Share

Bab 9

Astri menunggu kedatangan Ayah mertuanya. Dia cukup was-was, takut jika suaminya melihat dirinya. Sungguh Astri benar-benar tidak ingin melihat suaminya. Dia ingin segera bercerai, namun keadaan tidak memungkinkan untuk saat ini. Dengan terpaksa Astri harus menunda keinginan yang satu ini.

"Maaf, Ayah lama ya?" tanya Herdi mengagetkan Astri yang sedang melamun.

"Ayah!" Alin langsung mengahmbur ke pelukan Ayahnya. Lalu Astri menyalimi Herdi, begitupun dengan Syifa. Herdi memeluk Syifa dan mendudukkan Syifa di pangkuannya.

" Kakek ... Syifa berat ya! Jangan pangku nanti kake pegel. Syifa udah gede nanti kake keberatan,"kata Syifa pada kakeknya.

" Kakek masih kuat pangku Syifa! Kakek juga kuat gendong Syifa," ucap Herdi sambil tetap memangku Syifa.

"Syifa kan udah gede kek, pasti Syifa berat," bantah Syifa yang kekeuh merasa bukan anak kecil lagi.

"Iya ... Iya cucu kakek udah besar sekarang,"Herdi mengalah kepada cucu kesayangannya.

"Ayah apa kabar?" tanya Astri.

"Ayah baik nak, malah Ayah merasa jauh lebih baik." Herdi tersenyum yakin pada Astri. Mereka memesan makan, sambil makan siang merekapun, bercerita kegiatan yang mereka lakukan selama tidak tinggal bersama. Herdi tampak senang mendengar cerita Alin dan celotehan Syifa. Herdi melihat binar di mata anak bungsunya. Yang selama ini tak pernah terlihat. Dia tahu Alin nyaman dan bahagia tinggal bersama Astri.

"Dek?" panggil Astri ke pada Alin.

" Iya kak!" jawab Alin.

"Bawa Syifa main di depan ya! Kakak mau bicara sama ayah." Astri menunjuk ke arah depan Cafe yang terdapat taman mini. Yang di kelilingi kolam-kolam kecil.

Alin yang mengertipun, mengajak Syifa melihat kolam dan taman kecil yang masih di area Cafe.

Setelah melihat Alin dan Syifa pergi. Herdi memberikan Map yang sedari tadi di bawanya." Ini surat-surat kepindahannya Alin sama Syifa nak,"Astri menerima Map yang di berikan Herdi.

"Ayah?" Astri terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu.

"Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Herdi yang mulai terlihat tidak tenang, Herdi takut terjadi sesuatu.

" Semua baik Ayah. Tapi ...?" Astri mendadak susah berbicara dia ragu apa Ayah mertuanya mau membantu atau tidak.

"Katakan nak! Jangan ragu!" ucap herdi meyakinkan Astri.

"Ayah aku mau menunda perceraian dengan mas Ardi," jawab Astri pelan. Herdi yang mendengar ucapan Astri hanya diam. Sedangkan Astri yang melihat Herdi diam, merasa Ayah mertuanya marah.

Setelah cukup lama diam Herdi akhirnya berbicara," apa masih mencintai Ardi ?" tanya Herdi pada Astri.

" Tidak Ayah!" bantah Astri cepat.

"Lalu, kenapa?" tanya Herdi mulai bingung.

"Ada satu alasan Ayah, kenapa aku menunda perceraian dengan mas Ardi," ucap Astri.

"Apa alasannya Syifa?" tanya Herdi lagi. Karena Herdi berpikir hanya Syifa yang akan menjadi alasan Astri menunda perceraian. Namun di luar dugaan Herdi. Astri justru menggelengkan kepala, yang berarti bukan karena Syifa. " Lalu apa nak?" sungguh Herdi tidak sabar mendengar alasan menantunya ini.

"Astri hamil Ayah!" ucapan Astri membuat Herdi langsung menegakan badannya. Herdi takut salah mendengar sebab Astri berbicara sangat pelan.

"Kamu hamil?" tanya Herdi sedikit lantang, membuat Astri yang tadinya menunduk langsung tegak karena terkejut dengan suara ayah mertuanya. Seakan sadar Herdi mengulang pertanyaannya dengan lebih pelan.

Astri yang di tanya keduakalinya, hanya mengangguk lemah. Dia bingung harus berkata apa. Dia juga tidak bisa menebak isi hati mertuanya. Bisa senang, bisa juga tidak.

Senyum terbit di bibir Herdi, sungguh ini berita baik menurut Herdi." Apa Ayah punya cucu lagi?" Herdi bertanya dengan nada yang berbeda. Dia terlihat senang saat bertanya dan penuh harap.

" Iya Ayah. Ayah akan punya cucu lagi. Jadi bisakah Ayah menahan perceraian sampai anakku lahir?" Astri kembali bertanya dengan penuh harap. Dia tidak bisa membayangkan kalau anaknya belum lahir, namun dia resmi bercerai.

" Tentu... Tentu saja Ayah akan menunda perceraian kalian. Ayah tidak mau cucu Ayah jadi bahan ejekan orang. Kalau perlu sampai cucu Ayah bisa berjalan.haha..haha.." sungguh Herdi merasa senang sampai tidak bisa menghentikan tawanya.

Melihat Ayah mertuanya tertawa, Astri merasa lega. Dia bisa minta tolong sepenuhnya kepada Ayah mertuanya. Untuk urusan perceraian dengan suaminya.

"Ayah, boleh minta satu hal lagi?"

" Boleh, kamu mau minta apa nak?" Herdi berpikir Astri ngidam, dia dengan semangat akan menuruti ngidam cucunya.

"Jangan ada yang tahu soal kehamilan Astri. Astri tidak mau kehamilan Astri di manfaatkan mas Ardi!" Herdi yang tau ketakutan Astri menyetujui merahasiakan kehadiran cucunya kelak. Biarlah mereka tidak tahu, tidak ada untungnya juga kalau mereka tau pikir Herdi dalam hati.

Astri akhirnya bisa benar-benar bebas meninggalkan Ibu kota. Karena Ayahnya siap membantu membereskan percerainnya. Setelah selesai berbicara dengan Herdi, Astri memanggil Alin dan juga Syifa.

Cukup lama mereka berbincang dan bercanda, Astri memutuskan untuk kembali ke Hotel. Dia harus berkemas, dan memastikan semua lengkap. Karena semua berkas kepindahan sudah dapat. Astri memutuskan pergi besok pagi.

Astri menghubungi asistennya. Meminta memesankan tiket penerbangan untuk tiga orang. Dan Astri meminta Maya untuk sementara mengurus urusan kantor. Sampai Astri melahirkan nanti. Dia sudah menceritakan semua kepada Maya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status