Di kafe.Begitu bertemu dengan kliennya, Janice langsung menyerahkan draf desain terakhir untuk ditinjau.Klien itu menganggukkan kepala dengan puas, bahkan saat sedang meminum kopinya pun tetap menatap desain itu dengan kagum. "Kamu benar-benar sangat mengerti apa yang aku mau. Sebenarnya sebelumnya aku juga sempat cari desainer lain di studiomu, tapi mereka punya pemikiran mereka sendiri terhadap seni."Maksud dari klien itu adalah para desainer itu tidak mau mendengarkan keinginan klien. Namun, Janice langsung tahu dia memiliki selera yang jelas sejak pertama kali mereka bertemu, sehingga sengaja mempertahankan sentuhan pribadinya saat mendesain. Siapa yang tidak ingin memakai perhiasan impian mereka di hari pertunangan?Janice menggenggam cangkir kopinya dan tersenyum. "Terima kasih. Baguslah kalau kamu suka. Kalau nggak ada masalah lagi, aku akan minta orang untuk mempercepat produksinya.""Nggak masalah. Dari semua desainer di studio Amanda, sekarang aku palng percaya denganmu. K
Harga cincin naga karya Janice bahkan masih terus naik setelah acara amal itu berakhir, sepertinya kelak dia akan menjadi tertawaan di dunia perhiasan. Saat memikirkan itu, beberapa orang dari para karyawan pun tidak bisa menahan tawa lagi.Janice berpura-pura tidak melihat ekspresi orang-orang itu, lalu melanjutkan, "Tokoku itu cukup menguntungkan. Jadi bos dan semua penghasilan juga masuk kantong sendiri, bukankah itu lebih baik?"Begitu mendengar kata menguntungkan, beberapa rekan kerja yang tadinya tertawa paling keras pun langsung terdiam.Janice kembali menyadari hati manusia memang sulit ditebak. Dia tersenyum pada Leah dan berkata, "Ini hari terakhirku kerja di sini, jadi aku nggak mau buang waktu untuk mengobrol. Aku masih harus ketemu klien lagi, aku pamit dulu."Setelah mengatakan itu, Janice langsung pergi melewati Leah.Leah pun kembali ke meja kerjanya dengan ekspresi yang tetap tenang. Namun, setelah duduk begitu lama, dia tetap tidak bisa menenangkan diri.Pikiran Leah
Saat mengatakan itu, Janice sudah mengulurkan tangan dan menarik dasi Jason. Namun, dia tetap mengamati situasi sekitar dengan ujung matanya, berharap orang-orang yang mengawasinya tahu diri.Jason melirik Janice sekilas, lalu tanpa sadar tersenyum. Setelah menopang pintu mobil dengan satu tangan, dia membungkuk. "Boleh merapikan dasiku, tapi jangan sembarangan pegang."Mendengar perkataan itu, Janice baru menyadari tangannya yang tadinya sedang menarik dasi tiba-tiba sudah menarik kerah baju Jason. Dia langsung menundukkan kepala, lalu berpura-pura membenarkan dasi Jason. Saat tatapan di sekitarnya sudah hilang, dia langsung melepaskan genggamannya. "Sudahlah, aku pergi dulu."Saat Janice baru saja hendak berbalik, Jason memanfaatkan pintu mobil yang terbuka untuk menutupi mereka dan memeluk Janice dengan satu tangan. "Mau pergi setelah memanfaatkanku?"Janice mendorong Jason. "Ini tempat umum, jangan sembarangan."Jason menyipitkan matanya. "Janice, sepertinya ada sesuatu yang menemp
Janice mengira semuanya sudah berakhir, tetapi ternyata semuanya baru saja dimulai. Dia menjatuhkan dirinya di atas ranjang dan baru saja hendak membalikkan tubuhnya, tetapi Jason sudah menindihnya.Jason menggenggam pergelangan tangan Janice, lalu mengusap di bagian nadi yang berdenyut dengan lembut. Melihat ujung telinga Janice memerah dan jantung Janice berdebar, ujung jarinya berhenti sejenak seperti bisa merasakan detak jantung Janice dan tubuhnya makin mendekat. "Janice, kamu khawatir padaku, 'kan?"Janice hanya menggigit bibirnya dan tidak mengiakan, tetapi tidak menyangkal juga."Aku ...."Namun, sebelum Janice selesai berbicara, mulutnya sudah dicium Jason dengan ganas, tergesa-gesa, dan sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk menolak.Beberapa saat kemudian, Jason akhirnya menjauhkan bibirnya sedikit. Dia menatap Janice dengan tatapan yang tajam dan penuh gairah. "Jangan menyangkal."Kata-kata Janice langsung tertahan di bibirnya, lalu mengiakan dengan pelan.Setelah me
Entah karena sudah meminum susu, Janice tidur dengan sangat nyenyak. Namun, dia tetap merasa sangat lelah karena dia kembali bermimpi buruk.Mimpinya sama seperti sebelumnya, Janice terus berjalan di dalam kabut yang tidak bisa melihat apa pun dengan jelas. Entah sudah berjalan berapa lama, dia kembali tiba di sebuah jembatan lengkung. Jika tidak terjadi apa-apa, dia akan bertemu dengan Jason begitu melewati jembatan ini.Memikirkan Jason, Janice secara refleks mempercepat langkahnya. Saat dia menaiki anak tangga, langit malah mulai turun salju. Dalam sekejap, tanah sudah tertutup salju yang tebal. Dia melangkah di atas salju dengan hati-hati sampai terdengar suara berderit, tetapi semua itu terasa sangat familier karena itu adalah salju di Kota Pakisa.Saat itu, tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari ujung jembatan. "Aku mohon, aku mohon."Itu adalah suaranya Jason. Suaranya yang muram terdengar samar-samar melalui angin dari salju. Namun, kali ini nadanya tidak dingin seperti bi
"Arya sudah dibawa pergi, seharusnya sudah berhasil mendapat kepercayaan dari pihak sana," lapor pria itu."Bagaimanapun juga, Arya sudah mengikuti Pak Jason selama bertahun-tahun, lebih baik tetap berhati-hati. Kalau ada masalah, habisi dia juga sekalian," kata wanita itu dengan dingin."Baik," jawab pria itu.....Di klinik.Arya tidak berani mengobati luka-luka di tubuhnya di rumah sakit, sehingga dia pergi ke klinik milik temannya. Untungnya, hanya luka terakhir yang cukup dalam, sedangkan yang lainnya hanya luka luar. Setelah meminum obat pereda nyeri, dia akhirnya merasa lebih tenang.Tak lama kemudian, Jason dan Landon juga datang di bawah gelapnya malam.Arya melirik ke belakang Jason. "Kenapa Janice nggak ikut datang? Nggak ada dia di saat-saat seperti ini, aku malah merasa agak aneh.""Dia sudah tidur pulas," jawab Jason dengan ambigu.Setelah tertegun sejenak, semua orang langsung mengerti maksudnya. Jason pasti sengaja menggunakan cara tertentu agar Janice tidur nyenyak kar