"Juna, Ibu mau Pernikahan ala-ala princess di negeri dongeng!" ucapnya sambil tersenyum malu-malu.
Mas Juna melongo, ia menatapku dan Nora yang seakan tak kalah syock nya dengan permintaan wanita yang bergelar Ibu itu."Bu, jangan malu-maluin, sudah tua juga!" protes Nora yang tidak terima dengan permintaan Ibunya itu."Eh, jangan begitu sama Ibu sendiri. Biar bagaimanapun, membahagiakan orang tua itu wajib bagi anak-anaknya!" sahut Mang Udin yang tidak terima calon istrinya itu di protes."Terimakasih, Sayang! Kamu benar-benar lelaki idamanku," tukas Ibu dengan tersipu malu.Aku semakin menggeleng-geleng melihat tingkah mereka berdua yang lupa usia.Tak ingin banyak berdebat, akhirnya aku dan Mas Juna menyetujui permintaan Ibu Mertua yang nyeleh itu. Kami pun mulai mempersiapkan acara pernikahan Ibu dan Mang Udin.Semua telah siap, tinggal menunggu penghulu datang! Jika biasanya para calon pengantin menggu"Biarin aja deh Kokom di sini, Leha. Ibu gak mau di pisahkan sama Bapak kamu!" ucap Ibu mengiba.Enggak, kenapa kalian nggak tinggal terpisah dari kami sih, Bu. Ngapain coba Ibu nikah sama dia, kalau nggak mampu nafkahin Ibu." Aku berkata sambil menatap sinis pada Mang Udin yang memasang wajah menantang."Eh Leha, kamu jangan atur-atur orang tua begitu, nggak baik jadi Mantu. Biar bagaimanapun juga, Ibu ini berhak tinggal di mana saja! Jadi anak kok begitu banget," celetuk Ibu yang tidak terima dengan ucapanku."Ya, tapi sadar nggak sih, Ibu itu bawa benalu dalam rumah kami," sahutku dengan kesal."Lihat! Kok mantu kamu nggak punya etika begitu," ujar Mang Udin."Buat apa saya punya etika dengan para benalu. Saya nggak akan terima Kokom di rumah ini, sadar diri dong! Ini rumah tangga, bukan rumah duka. Ini rumah saya, bukan rumah para lansia," cecarku dengan kesal.Meraka semua memandang marah kepadaku. Namun aku teta
Namun, aku tunggui mereka berdua, hingga selesai makan."Leha, Terimakasih, Nak." Mang Udin berucap sambil tersenyum."Selesai makan, mang Udin dan Kokom silahkan tunggu di taman depan saja," ujarku dengan datar."Kok gitu?" tanya Mang Udin, seolah ia keberatan."Cepat saja makannya, saya juga mau istirahat." Aku berucap dingin, tanpa menyahut pertanyaannya.Mang Udin dan Kokom saling pandang, lalu kembali mempercepat makannya.Sedangkan Ibu mertua tidak tahu menahu, bahwa mang Udin dan Kokom ada di dalam rumah. Ibu asik dengan derai tangisnya di dalam kamar.Setelah mengantar mereka kembali ke luar rumah, aku berniat masuk ke kamarku kembali.Baru berbalik badan mau menuju tangga, sudah terdengar tangisan Ibu mertua di ruang keluarga, ia tengah mengadu pada Putri kesayangannya itu.Namun aku acuhkan saja, aku berjalan cepat menaikki anak tangga, namun Ibu Mertua kembali menangis kencang untuk menarik p
"Bu, jika memang Ibu bersalah, mengakulah dan minta maaf kepada Leha dengan tulus." Mas Juna berucap sambil menggendong Baim."Nggak! Orang Ibu gak punya salah, Leha, kamu jangan adu domba Ibu dan anak dong!" bentak Ibu yang masih kekeuh mempertahankan egonya."Baiklah, kita tunggu Polisi saja, biar semua segera terbukti. Aku juga capek kalau harus terus mengalah, rumah tangga terus di recoki keluarga kamu! Mas.""Apa maksud kamu? Siapa yang recoki Keluarga kamu? Hah. Mantu kurang ajar memang, gak ada hormat-hormatnya sama orang tua!" bentak Ibu, ia menatap nyalang kepadaku."Leha, kita bisa bicarakan ini baik-baik, jangan dengan emosi," ucap Mas Juna."Yang emosian itu siapa? Kamu gak lagi hilang akal? Sehingga nggak bisa bedain yang mana yang salah dan emosi.""Juna, kamu tuh laki-laki apa bukan sih? Dari tadi di bentak Leha diam saja, lembek kamu Jun!" ucap Ibu tak kalah galaknya."Bu, Juna nggak bisa ba
Sebulan sudah, aku masih saja berjalan menggunakan kursi roda ini, rasanya sakit tersiksa sekali.Aku meminta Enot membawaku jalan-jalan pagi hari di taman depan rumah, bersama Bayi Baim di gendonganku.Tak lama kemudian, datang sosok Mang Udin, yang tak lain adalah suami Ibu mertua.Melihat ia berjalan membuka pagar saja hatiku sudah berpirasat kurang baik.Ia melihatku yang tengah duduk di taman, lalu tersenyum dengan langkah cepat ia mendatangiku."Hallo menantu!" sapanya dengan tampang tak tahu malu, ia langsung duduk begitu saja di kursi taman, tepat di sampingku."Ada apa kemari?" tanyaku tanpa basa-basi."Anu--- mau minta uang! Ibu kamu sakit," ucapnya sambil cengengesan.Aku mendesah berat, benar saja pikiranku, nggak bakal jauh-jauh dari dugaan. "Uang melulu, gunanya Kamu itu apa? Mang Udin. Ibu itu Istri kamu, harusnya kamu yang nafkahin, bukan saya!" bentakku.Mang Udin nampak ter
"Bu, dari pada ngomel melulu, mending duduk, lalu makan." Aku berucap dengan datar menatap wajah wanita tua yang begitu angkuh tersebut."Ibu gak mau makan, kecuali Mang Udin datang.""Yasudah, biarkan aja Leha, kamu gak usah urusin Ibu. Mas aja malas sudah!" Aku dan Ibu tercengang mendengar penuturan Suamiku yang nampak begitu acuh."Juna, kamu gak sayang Ibu lagi? Nak.""Justru Juna sayang, makanya Juna gak mau Ibu di peralat oleh Mang Udin, bukannya kedamaian dan kebahagiaan yang Ibu dapat, yang ada malah hancur Keluarga kita gara-gara dia.""Juna, Ibu sayang sama mang Udin! Kamu gak boleh bersikap begitu dengannya, sakit hati Ibu.""Yaudah, kalau memang Ibu sayang! Ibu ikut saja sama Mang Udin, jangan numpang di sini. Juna gak mau Keluarga Juna berantakan, gara-gara suami baru Ibu itu.""Jadi kamu ngusir Ibu Jun?"Mas Juna tak bergeming, ia melanjutkan makannya dengan tenang, aku pun malas me
Dering telepon masuk membuyarkan lamunanku dari Mas Juna dan Ibu yang entah kemana perginya.Kuraih gawai milikku yang berada di atas meja, aku menghela napas perlahan, tertera nama Mas Juna di layar handphone.Aku pun menerima panggilan teleponnya.[Hallo,][Dek, Ibu masuk rumah sakit] ucapnya dengan suara getir.Aku sedikit tersentak mendengar berita dari Mas Juna.[Yang benar Mas? Emang Ibu sakit apa?] tanyaku lagi.[Lemah jantung Dek, darah tinggi juga katanya][Astaghfirullah] ujarku.[Mas nggak bisa ninggalin Ibu di tempat Nora, tadi saja kami kesitu, Nora sudah terang-terangan menolak kehadiran Ibu. Terpaksa, Mas bawa ke rumah lagi, ya Dek.]Aku dilema, mau nggak mau, aku pun menyetujui permintaan Mas Juna, aku juga seoarang Ibu. Aku bahkan tidak tahu perangaiku ketika tua nanti, aku berharap tidak seperti Ibu Mertua. Tapi menolaknya juga tidak mungkin, biar bagaimanapun, dia adalah wa
Pov Ibu°'Udin, suamiku tersayang, aku rindu!' batinku bergejolak, menahan rasa rindu yang menggebu-gebu kepada pujaan hati yang kini bersama Istri ondel-ondelnya itu.Aku muak sebenernya kepada wanita itu, meskipun ia lebih muda dariku, tapi aku yakin aku lebih seksi darinya.Ia menjadikan aku pembantu gratisan di rumah kontrakan sempit itu, namun aku tak peduli, demi cintaku pada Udin, aku rela berkorban sebanyak itu.Aku bahkan hampir di penjara gara-gara emosi, untung saja anakku pandai membujuk menantu sialan itu.Namun sayangnya, ia tetap berusaha mengusir diriku yang malang ini dari rumahnya, terutama Udin suamiku, mereka menghina dan mengusir pangeranku itu dengan kasar tanpa belas kasihan.Dadaku sesak, hatiku sakit, melihat kepergian Suamiku tersayang. Namun aku juga tidak berani mengikuti langkahnya, sebab suamiku mengancamku berkali-kali, jika aku tidak bisa tinggal di rumah anakku lagi, maka aku pun tak boleh kem
Hari ini Ibu sudah kembali pulang lagi ke rumah kami, meski berat hati, tapi aku tidak mungkin mengusirnya.Semoga saja, kali ini Ibu bisa bersikap lebih baik lagi, dan Mang Udin juga tidak lagi menjadi benalu tambahan di keluarga kami."Leha, Ibu mau ayam bakar!" rengeknya."Baiklah, nanti Bibi yang buatin, Ibu istirahat dulu," ujarku."Mau-nya kamu yang bikinkan, masakan kamu enak-enak biasanya, jangan nyuruh orang lain dong! Leha," ujarnya dengan mimik wajah datar."Bu, Leha ini nggak bisa jalan masih, masa Ibu suruh-suruh?" jawabku setengah kesal, baru pulang sudah mulai buat perkara."Iya, Bu. Itukan semua gara-gara Ibu juga, bikin Leha seperti itu." Mas Juna menimpali ocehan kami. Ibu hanya mendengus kesal, mas Juna pun berlalu membawa Ibunya masuk ke dalam kamar tamu, kamar yang memang biasa Ibu tempati."Bi, buatkan ayam bakar madu," titahku pada Bibi yang tengah asik memotong-motong beberapa sayura