"Mah, coba lihat tuh!" tunjukku ke arah Ibu mertua yang nampak ribut-ribut dengan seseorang.
Ayo kita kesitu, Mamah penasaran!" ujar Mamah berjalan cepat.Aku dan Mamah pun duduk tak jauh dari Ibu mertua dan seseorang wanita paru baya yang kalau di lihat dari penampilannya. Ia bukanlah orang biasa, gayanya seperti istri-istri pejabat gitu. "Ibu mertua kamu, ribut ko di cafe rame begini," bisik Mamah kepadaku. "Emang nggak tahu malu gitu ya? Karakternya." "Entahlah, kita fokus dengerin aja, Mah!" ucapku, dengan menajamkan pendengaran."Saya nggak mau tahu, ya. Kamu harus secepatnya balikin uang saya! Atau kamu akan saya laporkan ke Polisi," ancam wanita yang bersama Ibu Mertua."Heh, Jeng Tiara, surat-surat tanah saya itu semua asli. Dan ini, bukan pertama kalinya saya jual beli tanah. Selama ini, tidak ada pelanggan saya yang mengatakan surat tanah saya palsu." Wanita yang Ibu mertua panggil Tiara itu pun tak kalah galaknya menjawab kilahan Ibu mertua. "Baik, kalau kamu meragukan saya! Ayo kita ke kantor Polisi, saya pastikan kamu akan membayar lebih dari kerugian saya. Sebab mempersulit dan menyita waktu saya, saya ini orang penting, kamu jangan main-main.""Ayo! Siapa takut, anak saya juga orang penting. Bos perusahaan Aditama Guna Wijaya," Ibu menyebut nama perusahaan Papahku dengan pongahnya, gilanya lagi, sambil berkacak pinggang.Aku dan Mamah hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.Namun wanita yang tadi di panggil Jeng Tiara itu tak bersuara lagi, ia berjalan menuju keluar. Dan di ikuti oleh Ibu mertua."Mah, ternyata Ibunya Jalu, yang sudah jual tanah-tanah aku! Biar mampus dia, berani ikut ke kantor Polisi. Tamat riwayat kesombongannya."Mamah terkekeh mendengar gerutuku. "Mamah nggak bisa bayangin, Sultan KW masuk penjara, gara-gara jual tanah. Tapi suratnya palsu." "Gitulah, kerjanya mau ngambil hak orang saja, kan kena batunya. Pasti Mas Jalu yang sudah ngasih tahu ibunya, kode brankas kami.""Yagitu, lelaki pilihan kamu, itu!""Menantu Mamah kan?" ledekku. "Cepetan deh kamu ceraikan saja, muak Mamah lama-lama berurusan sama keluarga mereka." "Bentar dulu, kita miskinkan mereka kembali, baru kasihkan ke Ratih." "Hallo, Tante, Rosa." Suara seorang lelaki menyapa kami, aku dan Mamah serentak menoleh ke asal suara. "Gunawan!" lirihku. Lelaki itu tersenyum memamerkan barisan gigi putihnya yang begitu rapi. "Gun, sendirian?" tanyaku."Iya, boleh gabung nggak nih?" tanyanya."Silahkan, ayo duduk!" ujar Mamah mempersilahkan Gunawan untuk duduk bersama kami."Gun, kemana saja selama tiga bulan ini," tanyaku sambil menyeruput minuman."Ikut Ayah, berbisnis." Ia menyahut, sambil melihat buku menu."Bisnis apa Gun?" Mamah bertanya."Bisnis properti, Tan. Soalnya Ayah katanya mau pensiun, jadi minta Gunawan yang nerusin. Selama ini kan, Gunawan sibuk main-main melulu." "Aish, calon pengusaha sukses nih," godaku."Aamiin, makasih loh doanya!" ujarnya sambil terkekeh."Iya deh! Ngomong-ngomong, bagaimana hubungan kamu sama Ratih? Kapan ke pelaminan?" tanyaku memancing."Ha ha ha ..., boro-boro ke pelaminan, kita aja sudahan dari dua bulan yang lalu." "Hah, Serius?" tanyaku pura-pura kaget. " Kenapa Gun?" lanjutku penasaran."Serius, maklumlah, kabarnya dia sudah tergoda lelaki lain. Ratih bilang, aku laki-laki tanpa masa depan, sebab bagi Ratih, aku hanyalah pengangguran.""Sayang banget, Gun. Satu tahun pacaran, kandas. Emang Ratih nggak tahu, bisnis Ayah kamu?" "Nggak tau dia, sengaja! Padahal rencananya aku mau buat kejutan. Eh, malah di putuskan sepihak, di hina pula. Saat itu memang aku akui, sakit rasanya, tapi aku bersyukur, nggak dapat berjodoh dengannya." "Sabar, Gun. Kamu tau laki-laki idamannya siapa?" tanyaku lagi sambil menelisik wajah Gunawan, mana tau ada kebohongan."Nggak tau sih, nggak mau tau juga, kecewa Ros." Aku hanya mengangguk. "Sukses dulu, Gun. Biar Ratih makin menyesal, melepas kamu!" ujarku memberi semangat."Iya dong! Harus itu, harga diri laki-laki adalah bekerja, kata Ayahku." "Jelas, maka dari itu, kamu buktikan ke Ratih. Biar dia menyesal seumur hidupnya.""Asik bener kalian ini, Mamah seakan jadi patung di sini," ujar Mamah dengan wajah cemberut. Aku dan Gunawan pun terkekeh melihat tingkah Mamah."Gun, main-main lah nanti ke rumah, sekarang aku tinggal di rumah Mamah!" ujarku."Kenapa? Rumah kamu dan Jalu di jual?" tanyanya heran."Nggak, nanti akan kujual emang! Tapi bukan sekarang, nunggu jadi janda!" jawabku sambil tertawa lepas."Seriusan kali," sahut Gunawan.Aku kembali terkekeh-kekeh melihat Gunawan yang begitu penasaran dengan ucapanku."Serius banget, Gun, mau ganti suami baru!" ujarku."Dasar wanita," ucapnya sambil tersenyum."Tan, si Rosa kenapa? Beneran mau cerai?" tanya Gunawan kepada Mamah. Gunawan dan Aku itu dulunya tetangga, jadi nggak heran, jika keluarga kami begitu akrab.Sedangkan Ratih, ia teman semasa kami kuliah di salah satu universitas ternama di kota ini. Ratih dulunya anak kepala koki di Restoran milik Mamah, sebelum Mamah membuka toko Butik. Sejak Mamah membuka Butik barunya, maka orang kepercayaan Mamah untuk mengelola Restoran adalah Ayahnya Ratih.Entah bagaimana, Restoran Mamah terus merugi, akhirnya tutup. Semenjak itulah, Ratih merengek kepadaku, untuk meminta pekerjaan yang layak di perusahaan Papah. Aku yang mudah kasihan, akhirnya meminta Mas Jalu, mempekerjakannya sebagai sekertarisnya. Dan inilah hasilnya untukku, suamiku ia rebut secara diam-diam.Namun, bukan Rosalinda namanya, jika tidak mampu mengembalikan hama pada tempatnya.💞 Terimakasih 💞Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku-nya makin semangat 😘Bab89"Siska, aku akan berusaha lebih keras lagi, untuk mencukupi kebutuhan kita. Tapi bisakah, kita pulang dan biarkan Leha, menikmati kebahagiaannya?"Jalu berkata dengan pelan, berharap Siska mendengarkan permintaannya."Tapi, Mas! Leha hidup enak, masa kita orang tuanya, hidup blangsak?""Leha, sudahlah! Biarkan saja kami tinggal bersama kalian," kata Siska, kembali memasang wajah memelas."Maaf, Bu! Leha tidak bisa," tegas Leha. "Lagi pula, selama ini Leha berjuang hidup sendiri. Semenjak Bapak menikahi Ibu, dia bahkan tidak lagi menengokku di rumah Nenek. Jadi, kurasa aku berhak menolak kehadiran kalian.""Mas, anakmu itu!" pekik Siska, menahan emosi dalam dadanya."Sudah! Aku juga lelah dengan sikapmu. Dari tadi kuminta baik-baik, tapi kamu terus bersikeras mengacaukan hari bahagia Leha. Dia itu putriku! Bukan putrimu, jadi tidak usah bersikap seperti ini. Kamu harus tahu, tidak ada kewajiban dia mengurus kamu dan aku."
Bab88 Leha tersenyum sumringah. Ketika calon suaminya, berjalan mendekat ke arahnya. "Terimakasih," bisik Briyan. "Aku beruntung!" ungkapnya dengan suara lembut. "Sudahlah, aku malu dilihati banyak orang," sahut Leha dengan wajah bersemu merah. "Haha, masa malu! Kita akan menikah," balas Briyan. Dikejauhan. Juna sangat sakit hati, melihat mantan istrinya, berbahagia bersama lelaki lain. "Leha ...." suara lelaki itu, membuat Leha sangat terkejut. Leha menoleh, ke arah asal suara."Bapak!" pekiknya. Melihat Jalu datang, bersama istrinya. Leha berjalan cepat, ke arah Jalu. "Bapak, beneran ini Bapak?" tanya Leha tidak percaya. Lama Jalu menghilang, meninggalkan Leha dan Ibunya, yang bernama Ratih. Ratih meninggal, saat usia Leha, sudah menginjak satu tahun. Cerita pilu dia terima, Leha lahir dalam penjara. Namun tetap saja, dia buah hati yang tidak bersalah apa-apa. Perbu
pov Juna°"Mas, kamu cari kerja dong! Jangan nyantai aja kerjaannya, gak guna banget jadi laki-laki." Amel berteriak kasar kepadaku, ketika melihatku duduk termenung di teras rumah.Bagaimana aku bisa bekerja, sedangkan kesana kemari saja selalu di curigai. Di tuduh yang bukan-bukan lagi."Sabar dong! Kan sudah bikin lamaran juga, tapi memang belum ada panggilan kerja." Aku menyahut dengan kesal."Ya cari yang lain kek, kerja apa gitu, yang penting dapat uang." Amel berucap menggebu-gebu."Mel, kamu nih maksa banget. Mas juga pusing!" ucapku dengan berusaha setenang mungkin, meredam amarah dalam dada.Amel menghembuskan napas panjang. "Ibu sama anak sama-sama cuma jadi benalu saja. Nggak bisa bantu apa-apa, kalau aku tidak hamil, aku nggak akan sudi hidup bersama kalian." Aku berkata sambil melangkah pergi dengan teriakan dan emosi yang meletup-letup.Aku hanya terdiam, kali ini masa bodo.Aku juga ingin
Notifikasi pesan singkat masuk.Aku meraih benda pipih itu, lalu membuka pesan, yang berasal dari Brian."Ada waktu nggak? Mau ngajak makan malam!"tanya Brian di pesan itu."Boleh, jam berapa?"balasku."Jam tujuh ya! Aku jemput. Bawa Baim juga,"balasnya lagi."Oke."______________Tepat jam tujuh malam, aku dan Baim sudah siap di ruang tamu, menunggu kedatangan Brian.Tak lama kemudian, terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah. Aku tersenyum, meski belum melihat sosok Brian memasuki rumah. Namun aku sudah yakin, yang datang adalah Brian, yang sudah janjian dengan kami.Benar saja, wajah sumringah dengan ucapan salam memasuki pintu depan rumah."Assalamu'alaikum!" ucapnya sambil tersenyum dan berjalan menuju ke arah aku dan Baim. Wajah manis, kumis tipis kulit putih badan tegak itu kini menggendong bayiku dengan penu
Akhirnya, hari ini sidang keputusan cerai antara aku dan Mas Juna. Sebentar lagi, aku akan menyandang status single parents. Tidak masalah, yang penting hidupku tenang dari Benalu, dan aku bisa memulai hidup baru yang semoga saja lebih baik dari ini.Aku datang kepersidangan. Semoga hari ini lancar tanpa kendala, setelah melewati beberapa rangkaian. Hakim pun akhirnya memutuskan menyetujui gugatan ceraiku.Hari ini, Senin tanggal 08 Februari 2021. Aku resmi bercerai dari Arjuna Mahesa.Aku lega, akhirnya terbebas status dari laki-laki penyelingkuh itu.Saat aku keluar dari ruangan sidang. Terlihat dari kejauhan, Mas Juna berlari tergopoh-gopoh ke arahku."Ada apa?" tanyaku bingung, melihat Mas Juna yang begitu panik mendatangiku."Bagaimana hasil sidangnya?" tanyanya masih dengan napas memburu turun naik. Akibat ia berlari-larian."Beres, kita resmi bercerai." Aku menjawab santai pertanyaannya."
"Bu, diluar ada yang datang! Tetapi saya tidak mengenalinya.""Oke, Bi. Nanti saya temui." Bi Surti pun mengangguk, ia lalu kembali ke ruang tamu, melanjutkan aktivitas nya membersihkan rumah."Leha, mungkin itu Satpam yang kumaksud." Brian menimpali.Aku mengangguk, kami berdua pun berjalan menuju pintu keluar. Sedangkan Brian menggendong Baim dan duduk di kursi tamu.Aku mempersilahkan lelaki yang bertubuh kekar, berkepala plontos itu masuk ke dalam rumah."Silahkan duduk!" ujarku. "Bi, buatkan minum!" titahku kepada Bibi yang masih berkutat dengan kerjaannya."Baik, Bu." Bibi berlalu menuju dapur."Saya yang di minta Pak Brian, untuk menjadi Satpam di rumah Ibu Leha.""Oh, perkenalkan nama kamu!" ujarku."Saya Tejo! Umur tiga puluh lima tahun. Hanya seorang yang lulus SMP, mohon di terima bekerja, saya berjanji akan bekerja dengan baik.""Baiklah,