Share

Perangkap

Dering telepon masuk menghentikan obrolan kami bertiga sesaat. Aku meraih gawai milikku, yang berada di dalam tas. Terpampang jelas nama Mas Jalu, sedang memanggil. 

Aku pun meminta Mamah dan Gunawan untuk diam sesaat, dan meloudspeaker panggilan dari Mas Jalu.

[Hallo, Mas! Ada apa?] tanyaku so' polos.

[Ros, kamu bantuin, Mas! Mas kena masalah di kantor Papah, ada yang fitnah Mas, menggelapkan uang perusahaan!] rengeknya.

[Lho, ko bisa? Emang mereka nuduh apa sudah ada buktinya?] tanyaku pura-pura kaget.

[Ada sih, Ros. Mas juga nggak tahu, tiba-tiba ada bukti transferan uang masuk dalam jumlah besar, dan tiga kali dalam sebulan!] 

[Wow, luar biasa! Uangnya masih ada di rekening kamu? Mas.] 

[Belum cek, keburu di sita audit, semua kartu ATM, di bekukan Papah!] 

[Terus, bagaimana dong? Mas.] 

[Tadi ibu juga nanya, ternyata kartu kredit Ibu dan lainnya, juga di bekukan Papah.] Aku melirik Mamah sambil terkekeh pelan.

[Yah, kamu yang sabar ya! Mas.]

[Ros, tolong bujukin Papah, untuk membuka rekening Mas, Ya.] 

[Nggak berani aku, Mas.]

[Tolonglah, Ros. Demi aku! Masa kamu nggak mau!] rengeknya.

[Nanti aku coba, mas.]

[Kalau terbukti aku bersalah, kamu belain aku, ya Ros. Aku nggak mau masuk penjara!] 

[Em ..., emang Mas korupsi beneran nggak?] tanyaku sengaja.

[Ya nggaklah, aku tuh jujur, Ros. Aku ini pemimpin yang bijak dan berjasa, harusnya Papah kamu bersyukur memiliki menantu sepertiku.]

[Oh, begitukah? Luar binasa.]

[Apa? Ros. Maksud kamu?] 

[Eh, luar biasa, maksudnya.]

[Yaudah deh, sayang! Aku cinta kamu, bantuin aku ya!] 

[Hem ..., Nanti kucoba. Sudah ya Mas.] 

Tanpa menunggu jawabannya, aku segera mematikan sambungan telepon secara sepihak. 'Enak saja rengek-rengek begitu, aku tidak bodoh, Mas.' batinku mencibir.

"Ros, si Jalu korupsi?" tanya Gunawan sambil mengernyitkan dahi.

"Sepertinya, masih di selidiki, rekening miliknya serta Ibunya sudah di bekukan Papah, mungkin Ibunya terlibat."

"Hem, jadi itu alasan kamu mau berpisah?" tanyanya masih penasaran.

"Bukan, ntar juga kamu tau, tunggu kejutan dariku, ya."

"Kebiasaan." Gunawan menghembuskan napas panjang. Mungkin ia berusaha menahan diri, dari rasa penasarannya.

"Pulang yuk! Mamah sudah capek nih," ucap Mamah sambil bangkit dari duduknya.

"Ayo, Gunawan, pulang!" ujarku sambil berdiri mengikuti Mamah. Gunawan pun mengangguk, ia ikut berdiri.

Kami bertiga meninggalkan cafe, setelah membayar tagihan.

Kami berpisah dengan Gunawan di parkiran.

"Main-main ke rumah, Gun. Ajak Mamah kamu kapan-kapan." Mamah berucap sambil membuka pintu mobil.

"Siap Tante!" sahut Gunawan seraya berjalan menuju parkiran mobilnya.

Mobil kami meluncur meninggalkan halaman Mall besar tersebut.

Sepanjang perjalanan pulang, aku dan Mamah mulai berimajinasi liar tentang nasib Ibunya Mas Jalu.

"Mah, jangan-jangan tadi kartu atm-nya pada nggak bisa, gara-gara di bekukan Papah!" ujarku sambil terkekeh.

"Iya, bener itu Ros, si sombong meninggalkan rasa malu di toko itu!" ucap Mamah.

"Terus, bagaimana jika Ibu mas Jalu, benar-benar ke kantor Polisi, bakal terancam penjara dong! Sedangkan uang sudah nggak punya!" ujar Mamah lagi sambil terkekeh.

"Ros, ponsel kamu bergetar lagi!" ujar Mamah.

"Mamah, tolong ambilkan dong! Ros lagi fokus nyetir, nih." 

"Oke!" ujar Mamah sambil meraih ke dalam tasku. Ia raih benda pipih yang berada di dalam tas cantikku.

"Siapa Mah?" tanyaku dengan pandangan masih lurus ke depan.

"Mertua kamu, Ros."

"Mamah saja yang jawab," pintaku.

Akhirnya, Mamah pun menjawab panggilan telepon dari Ibu Mertua, yang sebentar lagi, akan menjadi mantan ibu mertua.

[Ada apa? Telepon-telepon anak saya?] tanya Mamah langsung ke intinya, sambil meloudspeaker panggilan telepon itu.

[Saya ada perlu sama menantu saya! Kasihkan handphone itu ke dia] 

[Ros itu anak saya, kamu nggak berhak perintah-perintah saya!]

[Kamu budek ya? Saya sudah bilang, saya ada perlu dengan Ros, kok kamu kekeuh banget mau bicara sama saya] ibu mertua mulai tersulut emosi.

[Ros lagi nyetir, kamu nggak usah ganggu!]

[Ros, tolongin ibu, Ros. Ibu mohon!] rengek Ibu mertua. Dengan suara yang semakin mengiba. 

Aku memberi kode ke Mamah, untuk menyahut Ibu mertua.

[Ibu kenapa? Ros lagi di jalan nih.] 

[Ros, Ibu di tahan Polisi, gara-gara jual tanah, katanya suratnya palsu. Kok bisa palsu Ros, itu surat tanah kamu?]

[Hah, Ibu jual tanah punya Ros?] Aku pura-pura terkejut mendengar penuturannya.

[Ah, eh, eng--nga Ros, ibu salah ngomong. Surat tanah sepupu Ibu, katanya palsu, minta ganti dua ratus juta. Kalau ibu nggak bisa memberikannya, maka ibu bakal mendekam di penjara, dengan tuntutan hukuman yang lumayan lama, Ros.] 

Masih sempat-sempatnya ibu berbohong.

[Minta sama Mas Jalu saja, Bu. Ros nggak punya uang sebanyak itu.]

[Jalu juga nggak punya, Ros. Kamu minta sama orang tua kamu dong! Ros. Masa Ibu punya menantu kaya, tapi pelit.] 

Ah, minta tolong saja, masih sempat-sempatnya menghina.

[Sudah ya, Bu. Ros sibuk.] Kuminta Mamah mematikan sambungan telepon.

Sambungan teleponpun kami putuskan sepihak, tanpa basa-basi lagi.

"Kalau mereka telepon lagi, kita abaikan saja, Mah, pembalasan untuk pengkhianat sudah berjalan dengan mulus. Emang ya, orang baik itu selalu di beri kemudahan." aku berkata sambil tertawa lepas, membayangkan Ibu yang masuk perangkap, dan Mas Jalu, yang sebentar lagi berakhir miskin.

"Ibu dan anak sama, sama-sama lintah penghisap. Satunya korupsi di kantor, satunya lagi maling aset-aset kamu. Malang kali nasibmu, Ros. Salah pilih suami," lirih Mamah sambil memegangi pelipisnya. 

"Sudah deh, Mah. Nggak usah nyindir lagi, aku kan rasanya semakin malu," ujarku dengan wajah cemberut.

Mamah terkekeh, meski terlihat raut wajahnya begitu terlihat lelah, entah apa saja yang ia pikirkan.

Seketika rasanya perasaan bersalah mulai menyeruk. 

Aku malu pada pilihanku, harusnya aku mengutamakan restu, bukan ego. 

Namun apa boleh di kata, nyatanya aku harus berakhir seperti ini. Mungkin inilah cara Allah menegurku, agar aku lebih mendengarkan pendapat orang tuaku. Bukan pemikiranku yang hanya di dorong rasa ego.

💞 Terimakasih 💞

Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku-nya makin semangat 😘

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
sangat menarik cerita ini.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status