Glenn berjingkat kaget spontan melempar ponselnya ke sofa dan segera berlari, demi mengetahui penyebab Sabila berteriak. “Ada apa ini?” batinnya resah. Jantungnya semakin tidak mau tenang kala melihat tubuh kekasihnya bersimpuh di lantai dengan pandangan menunduk dan wajah tertutup kedua tangannya. Tubuh Sabila bergetar. Sabila ditemukan terisak.
Di sebelahnya Lala duduk dan memegang bahu Sabila, sepertinya sedang menenangkan calon tunangan Glenn tersebut. Rupanya dirinya terbangun juga ketika mendengar teriakan Sabila. Sama dengan sabila dirinya pun kaget karena ketiduran di kamar Glenn.
“Ini salah paham kak, percayalah, ”ucap Lala memohon. Tubuh kecil terbungkus baby doll dengan motif panda itu tampak gemetar.
“Gadis miskin apa yang kau lakukan pada Sabila?” Glenn datang tiba-tiba menodongnya dengan pertanyaan yang sungguh tidak masuk akal. Lala bertambah bingung.
“A-a-aku tidak melakukan apa pun, Glenn. Sungguh!” jawab Lala.
Glenn memicingk
Hi kak terimakasih sudah membaca. Love azra
Lala tidak tahu akhir kisah semalam, dirinya memutuskan kembali ke kamar setelah membersihkan namanya. Entah bisa menolong Glenn atau malah memperkeruh suasana dirinya tak peduli lagi dengan kedua calon pasutri yang entah bakal jadi suami istri beneran atau tidak nantinya. Sudah hampir tunangan, sudah mau nikah kelakuan masih kaya anak-anak, berantem dan salah paham melulu.Pagi buta Lala sudah bangun dengan agenda menyetrika baju Glenn, pekerjaan yang paling dia benci karena tangannya selalu pegal setelahnya.Lala mengikat rambutnya tinggi-tinggi, siap tempur dengan gunungan pakaian Glenn. Memisahkan atasan dan bawahan sebelum mengerjakannya, sama seperti Bi Narti ketika bekerja. Dulu Lala senang sekali membantunya.Ketika sedang asyik Lala merasa ada seseorang melewatinya dari belakang, Lala merinding tidak berani menoleh. “Apakah ada hantu di apartemen ini,” batinnya. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang. Lala ketakutan, “Menoleh, ja
Istilah yang dipakai Sabila sangat menyakitkan, bolehlah mengomel sesuka hati. Setidaknya jangan juga menyinggung harga diri. Apalagi sampai bilang, Lala membangunkan Glenn untuk menawarkan tubuhnya. Astaga!!! Bahkan dalam bayangannya pun tidak ada ceritanya merebut pacar orang.Biarpun nantinya bahkan laki-laki di dunia ini sudah punah, Lala tidak berniat merecoki apa yang sudah menjadi milik wanita lain. Bukankah menjadi jomblo berkualitas lebih berharga dari pada punya cowok nggak jelas.Nggak jelas darimananya? tentu saja dari sifatnya. Jangan lihat fisiknya dulu, kalau memandang fisik tentu saja pria seperti Glenn adalah idaman Lala, tapi itu tak lantas membuat Lala lupa akan prinsip dan harga diri. Tentu saja Lala bukan ABG labil penggila penampilan. Kecerdasan otak Lala bahkan melampaui batas.Hari ini Lala sibuk memilih laptop karena dari kampus tempatnya menimba ilmu mewajibkan mahasiswanya memiliki
"Iya deh, kaum jomblo ngenes nih dengernya. Habis ini mau bunuh diri saja, terus gentayangan menghantui orang yang suka Amer pacar," ucap Daniel terkekeh kecil. Kemudian menyuapkan makanan kemulutnya banyak-banyak. Tampaknya begitu kelaparan dia."Jangan ngacolah, Nil. Bagaimana dengan Sita?" Lala mengingatkan Daniel dengan gadis incarannya. Siapa yang tidak kenal sita? gadis terpopuler di kampusnya."Ahhhh, itu bagaikan punguk merindukan bulan, sudahlah, lupakan saja. Kamu jadi nggak kekosan Alan." Daniel mengalihkan pembicaraan, karena membicarakan sita hanya mengingatkan luka saja."Jadi dong," jawab Lala mantap. Dia yakin hari ini masalahnya dengan Alan akan selesai."Mau nitip ini tolong berikan Alan ya, proposal pementasan akhir bulan, suruh cek ulang lagi.""Oke, asal imbalannya sesuai he he ...." canda Lala menerima berkas itu dan memasukkannya dalam ransel.
Lala kecewa pada Alan tapi apa mau dikata setiap orang punya pilihan dan hak masing-masing, marah juga termasuk salah satu hak Alan. Jadi Lala hanya bisa menghargainya. Jika Alan adalah jodohnya tentu saja hubungannya membaik bagaimanapun caranya. Skenario hidup sudah ditetapkan dan tidak bisa ditawar. Hanya melewati sebaik-baiknya yang bisa dilakukan. Lala tidak menyalahkan keadaan, apalagi menyalahkan Alan. Merubah pikiran orang bukan kapasitas Lala, yang bisa dilakukan adalah menyikapinya dengan baik. Apapun reaksi orang tentang kita. Lala sudah tiba di Apartemen Glenn. Malam ini perayaan ulang tahun Sabila. Tidak ada perayaan besar, hanya akan makan malam. Tentu saja hanya berdua, dan Lala tidak diajak.Seperti itu Kabar yang di sampaikan Glenn dalam pesannya ketika menyuruhnya pulang dan tentu saja ada alasan yang lebih penting dari itu, sehingga Glenn menyuruh Lala pulang. Lala mengikat bungkusan itu den
Privat room di sebuah restoran termewah di kota Violens. Interior Whilsire dengan nuansa klasik khas western begitu kental, dekorasi bunga cantik dan lampu gantung menambah suasana romantis semakin syahdu. Di sinilah pasangan ini akan menghabiskan malam perayaan ulang tahun Sabila. Ya, mereka hanya berdua dan tidak ingin diganggu siapapun. Bahkan tawaran orang tuanya untuk membuatkan pesta besar-besaran ditolaknya mentah-mentah. Sabila hanya ingin bersama Glenn, menghabiskan waktu dengan merencanakan dan merancang keinginan-keinginan mereka setelah menikah nanti. "Kenapa kau tidak ingin dirayakan seperti biasa, Sayang?" tanya Glenn sedikit bingung. Karena biasanya ulang tahun Sabila dirayakan bersama keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya. Sabila menggeleng dan melengkungkan senyumnya, bibir tipis itu membuka mulutnya. "Aku hanya ingin bersamamu, entahlah akhir-akhir ini aku ingin menikmati waktuku bersamamu," ucap
PART 26 Muslihat Lala Jika Sabila bahagia dan tampak puas dengan kado yang diberikan olehnya. Glenn sendiri bingung bagaimana menentukan sikapnya. Di satu sisi dia sudah berhasil membuat kekasih jelitanya bahagia di sisi lain dia harus berhadapan dengan Lala. Gadis kecil, imut-imut, dan lucu itu kini membuatnya pusing tujuh keliling. Hari ini dia berhasil mengalahkan Glenn dalam taruhannya. “Sial, dasar licik, banyak tipu muslihat,” gerutu Glenn kesal sambil memukul-mukul setir. Sesampai di rumah Glenn sudah tidak sabar untuk bertemu Lala. Glenn membuka pintu apartemennya tergesa, membuka sepatunya cepat-cepat dan melemparkan asal. Langkah itu begitu tergesa mencari Lala. Untuk apa lagi? Tentu saja untuk memarahi pembantunya itu. Kreeek!!! Derit pintu terbuka menampakkan sosok gadis mungil terlelap terbungkus selimut. Glenn menatap jam dinding menunjukkan pukul 02.00. Tanpa rasa kasihan dan tidak terpengaruh waja
Pagi sudah mendatangi, tapi tampaknya Lala belum beranjak pergi dari kamarnya. Bukankah dia harus mengerjakan rutinitas hari ini, membuat sarapan dan semua perkerjaannya. Lala enggan! Bukan malas! Tapi Lala belum siap untuk bertemu Glenn pagi ini. Dirinya masih belum mampu menatap laki-laki itu, mengingat semalam tidak dipungkiri dirinya pun menikmati ciuman singkat itu. Lala memutuskan mandi saja, setidaknya dengan mandi bisa menghapus jejak bibir itu. Apa pun harus dihadapi tidak bijak terus bersembunyi. “Lagi pula belum tentu Glenn merasakan hal yang sama, mungkin saja dia telah melupakannya." gumam Lala. Lala membuka pintu kamar dan langsung menuju dapur, takut jika waktu membuat sarapan tidak keburu. Langkahnya melambat saat terdengar sudah ada aktivitas di sana. Ketika kaki itu sudah mencapai ambang pintu, matanya menatap tidak percaya. Seorang laki-laki dengan celemek polkadot tampak begitu asyik memasak di dapur
Pelacur cilik?? Begitu ringan bibir itu berucap. Dari sekian banyak umpatan apa tidak ada yang lebih pantas di ucapkan? Dari sekian kosakata apa tidak ada pilihan kata yang lebih enak di dengar? Jika bisa berkata baik untuk apa selalu berujar buruk? Lala berlari dan membanting tubuhnya di kasur. Dadanya sesak tangisnya semakin menjadi. Air matanya mulai menganak sungai. Sakit seperti itu yang dirasakannya. Selama 18 tahun hidup, belum pernah ada yang mengatakan dengan ucapan Sekasar itu. Ucapan Glenn seperti ribuan jarum yang menusuk-nusuk hatinya. Sehina itukah dirinya di mata Glenn? “La, maaf, begitu saja ngambek. Aku hanya bercanda tadi. Habisnya kamu tidak menjawabnya dengan serius,” ucap laki-laki tidak punya perasaan yang hobinya selalu menghina itu. Lala tersentak, tidak mengira jika Glenn menyusulnya ke kamar. Tapi Lala memilih tidak bergeming dan masih menelungkupkan tubuhnya di kasur. Rasa hatinya masih kesal. Malas s