Share

Bab 5

Malam harinya setelah selesai makan malam. Alin mengirim pesan kepada herdi.

[Assalamualaikum ayah?]

[Waalaikumsalam nak!]

[Ayah kak Astri mau minta tolong sama ayah!]

[Minta tolong apa nak?]

[Kata kak Astri, apa Ayah ada waktu besok?]

[Kenapa nak? Kakakmu mau bertemu Ayah?]

[Bukan yah! Kak Astri minta tolong Ayah kesekolah Alin sama Syifa yah! Untuk mengurus surat-surat kepindahan Alin sama Syifa. Apa Ayah bisa?]

[Ya Allah nak, ayah sampai lupa urusan surat pindahan. Ayah bisa kok, besok Ayah kesekolah kamu sama Syifa ya!]

[Iya Ayah soalnya kita pindah nunggu surat-surat aku sama Syifa dulu. Biar kak Astri tidak repot bolak-balik.]

[Iya pasti besok Ayah urus, biasnya sehari juga bisa beres. Nanti Ayah antar kalau sudah selesai ya nak!]

[Ya udah makasih ya Ayah]

[Iya nak, salam sama kakakmu. Bilang sama cucu Ayah, kakek sayang Syifa.]

Setelah berkirim pesan dengan Ayahnya, Alin memberi tahu Astri. Setelah itu Alin masuk ke dalam kamar.

Alin merasa bersyukur telah di pertemukan denga sosok Astri. Kakak ipar yang sangat tulus menyayangi Astri. Alin berpikir, kebaikan apa yang dulu pernah Alin lakukan,sehingga mendapat balasa yang tak pernah Alin duga.

Setelah hidup 14 tahun baru kali ini Alin merasakan kebebasan. Bersama dengan kakak ipar dan juga keponakan yang paling Alin sayangi. Tak pernah sedikitpun, Alin berharap bisa keluar dari kelamnya hidup yang selama ini Alin dapatkan. Seperti sinar yang datang dalam kegelapan, Itulah sosok Astri bagi Alin. Yang menjadi penerang di kehidupan Alin kedepannya. Alin meminta kepada Allah semoga selalu memberi kesehatan untuk kakak , Ayah,dan keponakannya.

Alin berjanji akan menurut kepada Astri. Dan akan selalu menjaga dan menyayangi Syifa. Alin berjanji akan berusaha sukses supaya bisa membawa Ayahnya hidup bersama Alin. Karena Alin tahu selama ini Ayahnya hidup di bawah tekanan ibu tirinya.

Lantas Alin segera tertidur karena rencana nya besok Alin akan memulai kehidupan baru. Dan semoga lebih indah.

***

Di kediaman Herdi, semua anak dan istrinya sedang berkumpul, mereka tampak senang merayakan kepergian Astri dan juga Alin.

Berbeda dengan Herdi, yang masih memikirkan siapa menantunya sebenarnya. Menantu yang selama ini di anggap kampungan dan tidak berpendidikan, oleh istri dan anaknya. Nyatanya berbanding terbalik.

Saat asyik melamun, Herdi dikagetkan dengan getaran di saku celana. Lantas dia mengeluarkan handphone dari sakunya.

Ternyata pesan dari putri bungsunya, yang meminta Herdi mengurus surat-surat kepindahan Alin dan Syifa. Di balik Rasa syukur yang begitu besar, Herdi sebenarnya lebih malu terhadap menantunya itu. Dia yang Ayahnya saja lupa dengan surat yang begitu penting, namun Astri yang hanya kakak ipar dari putrinya mengingat hal itu.

Herdipun memutuskan besok akan ke sekolah putri dan cucunya. Dia berharap besok bisa langsung selesai. Dan akan di antar ke Astri.

Saat asyik berbalas pesan dengan putri bungsunya, herdi di kaget kan dengan pertanyaan Sindi, yang sedari tadi memperhatikan Ayahnya.

"Ayah sedang apa? Kok dari tadi senyum-senyum sambil main hanpone?"pertanyaan Sindi yang cukup keras membuat semua mengalihkan pandangan kepada Herdi.

Herdi gelagapan sendiri." Ooh in...iii Pesan dari Alin," jawab herdi sedikit gugup. Apa lagi di tatap penuh selidik oleh istrinya.

"Yaelah.... Paling minta di jemput Ayah! Belum juga sehari udah minta pulang! Dasar manja!" cibir Tari kepada adiknya.

"Jangan pernah kamu berani bawa anak sialan itu kerumah ini mas!" Anis membentak Herdi.

Herdi yang kesal kepada mereka pun beranjak dari kursi. Herdi melangkah menuju kamarnya. Namun, baru lima langkah berjalan, Herdi menghentikan langkahnya, dan berbalik menghadap mereka sambil berkata." Kalian tenang saja Alin sudah tidak Sudi kembalik ke neraka ini, Alin sudah bahagia di luar sana. Aku yang menjamin kalau sampai kapanpun, Alin tidak akan pernah menginjakan kaki di tempat ini. Jadi kalian tidak perlu khawatir dengan kembalinya anakku." Setelah itu dia berbalik dan melanjutkan langkahnya namun berhenti tanpa menoleh. "Satu lagi jika kelak kalian mengetahui kebenarannya. Jangan pernah meminta untuk bertemu Alin ku," ucapnya dengan penuh penekanan. Lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar.

Sedangkan Anisa diam mematung. Dia takut, Herdi akan membongkar semua rahasianya. Apalagi tidak ada Alin yang bisa di jadikan senjata. Dia merasa sial telah membiarkan senjatanya pergi. Sehingga tidak ada kekuatan untuk menekan Herdi.

Berbeda dengan anak- anaknya yang bingung dan tidak mengerti dengan ucapan sang ayah. Namun mereka tak ambil pusing. Mereka berpikir Ayahnya stres karena anak kesayangannya di usir dari rumah.

Saat sampai kamar, Herdi tersenyum puas melihat wajah Anis yang pucat. Sekarang Herdi tidak perlu repot dan merasa tertekan. Karena Alin sudah berada di tangan yang tepat.

Herdi bertekad tidak akan lemah muali sekarang. Karena yang menjadi kelemahannya sudah berada di tempat yang aman, bersama orang yang sangat baik. Orang yang akan menjaga putrinya dengan kasih sayang. Dia harus bersyukur mendapat malaikat penolong menjelma sebagai menantunya.

Herdi membuka dompetnya, dan menatap seorang wanita yang di cintai nya. Foto Silvi yang tak pernah Herdi keluarkan dalam dompet. Sekarang dia merasa lega, bebannya sedikit berkurang, dia selalu berharap anaknya mendapat kebahagiaan. Semoga ini awal yang baik di kehidupan putri bungsunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status