Share

Perangkap

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2021-07-15 23:44:28

Dering telepon masuk menghentikan obrolan kami bertiga sesaat. Aku meraih gawai milikku, yang berada di dalam tas. Terpampang jelas nama Mas Jalu, sedang memanggil. 

Aku pun meminta Mamah dan Gunawan untuk diam sesaat, dan meloudspeaker panggilan dari Mas Jalu.

[Hallo, Mas! Ada apa?] tanyaku so' polos.

[Ros, kamu bantuin, Mas! Mas kena masalah di kantor Papah, ada yang fitnah Mas, menggelapkan uang perusahaan!] rengeknya.

[Lho, ko bisa? Emang mereka nuduh apa sudah ada buktinya?] tanyaku pura-pura kaget.

[Ada sih, Ros. Mas juga nggak tahu, tiba-tiba ada bukti transferan uang masuk dalam jumlah besar, dan tiga kali dalam sebulan!] 

[Wow, luar biasa! Uangnya masih ada di rekening kamu? Mas.] 

[Belum cek, keburu di sita audit, semua kartu ATM, di bekukan Papah!] 

[Terus, bagaimana dong? Mas.] 

[Tadi ibu juga nanya, ternyata kartu kredit Ibu dan lainnya, juga di bekukan Papah.] Aku melirik Mamah sambil terkekeh pelan.

[Yah, kamu yang sabar ya! Mas.]

[Ros, tolong bujukin Papah, untuk membuka rekening Mas, Ya.] 

[Nggak berani aku, Mas.]

[Tolonglah, Ros. Demi aku! Masa kamu nggak mau!] rengeknya.

[Nanti aku coba, mas.]

[Kalau terbukti aku bersalah, kamu belain aku, ya Ros. Aku nggak mau masuk penjara!] 

[Em ..., emang Mas korupsi beneran nggak?] tanyaku sengaja.

[Ya nggaklah, aku tuh jujur, Ros. Aku ini pemimpin yang bijak dan berjasa, harusnya Papah kamu bersyukur memiliki menantu sepertiku.]

[Oh, begitukah? Luar binasa.]

[Apa? Ros. Maksud kamu?] 

[Eh, luar biasa, maksudnya.]

[Yaudah deh, sayang! Aku cinta kamu, bantuin aku ya!] 

[Hem ..., Nanti kucoba. Sudah ya Mas.] 

Tanpa menunggu jawabannya, aku segera mematikan sambungan telepon secara sepihak. 'Enak saja rengek-rengek begitu, aku tidak bodoh, Mas.' batinku mencibir.

"Ros, si Jalu korupsi?" tanya Gunawan sambil mengernyitkan dahi.

"Sepertinya, masih di selidiki, rekening miliknya serta Ibunya sudah di bekukan Papah, mungkin Ibunya terlibat."

"Hem, jadi itu alasan kamu mau berpisah?" tanyanya masih penasaran.

"Bukan, ntar juga kamu tau, tunggu kejutan dariku, ya."

"Kebiasaan." Gunawan menghembuskan napas panjang. Mungkin ia berusaha menahan diri, dari rasa penasarannya.

"Pulang yuk! Mamah sudah capek nih," ucap Mamah sambil bangkit dari duduknya.

"Ayo, Gunawan, pulang!" ujarku sambil berdiri mengikuti Mamah. Gunawan pun mengangguk, ia ikut berdiri.

Kami bertiga meninggalkan cafe, setelah membayar tagihan.

Kami berpisah dengan Gunawan di parkiran.

"Main-main ke rumah, Gun. Ajak Mamah kamu kapan-kapan." Mamah berucap sambil membuka pintu mobil.

"Siap Tante!" sahut Gunawan seraya berjalan menuju parkiran mobilnya.

Mobil kami meluncur meninggalkan halaman Mall besar tersebut.

Sepanjang perjalanan pulang, aku dan Mamah mulai berimajinasi liar tentang nasib Ibunya Mas Jalu.

"Mah, jangan-jangan tadi kartu atm-nya pada nggak bisa, gara-gara di bekukan Papah!" ujarku sambil terkekeh.

"Iya, bener itu Ros, si sombong meninggalkan rasa malu di toko itu!" ucap Mamah.

"Terus, bagaimana jika Ibu mas Jalu, benar-benar ke kantor Polisi, bakal terancam penjara dong! Sedangkan uang sudah nggak punya!" ujar Mamah lagi sambil terkekeh.

"Ros, ponsel kamu bergetar lagi!" ujar Mamah.

"Mamah, tolong ambilkan dong! Ros lagi fokus nyetir, nih." 

"Oke!" ujar Mamah sambil meraih ke dalam tasku. Ia raih benda pipih yang berada di dalam tas cantikku.

"Siapa Mah?" tanyaku dengan pandangan masih lurus ke depan.

"Mertua kamu, Ros."

"Mamah saja yang jawab," pintaku.

Akhirnya, Mamah pun menjawab panggilan telepon dari Ibu Mertua, yang sebentar lagi, akan menjadi mantan ibu mertua.

[Ada apa? Telepon-telepon anak saya?] tanya Mamah langsung ke intinya, sambil meloudspeaker panggilan telepon itu.

[Saya ada perlu sama menantu saya! Kasihkan handphone itu ke dia] 

[Ros itu anak saya, kamu nggak berhak perintah-perintah saya!]

[Kamu budek ya? Saya sudah bilang, saya ada perlu dengan Ros, kok kamu kekeuh banget mau bicara sama saya] ibu mertua mulai tersulut emosi.

[Ros lagi nyetir, kamu nggak usah ganggu!]

[Ros, tolongin ibu, Ros. Ibu mohon!] rengek Ibu mertua. Dengan suara yang semakin mengiba. 

Aku memberi kode ke Mamah, untuk menyahut Ibu mertua.

[Ibu kenapa? Ros lagi di jalan nih.] 

[Ros, Ibu di tahan Polisi, gara-gara jual tanah, katanya suratnya palsu. Kok bisa palsu Ros, itu surat tanah kamu?]

[Hah, Ibu jual tanah punya Ros?] Aku pura-pura terkejut mendengar penuturannya.

[Ah, eh, eng--nga Ros, ibu salah ngomong. Surat tanah sepupu Ibu, katanya palsu, minta ganti dua ratus juta. Kalau ibu nggak bisa memberikannya, maka ibu bakal mendekam di penjara, dengan tuntutan hukuman yang lumayan lama, Ros.] 

Masih sempat-sempatnya ibu berbohong.

[Minta sama Mas Jalu saja, Bu. Ros nggak punya uang sebanyak itu.]

[Jalu juga nggak punya, Ros. Kamu minta sama orang tua kamu dong! Ros. Masa Ibu punya menantu kaya, tapi pelit.] 

Ah, minta tolong saja, masih sempat-sempatnya menghina.

[Sudah ya, Bu. Ros sibuk.] Kuminta Mamah mematikan sambungan telepon.

Sambungan teleponpun kami putuskan sepihak, tanpa basa-basi lagi.

"Kalau mereka telepon lagi, kita abaikan saja, Mah, pembalasan untuk pengkhianat sudah berjalan dengan mulus. Emang ya, orang baik itu selalu di beri kemudahan." aku berkata sambil tertawa lepas, membayangkan Ibu yang masuk perangkap, dan Mas Jalu, yang sebentar lagi berakhir miskin.

"Ibu dan anak sama, sama-sama lintah penghisap. Satunya korupsi di kantor, satunya lagi maling aset-aset kamu. Malang kali nasibmu, Ros. Salah pilih suami," lirih Mamah sambil memegangi pelipisnya. 

"Sudah deh, Mah. Nggak usah nyindir lagi, aku kan rasanya semakin malu," ujarku dengan wajah cemberut.

Mamah terkekeh, meski terlihat raut wajahnya begitu terlihat lelah, entah apa saja yang ia pikirkan.

Seketika rasanya perasaan bersalah mulai menyeruk. 

Aku malu pada pilihanku, harusnya aku mengutamakan restu, bukan ego. 

Namun apa boleh di kata, nyatanya aku harus berakhir seperti ini. Mungkin inilah cara Allah menegurku, agar aku lebih mendengarkan pendapat orang tuaku. Bukan pemikiranku yang hanya di dorong rasa ego.

💞 Terimakasih 💞

Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku-nya makin semangat 😘

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
sangat menarik cerita ini.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   TAMAT

    Bab89"Siska, aku akan berusaha lebih keras lagi, untuk mencukupi kebutuhan kita. Tapi bisakah, kita pulang dan biarkan Leha, menikmati kebahagiaannya?"Jalu berkata dengan pelan, berharap Siska mendengarkan permintaannya."Tapi, Mas! Leha hidup enak, masa kita orang tuanya, hidup blangsak?""Leha, sudahlah! Biarkan saja kami tinggal bersama kalian," kata Siska, kembali memasang wajah memelas."Maaf, Bu! Leha tidak bisa," tegas Leha. "Lagi pula, selama ini Leha berjuang hidup sendiri. Semenjak Bapak menikahi Ibu, dia bahkan tidak lagi menengokku di rumah Nenek. Jadi, kurasa aku berhak menolak kehadiran kalian.""Mas, anakmu itu!" pekik Siska, menahan emosi dalam dadanya."Sudah! Aku juga lelah dengan sikapmu. Dari tadi kuminta baik-baik, tapi kamu terus bersikeras mengacaukan hari bahagia Leha. Dia itu putriku! Bukan putrimu, jadi tidak usah bersikap seperti ini. Kamu harus tahu, tidak ada kewajiban dia mengurus kamu dan aku."

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   TIDAK TAHU MALU

    Bab88 Leha tersenyum sumringah. Ketika calon suaminya, berjalan mendekat ke arahnya. "Terimakasih," bisik Briyan. "Aku beruntung!" ungkapnya dengan suara lembut. "Sudahlah, aku malu dilihati banyak orang," sahut Leha dengan wajah bersemu merah. "Haha, masa malu! Kita akan menikah," balas Briyan. Dikejauhan. Juna sangat sakit hati, melihat mantan istrinya, berbahagia bersama lelaki lain. "Leha ...." suara lelaki itu, membuat Leha sangat terkejut. Leha menoleh, ke arah asal suara."Bapak!" pekiknya. Melihat Jalu datang, bersama istrinya. Leha berjalan cepat, ke arah Jalu. "Bapak, beneran ini Bapak?" tanya Leha tidak percaya. Lama Jalu menghilang, meninggalkan Leha dan Ibunya, yang bernama Ratih. Ratih meninggal, saat usia Leha, sudah menginjak satu tahun. Cerita pilu dia terima, Leha lahir dalam penjara. Namun tetap saja, dia buah hati yang tidak bersalah apa-apa. Perbu

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Pernikahan

    pov Juna°"Mas, kamu cari kerja dong! Jangan nyantai aja kerjaannya, gak guna banget jadi laki-laki." Amel berteriak kasar kepadaku, ketika melihatku duduk termenung di teras rumah.Bagaimana aku bisa bekerja, sedangkan kesana kemari saja selalu di curigai. Di tuduh yang bukan-bukan lagi."Sabar dong! Kan sudah bikin lamaran juga, tapi memang belum ada panggilan kerja." Aku menyahut dengan kesal."Ya cari yang lain kek, kerja apa gitu, yang penting dapat uang." Amel berucap menggebu-gebu."Mel, kamu nih maksa banget. Mas juga pusing!" ucapku dengan berusaha setenang mungkin, meredam amarah dalam dada.Amel menghembuskan napas panjang. "Ibu sama anak sama-sama cuma jadi benalu saja. Nggak bisa bantu apa-apa, kalau aku tidak hamil, aku nggak akan sudi hidup bersama kalian." Aku berkata sambil melangkah pergi dengan teriakan dan emosi yang meletup-letup.Aku hanya terdiam, kali ini masa bodo.Aku juga ingin

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Dilamar

    Notifikasi pesan singkat masuk.Aku meraih benda pipih itu, lalu membuka pesan, yang berasal dari Brian."Ada waktu nggak? Mau ngajak makan malam!"tanya Brian di pesan itu."Boleh, jam berapa?"balasku."Jam tujuh ya! Aku jemput. Bawa Baim juga,"balasnya lagi."Oke."______________Tepat jam tujuh malam, aku dan Baim sudah siap di ruang tamu, menunggu kedatangan Brian.Tak lama kemudian, terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah. Aku tersenyum, meski belum melihat sosok Brian memasuki rumah. Namun aku sudah yakin, yang datang adalah Brian, yang sudah janjian dengan kami.Benar saja, wajah sumringah dengan ucapan salam memasuki pintu depan rumah."Assalamu'alaikum!" ucapnya sambil tersenyum dan berjalan menuju ke arah aku dan Baim. Wajah manis, kumis tipis kulit putih badan tegak itu kini menggendong bayiku dengan penu

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Pindah rumah

    Akhirnya, hari ini sidang keputusan cerai antara aku dan Mas Juna. Sebentar lagi, aku akan menyandang status single parents. Tidak masalah, yang penting hidupku tenang dari Benalu, dan aku bisa memulai hidup baru yang semoga saja lebih baik dari ini.Aku datang kepersidangan. Semoga hari ini lancar tanpa kendala, setelah melewati beberapa rangkaian. Hakim pun akhirnya memutuskan menyetujui gugatan ceraiku.Hari ini, Senin tanggal 08 Februari 2021. Aku resmi bercerai dari Arjuna Mahesa.Aku lega, akhirnya terbebas status dari laki-laki penyelingkuh itu.Saat aku keluar dari ruangan sidang. Terlihat dari kejauhan, Mas Juna berlari tergopoh-gopoh ke arahku."Ada apa?" tanyaku bingung, melihat Mas Juna yang begitu panik mendatangiku."Bagaimana hasil sidangnya?" tanyanya masih dengan napas memburu turun naik. Akibat ia berlari-larian."Beres, kita resmi bercerai." Aku menjawab santai pertanyaannya."

  • Pembalasan Untuk Pengkhianat   Menodong

    "Bu, diluar ada yang datang! Tetapi saya tidak mengenalinya.""Oke, Bi. Nanti saya temui." Bi Surti pun mengangguk, ia lalu kembali ke ruang tamu, melanjutkan aktivitas nya membersihkan rumah."Leha, mungkin itu Satpam yang kumaksud." Brian menimpali.Aku mengangguk, kami berdua pun berjalan menuju pintu keluar. Sedangkan Brian menggendong Baim dan duduk di kursi tamu.Aku mempersilahkan lelaki yang bertubuh kekar, berkepala plontos itu masuk ke dalam rumah."Silahkan duduk!" ujarku. "Bi, buatkan minum!" titahku kepada Bibi yang masih berkutat dengan kerjaannya."Baik, Bu." Bibi berlalu menuju dapur."Saya yang di minta Pak Brian, untuk menjadi Satpam di rumah Ibu Leha.""Oh, perkenalkan nama kamu!" ujarku."Saya Tejo! Umur tiga puluh lima tahun. Hanya seorang yang lulus SMP, mohon di terima bekerja, saya berjanji akan bekerja dengan baik.""Baiklah,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status