"Benarkah?" Senyum cantik diperlihatkan Alice pada laki-laki di depannya.
"Aku tidak berbohong. Anda itu salah satu wanita cantik yang pernah aku temui," balas Alejandro dengan sungguh-sungguh.
"Terima kasih. Apa sebaiknya kita langsung berangkat sekarang?" tanya Alice kembali masih dengan senyuman yang menawan bagi hati laki-laki berpenampilan perlente.
"Ya, bisa," jawab Alejandro tersenyum sambil mengulurkan tangannya kepada Alice.
Alice terkejut karena dia pikir Alejandro itu adalah laki-laki yang dingin, kaku, dan galak. Tidak pernah terbayangkan kalau dia akan bisa bersifat seperti gentleman. Bahkan Alice juga bisa melihat senyuman ramah dari laki-laki itu saat dia menerima uluran tangannya.
'Ternyata Ale kalau tersenyum tampan juga. Kenapa dia jarang tersenyum, ya?' Alice hanya bicara di dalam hatinya saja.
***
Saat Alice hendak turun dari mobil pun, Alejandro menahannya. Laki-laki itu membukakan pintu dan mengulurkan tangan pada Alice. Tentu saja senyum tampan menghiasi wajahnya.
'Ada apa dengan aku? Diperlakukan seperti ini oleh Alejandro rasanya senang sekali,' kata Alice di dalam batinnya, tanpa dia sadari kalau pipi dia saat ini berubah merona.
"Terima kasih," ucap Alice sambil mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Alejandro.
"Sebaiknya kita isi perut dulu sebelum ke tempat yang menyenangkan 'itu'. Tidak lucu kalau kita hendak bermain tiba-tiba perut kita lapar," ujar Alejandro.
***
Restoran yang mereka datangi merupakan tempat yang mewah dan banyak menyajikan makanan menu internasional. Alice memesan steak sedangkan Alejandro memesan rendang.
"Anda suka masakan Indonesia?" tanya Alice tidak percaya karena dulu saat dia mengundang Alejandro ke restoran menu Indonesia pernah bilang tidak suka. Namun, kini laki-laki itu bilang menyukainya.
"Seseorang membuat aku suka masakan negeri impian itu," jawab Alejandro dengan tatapan sarat akan kesedihan.
"Aku juga suka. Hanya saja kebanyakan teman-teman aku tidak menyukainya karena terlalu banyak bumbu," kata Alice dengan pelan.
"Awalnya aku juga berpikir seperti itu. Karena seseorang pecinta makanan Nusantara, akhirnya aku pun ikut menyukainya," ujar Alejandro sambil tertawa kecil dan membuat Alice terpesona.
Berawal dari makanan yang mereka sukai, kini obrolan antara Alice dan Alejandro semakin nyambung. Bahkan kini mereka saling memanggil dengan nama panggilan nama.
"Ale, kita akan pergi ke mana sekarang?" tanya Alice begitu masuk ke dalam mobil.
"Ke tempat menyenangkan lainnya," jawab Alejandro sambil memasangkan sabuk pengaman pada Alice.
Jarak yang sangat begitu dekat, membuat keduanya saling menatap dan menahan napas. Bahkan Alice memejamkan matanya saat Alejandro mendekatkan wajahnya lagi. Namun, aksinya gagal karena bunyi telepon milik Alice. Alejandro pun menjauhkan tubuhnya dan memasang sabuk pengaman sendiri.
Alice melihat ada nama Victor di layar handphone miliknya. Maka, dia pun dengan cepat menggeser tombol berwarna hijau.
"Hallo, ada apa?" tanya Alice dengan pelan karena jantungnya masih berdebar kencang gara-gara kejadian barusan.
"Alice, aku sudah berhasil menemukan orang yang mau menjual sahamnya di perusahaan Electronic Brown."
"Benarkah?" Alice merasa sangat bahagia sekali hari ini.
"Iya. Dan kita akan menemui mereka besok pagi."
"Oke. Aku akan menantikan hari besok." Alice pun mengakhiri komunikasi mereka.
Alejandro menatap ke arah Alice. Entah kenapa dia merasa tidak suka saat mendengar pembicaraan perempuan itu dengan seorang laki-laki di telepon. Alejandro pun bergegas membawa Alice ke sebuah klub malam mewah yang tidak sembarangan orang bisa memasukinya.
"Club Emperor." Alice tahu tempat ini karena dia dulu sering menghabiskan waktu dan uangnya di tempat ini. Tentu saja bersama sahabat dan juga suaminya saat itu.
"Ya. Ini salah satu tempat untuk mencari hiburan yang paling menyenangkan." Alejandro pun menggandeng tangan Alice dan masuk ke sana.
Betapa terkejutnya Alice saat melihat dua orang manusia yang sedang bercumbu di kursi pojok. Mereka adalah Enzo dan Caroline. Kedua makhluk yang tanpa malu bermesraan di tempat umum.
'Enzo … Caroline. Tunggu saja pembalasan dariku,' batin Alice.
"Ada apa? Kenapa kamu melihat ke arah pojok terus?" tanya Alejandro dengan tatapan penuh selidik pada Alice.
"Aku merasa tidak asing dengan kedua orang itu?" Alice menunjuk ke arah Enzo dan Caroline.
"Mereka adalah monster, jangan sampai kamu menjalani hubungan apapun dengan mereka," desis Alejandro dengan penuh penekanan.
'Ya, mereka adalah monster!'
"Ale!" teriak Enzo begitu melihat saudaranya itu.
Jantung Alice berdebar kencang saat Enzo mendekat padanya. Kepanikan kini menyerang diri. Di mana saat ini untuk pertama kalinya mereka bertemu kembali setelah sekian lama.
'Ya Tuhan, jadikan aku wanita yang kuat dan mampu mengalahkan rasa ketakutan ini,' batin Alice.
"Hai, Nona. Kenapa kamu ketakutan seperti ini. Siapa nama kamu?" tanya Enzo sambil menatap lekat pada Alice.
***
Bab 31Alice mendatangi apartemen Olivia karena ada kabar dari kelanjutan hasil pemerikasaan sidik jari tempo hari. Selain itu dia juga akan memberikan kejutan untuk calon pengantin itu.Kini semua orang berkumpul di ruang tengah. Mereka duduk di sofa saling berhadapan dan hanya terhalang oleh meja."Ini data hasil laporan dari Morgan. Hasilnya sudah diketahui nama seseorang, tetapi aku tidak mengenal orang ini. Mungkin kamu mengenal dia," ucap Oliver sambil menyerahkan sebuah amplop kepada Alice.Alice pun membaca data orang yang ditemukan sidik jarinya di semua mobil milik Ariana. Nama yang tertera di sana adalah Evans Blue. Tentu saja bagi Alice nama ini terasa asing, tetapi saat melihat foto wajah orang itu, Alice merasa tidak asing."Apa kamu tahu orang itu?" tanya Oliver yang menatap ke arah Alice sejak tadi.Alice membaca data tentang orang yang bernama Evans Blue berulang kali takut ada bagian yang terlewat. Bahkan foto dirinya pun dia perhatikan baik-baik."Aku ... ragu akan i
Bab 31"Apa mommy tidak curiga kepada wanita ini? Aku merasa kalau dia itu seperti menyembunyikan sesuatu dari kita," ujar Caroline dan membuat semua orang yang ada di sana menatap dengan ekspresi terkejut."Apa maksud kamu, Caroline?" Hilda menatap tajam kepada menantunya. Terlihat jelas pancaran mata wanita itu terlihat tidak suka dengan sikap dari istri Enzo.Alice sendiri berusaha menahan diri agar jangan sampai dia melakukan sesuatu yang mencurigakan. Perempuan ini menggenggam ujung baju dengan erat untuk menenangkan dirinya.Alejandro pun menggenggam tangan Alice dengan lembut. Laki-laki ini berusaha untuk memberikan ketenangan dan kekuatan kepada sang kekasih.Caroline sejak tadi terus memperhatikan setiap gerak-gerik dari Alice. Apa pun yang dilakukan oleh wanita itu akan terus dia lihat."Ya aku bicara seperti ini bukan karena tanpa sebab. Dia itu suka ada di saat kita mengalami sesuatu yang buruk. Aku curiga kalau itu semua adalah perbuatannya," ucap Caroline dengan tatapan s
Bab 30 Wajah Alice mendadak pucat saat mendengar suara Enzo. Laki-laki itu tiba-tiba saja muncul di sana. Entah sejak kapan dia berada di lantai satu ini. Senyum manis pun terukir dari bibir sensual milik Alice. Wanita itu berjalan ke arah Enzo sekitar lima langkah. "Aku haus dan tidak ada air di nakas kamar. Makanya aku pun ke dapur untuk mengambil air minum," ucap Alice dengan pelan. Enzo pun menarik tubuh Alice sampai menempel pada badannya. Laki-laki itu hendak mencium bibir sang perempuan, tetapi dengan gesit wanita itu memalingkan wajah dan memundurkan kepalanya. "Kamu jangan kurang ajar Enzo. Hanya Ale yang boleh mencium bibirku," desis Alice dengan ekspresi kesal dan marah. "Kamu sangat menggoda Alice dan membuat aku selalu diliputi rasa bergairah jika dekat dengan dirimu," aku Enzo dengan suara yang menggoda. "Sana pergi dan rayu istrimu saja!" titah Alice sambil mendorong kuat tubuh suami dari Caroline itu sampai terlepas dan agak terdorong menjauh dari dirinya. Enzo
Bab 29Hilda pulang ke rumah dengan perasaan bahagia karena Alice dan Alejandro akan menginap di sana. Mereka makan malam bersama dan seperti biasa Alice memperlihatkan keromantisan bersama Alejandro. Tentu saja ini membuat Enzo kesal dan merutuki dalam hatinya. Berbeda dengan Caroline dengan menatap penuh benci kepada calon adik iparnya itu."Mom, di mana Tamara? Sepertinya belakang ini aku jarang sekali melihat dia," tanya Alice sambil melihat ke arah Hilda."Dia sedang sibuk berbisnis dengan teman-temannya. Sudah saatnya dia bekerja mencari uang. Jangan hanya bisa meminta kepada Enzo dan Ale," jawab Hilda dengan senyum tipisnya.Sebenarnya Alice tahu apa yang sedang dilakukan oleh Tamara. Wanita itu sering mendapat laporan dari orang kepercayaannya. Namun, dia biarkan saja sampai nanti waktu yang tepat untuk menghancurkan perempuan yang sudah membuat dirinya celaka dan kehilangan bayi di dalam kandungan beberapa tahun silam."Mommy sudah selesai menghubungi orang-orang yang akan men
Bab Tamara diam-diam masuk ke kamar ibunya. Wanita itu membuka perhiasan milik Hilda. Mata yang biasanya menatap sinis, kini terbelalak saat melihat banyaknya perhiasan di dalam kotak itu."Kalau aku ambil dua atau tiga, sepertinya tidak akan ketahuan," gumam Tamara sambil memilih model-model perhiasan lama.Bukan dua atau tiga perhiasan Hilda yang dibawa oleh Tamara, melainkan sekitar lima jenis perhiasan. Diantaranya kalung, sepasang anting, dua buah cincin, dan gelang rantai. Dia pun buru-buru memasukan perhiasan curian itu ke dalam sakunya. Lalu, dia pun menyimpan kembali kotak itu ke tempat semula.Uang milik Tamara sudah habis semua dan tidak bersisa sedikit pun. Wanita itu terlalu senang berfoya-foya dengan Robin sampai lupa batas. Jutaan dollar uang yang ada di tabungan bank sudah dihabiskan oleh dirinya dengaan kekasih barunya.Hari ini Tamara akan pergi bersenang-senang bersama Robin dan beberapa teman mereka. Sekarang bagi Tamara hal yang membuatnya bahagia adalah berkumpul
Bab 27Alice hanya melirik sekilas ke arah tangan Enzo. Lalu, dia memakai kembali blazer yang baru saja dibuka olehnya."Maaf, sekarang aku sedang sibuk mempersiapkan pernikahan aku dengan Ale. Tidak punya waktu luang untuk pergi berkencan ganda seperti anak remaja," sahut Alice.Mendengar ucapan Alice barusan perasaan Enzo merasa tersentil. Laki-laki itu hanya ingin bisa lebih mengenal dan sering bertemu dengan wanita yang akan menjadi adik iparnya."Maafkan aku Alice. Tadinya aku berpikir kalau kita sering bertemu akan mudah untuk saling mengenal sesama keluarga nantinya. Aku harap kedepannya kita bisa menjadi keluarga yang memiliki hubungan baik," ujar Enzo.Alice hanya diam sambil membuka beberapa gambar desain baju yang akan di-launching untuk 3 bulan yang akan datang. Bagi dia tidak perlu dengan melakukan kencan ganda pun dia sudah tahu orang seperti apa Enzo dan Caroline itu."Ya, sayangnya aku bukan orang yang suka pergi dengan orang yang jelas-jelas membenci aku. Takutnya yang