Cepat aku kembali mengenakan jilbab yang jatuh begitu saja di lantai teras rumahku. Fitri mencoba menarik kembali.
"Astaghfirullah, lepaskan Fit," ucapku sambil memegangi jilbabku karena takut lepas kembali, rambut bagian depanku sudah terlihat.""Makanya balikkan! Kau ga tau itu khusus dibelikan Bang Riki untukku." Kakiku sudah siap untuk menendang Fitri, tapi kulihat Bang Raihan sudah pulang dari Masjid, aku urung menendang betina di depanku ini, ada rencana lain yang ingin kujalankan."Lepaskan Fitri, ya Allah! Jangan tarik jilbabku!" Sengaja aku berteriak dengan kencang agar Bang Raihan tau kelakuan istri dajalnya." Apanya kau Nur, teriak kayak orang gila! "Astaghfirullah Fitri, auratku terlihat gara-gara kau menarik jilbabku, ya Allah ... lepaskan Fit." Kembali aku berteriak."Fitri! Lepaskan!" Fitri kaget karena suaminya sudah berdiri di depannya. "Ba–Bang, sudah pulang dari mesjid Bang," ucapnya gagap. "Ada apa ini, kenapa kalian berantem." " Untung Abang datang cepat, Si Nur ini Bang pulang malam, aku tau dia di boking sama tubang(tua bangka) sebagai kawan lama wajar aku menasehati, ga terima dia makanya kami cekcok.""Fitnahmu terlalu kejam Fit, padahal kau minta barang yang kau kasi tadi pagi kan, kau bilang itu dibelikan Bang Riki untukmu karena semalam kau bukan lembur tapi ngamar di hotel.""Astaghfirullah, jahat kali kau Nur, tega kau memfitnah aku di depan suamiku, apa salahku sama mu Nur, padahal selama ini kita bekawan baik.""Ga salah dengar aku Fit, kau yang memfitnahku kan, tadi aku balik trus tiba-tiba kau minta barang belanjaan itu, aku seolah cuek lalu dengan bringas kau menarik jilbabku, lagian kau memfitnah tidak ada bukti, sedangkan aku mempunyai bukti." "Sudah-sudah, jangan berantem, dan kau Nur, kenapa kau bisa menuduh Fitri ngamar sama lelaki lain, ini bisa menjadi petaka dalam rumah tangga kami.""Aku berbicara—" "Sudah Bang, jangan kita dengerin perempuan stress ini, kelamaan jadi perawan tua jadi geser otaknya," ucap Fitri sambil menarik tangan suaminya, raut wajah Bang Raihan masih penasaran tapi Fitri berusaha mendorong tubuh suaminya ke arah kediaman mereka. Rasanya mulut ini sudah tidak tahan lagi ingin membuka tabir kebusukan Fitri di depan suaminya tapi apalah daya, Bang Raihan dan Fitri sudah masuk ke dalam rumah. Malam ini aku tidak dapat memejamkan mata, ingin sekali menunjukkan bukti pada Bang Raihan bagaimana tingkah Fitri, semoga nanti Allah memberiku kesempatan untuk membuka semua ini atau Allah memberikan kesempatan pada Bang Raihan untuk mengetahui tingkah istrinya yang sebenarnya. Dengan hati panas aku masuk ke dalam rumah, Mamak sudah tidur, berarti tadi tidak mendengar pertengkaran kami, pantesan tadi tidak keluar rumah saat terjadi ribut-ribut di depan rumah. Setelah membersihkan diri, aku merebahkan bobot badan ini di kasur busa yang sudah tidak empuk lagi, mataku menatap belanjaan yang diberi Fitri tadi pagi, rasa ingin tahu menjalar akhirnya bangkit dan ingin melihat detail barang tersebut. Isinya tas, parfum dan ya ampun sepaket alat skincare, mataku membelalak melihat semua harganya, ternyata tidur dengan Fitri, Bang Riki menggelontorkan dana hampir tujuh juta rupiah, wajar saja, karena posisi Bang Riki kepala divisi yang memiliki gaji yang gede tapi sangat disayangkan membuang uang seperti itu, lebih baik lelaki itu menikah dan menyalurkan hasratnya pada kekasih halalnya. Ku Bereskan kembali barang-barang tadi, sebenarnya ingin aku kembalikan pada Fitri, tapi rasanya hati ini menolak karena segala fitnahan dan tuduhan Fitri padaku, apalagi ia sudah memberikan padaku dengan embel-embel kata diberi Bang Riki di hadapan Bang Raihan, ya sudah lebih baik aku simpan saja. Aku berjalan di sisi tempat tidur, tanpa sengaja mata ini menatap pantulan diri di cermin, aku mendekat ke arah cermin, kuperhatikan dengan seksama, selama ini aku kurang merawat diri, wajahku memang kusam, terlihat lesu dan tidak segar, teringat kembali, sepaket Skin Care di paper bag itu, hati ini tergelitik, kenapa tidak aku pakai saja, siapa tau aku bisa glowing seperti Fitri, lagian salah Fitri sendiri kenapa ia berikan padaku, ya sudah aku pakai saja. Aku memandangi lima item produk yang ada di depanku, facial wash berarti sabun muka, cepat aku ke kamar mandi mencuci muka dengan sabun tersebut, setelah itu memakai cream malam, aku tunggu lima menit sampai cream malam menyerap baru aku beranjak tidur. Sepuluh menit sebelum adzan subuh berkumandang, Alarm dari benda pipih yang aku letakkan di atas meja berbunyi, segera aku matikan dan beranjak mandi. "Nur, Mamak mau ke masjid," ucap Mamak, tergopoh aku membuka pintu kamar. "Mak, kita sholat di rumah sajalah.""Mamak sekalian janji sama Wak Titin, ada yang mau kami bicarakan.""Apa ga bisa besok Mak, kita sholat di rumah saja," ucapku meyakinkan Mamak, karena untuk wanita memang lebih utama shalat di rumah, tetapi Mamak selalu memaksa di mesjid katanya kalau subuh banyak temannya sholat di mesjid sekalian ngobrol setelah sholat katanya, ya sudahlah kadang orang tua semakin tua semakin sulit dimengerti, aku tidak tega membiarkan mamak sendiri, akhirmya memutuskan ikut ke mesjid. Selesai sholat seperti bisa Mamak tidak langsung pulang melainkan mengobrol terlebih dahulu, dan aku menunggu mamak di teras mesjid. "Nur, maaf mengganggu, tolong jelaskan, apa maksud Nur menuduh Fitri seperti itu, jujur Bang Raihan tidak bisa tidur semalaman." Aku kaget ternyata Bang Raihan sudah berdiri di sampingku dengan wajah gelisah dan penasaran, terlihat sekali kantung matanya, mungkin benar ia tidak tidur semalaman. "Sebenarnya Nur juga sungkan berbicara seperti ini Bang, tapi karena Fitri berulang kali menghina dan bahkan memfitnah Nur, jadi lebih baik Nur buka saja semuanya, Nur tidak peduli lagi, selama ini berusaha baik tapi harga diri Nur selalu di injak-injak oleh istri Abang tu.""Janganlah berbelit-belit Nur, sebenarnya apa benar yang Nur katakan, bahwa Fitri ngamar atau berzinah sama Riki, lagian bukankah Riki pacar Nur, Abang benar-benar tidak mengerti.""Nur! Ayo kita pulang!" Mamak berdiri di dekatku sambil menyeretku agar keluar dari masjid, tergesa aku mengambil sandal, Bang Raihan cuma menatap iba. "Apa pantas kau berbicara berdua sama laki temanmu saat masih gelap begini, bikin malu saja kau Nur," repet Mamak. " Mak, janganlah begini, Nur bukan anak kecil lagi, lagian kami sedang membicarakan hal yang penting.""Hal yang penting apa yang kau bicarakan sama laki orang? Kenapa ga melalui Fitri saja, sudah berulang kali Mak katakan, jaga sikapmu Nur, Mamak ini sudah tua, ga kuat jantung Mak kalau kau jadi bahan gunjingan karena mendekati laki orang." "Bu, tunggu!" Aku dan Mamak menoleh ke belakang, ternyata Bang Raihan berjalan mendekat ke arah kami. "Jaga sikapmu, Nur," bisik mamak sebelum Bang Raihan benar-benar dekat posisinya. "Ada apa Nak Raihan, Jika ada yang ingin dibicarakan kepada Nur, alangkah sebaiknya melalui Fitri saja atau Fitri diajak dan kalian berbicara bertiga, jangan berdua seperti tadi, tidak baik dilihat orang. Tolong mengerti posisi dan kondisi Nur. Ibu takut, Nur malah jadi bahan gunjingan warga sekitar.""Oh iya Bu Haji, saya minta maaf, permisi," ucap Bang Raihan menjauh, mata kami sempat besirobok, buru-buru aku membuang muka. Saat sampai di rumah, aku ingin mencoba menjelaskan kepada wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini, tapi mamak langsung mengaji, jadi lebih baik aku memasak sarapan dan nanti mencari waktu untuk membicarakan ini kepada Mamak agar tidak salah paham lagi. Saat sedang bersiap untuk berangkat kerja, ponselku berdering tanda ada pesan masuk. (Assalamualaikum Nur, ini Bang Raihan, apa bisa nanti pulang kerja kita bertemu untuk membicarakan masalah yang tadi, ajak teman Nur agar kita bisa bicara bertiga, agar tidak jadi fitnah, kabarin Bang Raihan, Nur bisanya dimana.) Aku tersenyum setelah membaca pesan dari Bang Raihan, bukan karena GR atau kegirangan karena akan bertemu dengan Bang Raihan, tetapi lebih kepada ingin membuka tabir kebenaran, siapa Fitri yang sebenarnya.Sehari sebelum lamaran, Nirmala dan ibunya sudah kembali ke rumah mereka, jangan ditanya rasa hati Bu Herlina, doa yang ia langitkan di sepertiga malam untuk anaknya, diijabah sama Allah, kini, Roni sudah kembali ke jalan yang benar, bukan lagi secara membabi buta marah-marah tidak jelas tanpa mencari tahu masalahnya dari dua belah pihak, padahal selama ini Bu Herlina selalu berkata pada Roni agar bertabayyun dalam menyikapi masalah, mencari kejelasan tentang sesuatu masalah hingga jelas dan benar keadaannya, karena selama ini, Roni hanya mendengar kata istrinya. Bu Herlina senang jika rumah tangga anaknya akur dan Roni begitu menyayangi istrinya tapi lihat dulu istri yang bagaimana, jika mempunyai istri seperti Melda yang banyak mudharatnya dan yang lebih parahnya tega berselingkuh, memfitnah dan ingin menghabisi nyawa Nirmala, jadi lebih baik dilepas/dicerai."Nirmala, kalau bisa nanti setelah lamaran, jangan terlalu lama jaraknya ke acara pernikahan, kalau bisa lebih cepat lebih b
Roni tidak langsung pulang kerumah, tiba-tiba saja hatinya dilanda rasa curiga yang datang menyerang begitu saja, saat itu Roni masih berada di rutan, tepatnya di parkiran, pikirannya berkecamuk, ia juga heran, biasanya ia selalu percaya pada Melda, tapi tidak kali ini.Roni kembali masuk ke dalam bukan untuk menemui Melda tetapi menemui sipir untuk meminta ponsel Melda yang dititipkan di bagian loker, siapa tau dengan memeriksa ponsel Melda, ia menemukan titik terang tentang kecurigaan yang baru saja datang menghinggap. "Saya ingin mengambil ponsel istri saya," ucap Roni."Maaf Pak, semua barang napi diberikan saat napi selesai masa jabatannya, eh, apa nih, Pak? Oh iya, iya, bisa diatur Pak. Selow saja Bapak," ucap penjaga sambil senyum sumringah menerima sejumlah uang dari Roni. Kini, ponsel dengan logo apel terbelah berwarna gold itu berada di genggaman Roni, ia tidak memeriksa ponsel itu sekarang, melainkan nanti saat di rumah. Bagai disayat sembilu, bagai mendengar petir di s
Roni terlihat keluar dari sebuah Bank sambil menenteng tas berisi sejumlah uang, ia dikawal oleh beberapa anggota ormas kelapa burung garuda. Lelaki berdarah Batak–Melayu itu terlihat masuk ke dalam mobil fortuner berwarna dark grey menuju kediaman AKP( Ajun Komisaris Polisi) Tegar Nasution. Maksud kedatangan Roni ke tempat AKP Tegar, untuk memberi uang sogok agar istrinya– Melda dapat keluar dari jeruji besi atas kasus yang menjeratnya, tak tega rasa hati Roni melihat kondisi Melda yang semakin hari badannya semakin menyusut, kulit glowingnya kini tampak menghitam disertai munculnya beberapa flek di area pipi, padahal Roni kerap kali membawakan semua kebutuhan Melda saat berada di dalam penjara, peralatan mandi, skincare, kosmetik tapi semua nihil dan tak berhasil membuat Melda tampak cantik, yang ada semakin tak terawat dan tak sedap dipandang mata. Melda tidak serasi dengan air yang ada di rutan tersebut, apalagi di dalam rutan ia harus bekerja bahkan kerap disiksa oleh beberapa
Pov Mela. Cantik, kaya, dan mendapatkan suami tampan dan tajir plus sholeh, sudah pasti menjadi impian semua wanita, tapi stock lelaki kaya di kampungku ini amatlah sedikit maklum karena rata-rata penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan, entah kenapa, padahal daerahku ini penghasil sawit yang lumayan tinggi di sumatera ini, bahkan pabrik kelapa sawit juga ada di daerah ini, apa karena tingkat pendidikan rendah? Adapun lelaki kaya yaitu Bang Roni–abang iparku, tapi aku tidak seberuntung Kak Melda, kakak kandungku yang bisa mendapatkan lelaki kaya, banyak yang mengatakan jika wajah Kak Melda lebih cantik daripada aku, tapi, menurutku sama cantiknya. Kak Melda berubah jadi cantik juga setelah bekerja di Pekan baru, katanya dia bekerja di sebuah perusahaan eksport import minyak, tapi aku tak yakin, secara Kak Melda cuma tamatan SD. Syarat masuk perusahaan itu pasti harus mengantongi ijazah perguruan tinggi. Ah, tidak perlu aku permasalahkan dia bekerja apa di Pekanbaru sana
Dia lagi, dia lagi, batin Raihan kesal. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak suka jika aku memeluk calon suamiku, biasa aja lah melihatnya, nanti buta pulak mata kau itu karena tatapanmu kayak, setan! " Mela berbicara dengan nada judes pada Nirmala"Perasaan aku biasa saja menatapmu, kau Lah yang sinis melihatku.""Ya wajarlah aku sinis, ngapain kau dekat-dekat calon suamiku, apa selama ini kau buta, tidak bisa melihat tatapan mesra Bang Raihan padaku."Nirmala malas menanggapi Mela, wanita secantik purnama itu pun beranjak hendak pergi. "Nirmala, tunggu." Raihan mencegah. "Biarin saja dia pergi, Bang. Ada Mela disini," ujar Mela seraya bergelayut manja di lengan Raihan. "Jaga sikapmu, Mela.""Sikap apa? Sikap apa, Bang. Jangan sebut namaku Mela jika tidak bisa membuat Abang bertekuk lutut padaku!""Ya Allah!" Raihan menjerit seraya menutup wajahnya karena Mela menaburkan sesuatu ke wajahnya lalu mengenai mata. Melihat Raihan yang seperti kesakitan, cepat Nirmala berlari m
"Mela, hei! Jangan bertindak nekat, jauhkan pisau itu dari lehermu.""Enggak. Enggak mau. Sebelum Abang janji akan menikahiku, kalau perlu pakai perjanjian hitam di atas putih.""Ga mungkin Mela, menikah ga segampang itu.""Gampang kok, tinggal panggil penghulu, udah beres. ""Menikah harus dengan pasangan yang sesuai hati kita, tidak ada keterpaksaan diantara lelaki dan perempuan.""Aku ga terpaksa, aku ikhlas, Bang.""Tapi aku yang terpaksa." Mau tidak mau Raihan harus jujur, agar wanita itu mengerti, tapi yang namanya Mela, mungkin urat malunya juga sudah putus, dia malah berteriak seperti orang kesurupan. "Tidak! Tidaak! Aku akan bunuh diri sekarang.""Apalagi, cepatlah kau bunuh diri," ucap Afis dengan geram. "Diam kau, aku tidak bicara sama kau, marbot setan!""Astaghfirullah," ucap Raihan lalu mengajak Afis untuk meninggalkan tempat itu. "Bang Raihan! Bang Raihan! Baaaaanng!" Raihan terus keluar dan tidak memperdulikan Mela. Mela yang melihat Raihan keluar setelahnya mende