Janice tidak berani berlama-lama. Setelah memastikan tidak ada siapa pun, dia bergegas keluar. Ketika hendak berlari, pergelangan kakinya malah sakit.Janice menahan rasa sakit pada kakinya sambil menuju ke pinggir danau. Setelah berbaring di tanah dan menjulurkan tangannya sepanjang mungkin, dia baru berhasil mengambil ponselnya. Namun, ponselnya mati karena terendam air terlalu lama.Janice bangkit dan ingin mencari tukang reparasi ponsel. Sayangnya, pergelangan kakinya yang sakit malah membuatnya terpaksa berjongkok kembali.Janice menggulung celananya, mendapati pergelangan kakinya sudah bengkak. Ini karena setelah terpeleset tadi, dia memaksakan diri untuk berjongkok.Namun, Janice tidak boleh berlama-lama di sini. Dia terus berjalan dengan kaki pincangnya, bahkan melewati jalan lain supaya tidak bertemu Vania.Kemudian, Janice tidak terburu-buru untuk memperbaiki ponselnya. Dia pergi ke toko ponsel paling dekat untuk membeli ponsel baru yang serupa dengan miliknya. Dia memasang k
Sopir melirik ponselnya. "Kalau begitu, aku bawa kamu melewati perumahan. Meskipun bisa menghindari beberapa lampu merah, aku nggak bisa menjamin akan tiba dalam waktu setengah jam.""Coba saja."Tidak ada cara yang lebih baik lagi.Sopir itu cukup andal.Dalam setengah jam, dia berhasil mengantarkan Janice ke persimpangan dekat studio. Namun setelah turun dari mobil, Janice melihat pergelangan kakinya yang bengkak dan memerah. Dia mengerutkan kening.Janice tidak bisa memastikan apa yang akan dipikirkan Vania jika melihat pergelangan kakinya, jadi dia harus mencari alasan yang masuk akal untuk cederanya. Sambil berpikir, dia melihat pot bunga semen di sampingnya.Dengan tekad bulat, dia langsung menggesekkan pergelangan kaki yang bengkak ke tepian pot bunga itu. Rasa sakit yang menusuk membuatnya duduk di tanah dengan keringat dingin bercucuran.Dia mengepalkan tangan, menahan sakit, lalu menelepon Malia. Sekarang, dia butuh seorang saksi Malia. Orang yang memberi bocoran pada Vania pa
Di dalam mobil. Sejak awal, Vania sudah melihat Janice. Dia sengaja memanfaatkan kesempatan itu untuk mencium Jason di depan Janice.Vania hanya ingin membuat Janice sadar bahwa tidur bersama bukan berarti apa-apa. Dialah wanita yang akhirnya dipilih oleh Jason.Namun, sebelum bibirnya menyentuh pipi Jason, lelaki itu mengangkat lengan untuk menghalangi tubuh Vania yang mendekat.Vania tertegun beberapa detik, kemudian menunjukkan ekspresi penuh rasa bersalah, "Jason, ada apa denganmu?"Jason mengambil selembar tisu dan menyeka bagian lengan bajunya yang bersentuhan dengan Vania, lalu berkata santai, "Warna lipstik itu nggak cocok untukmu."Dalam sekejap, wajah Vania memucat. Dia refleks menggigit bibir, tangannya menggenggam erat rok yang dikenakannya. Jason meliriknya dengan sinis, "Kenapa tegang?"Vania yang tersentak berusaha keras untuk terlihat lebih santai, meskipun jelas-jelas dipaksakan. "Ah, nggak apa-apa. Mungkin karena makan terlalu banyak waktu teh sore tadi. Gimanapun, me
Sopir segera menepikan mobil di pinggir jalan. Dia menatap lurus ke depan tanpa berani melihat ke belakang.Jason mengembuskan asap rokok dari bibirnya dan berkata dengan tenang, "Aku sudah memperingatkanmu untuk jangan kelewatan. Apa yang kamu inginkan sudah kamu dapatkan.""Turun. Sopir keluargamu sudah mengikuti kita sepanjang jalan."Ucapan Jason membuat Vania kembali panik.Padahal, tadi dia mengatakan kepada Jason bahwa sopirnya ada masalah dan tidak bisa datang, sehingga Jason harus menjemputnya. Sekarang kebohongannya terbongkar, rasanya seperti ditampar dengan keras. Pipinya terasa panas, tetapi dia tidak rela turun begitu saja!Vania tidak percaya bahwa Jason tidak memiliki perasaan sedikit pun terhadapnya. Kalau bukan perasaan, setidaknya nafsu pasti ada, 'kan? Apa Janice lebih baik darinya?Memikirkan itu, Vania nekat memeluk Jason erat-erat. Air mata menggenang di matanya, bahkan tanpa memedulikan penampilannya lagi, Vania meringkuk ke dalam pelukan Jason. "Jason, jangan b
Janice memesan taksi melalui ponsel. Namun, saat siang tadi, dia memesan dengan lokasi di persimpangan jalan. Karena terburu-buru, dia lupa memperbarui lokasinya. Ketika dia menyadarinya, sopir sudah menerima pesanan. Lantaran tidak ada pilihan lain, Janice terpaksa menahan sakit sambil berjalan menuju persimpangan.Meski jaraknya pendek, setiap langkah terasa sangat menyiksa.Kebetulan Malia keluar dari studio. Janice memanggilnya: "Malia, kamu ...." bisa bantu aku ke persimpangan depan nggak?Biasanya, Malia senang berpura-pura jadi sahabat baiknya, jadi tidak ada salahnya meminta bantuan sekarang. Namun belum sempat Janice menyelesaikan kalimatnya, Malia memotong sambil menatap pergelangan kaki Janice."Maaf, Janice, ibuku bilang punggungnya sakit waktu kerja tadi sore. Aku harus segera ke rumah sakit. Maaf, aku nggak bisa membantu. Aku pergi dulu ya."Wajah Malia tampak seperti merasa bersalah, tapi sorot matanya menyiratkan kepuasan. Dia membayangkan Janice akan terjatuh di tempat
Seperti biasanya, meskipun sebagai seorang dokter, gaya bicara Arya selalu seperti sedang membawakan komedi. Nada bicaranya selalu naik di akhir kalimat, penuh semangat dan harapan. Sangat kontras dengan wajahnya yang gila ketika bersama Vania.Kalau saja Janice belum melihat sosok asli Arya yang sebenarnya, dia mungkin juga akan berpikir bahwa berteman dengan Arya pasti sangat menyenangkan. Bahkan di kehidupan sebelumnya, Janice sempat berpikir bahwa dosa-dosa Arya mungkin terjadi karena tekanan dari Jason.Namun sekarang, dia sadar semuanya dilakukan Arya dengan sukarela. Saat Arya menangani operasi Vega, dia tidak pernah berniat membiarkan anak itu selamat.Memang benar, saat itu Vega adalah satu-satunya penghubung antara Janice dan Jason. Dengan adanya anak itu, Jason tidak mungkin menceraikan istrinya. Karena itu, dia hanya bisa memendam rasa iba terhadap Vania dan anak mereka yang tidak diakui, sembari berusaha melenyapkan Janice dan Vega.Dengan kerja sama Arya dan Vania, Janice
Seribu lebih? Itu tidak mungkin!Saat Arya bersama Vania, dia mengenakan jaket kulit dengan logo tim balap profesional. Karena penasaran, Janice sempat mencari informasi tentang logo itu di internet.Entah dia yang salah ingat tentang logonya atau bagaimana, tetapi dia tidak menemukan informasi apa pun tentang keterlibatan Arya dalam tim balap mana pun. Namun, Janice menemukan banyak syarat ketat untuk menjadi pembalap profesional. Salah satunya adalah syarat penglihatan yang sangat ketat.Seseorang dengan rabun lebih dari seribu di kedua mata sama sekali tidak mungkin menjadi pembalap profesional.Untuk sesaat, Janice tidak bisa menentukan mana yang benar. Apakah ini hanya trik lain dari Arya?Sambil berpikir keras, dia mengangkat wajahnya untuk memandang Arya. Tepat saat itu, Arya memiringkan tubuhnya untuk melihat hasil rontgen, dan dari sudut itu, Janice dapat melihat kacamatanya dengan jelas.Melihat melalui lensa itu saja membuat Janice merasa agak pusing. Berpura-pura seperti it
Tanpa menunggu Janice berpamitan, kursi rodanya langsung diputar menjauh dari kantor Arya.Begitu turun ke lantai bawah, langit sudah mulai gelap. Sopir yang menunggu di dekat mobil segera membukakan pintu. Melihat hal itu, Janice langsung menopang tubuhnya untuk berdiri dari kursi roda. "Paman, aku bisa naik taksi sendiri. Nggak perlu merepotkanmu."Namun baru satu langkah, kakinya seakan kehilangan kekuatan dan tubuhnya jatuh berlutut tepat di depan lelaki itu. Untungnya, Jason menangkapnya dengan sigap.Betapa memalukannya!Janice menunduk dalam-dalam, tidak berani mengangkat kepalanya.Di atas kepalanya, terdengar suara Jason berkata, "Kamu kecepatan ngasih salam tahun barunya. Apa uang THR dariku tahun ini masih kurang?"Janice menggigit bibir dan tidak bisa membalas. Memang benar, sejak dia tinggal di rumah Keluarga Karim, lelaki itu selalu memberinya THR setiap tahun.Jason merangkul pinggangnya, membantu Janice berdiri dan memaksanya menatap matanya."Kamu sopan sekali sama ora
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti