Rasanya aku ingin pergi saja saat itu. Aku merasa sedikit tertekan oleh aura mereka yang kuat, berbeda dengan jendral Satya yang cukup bersahabat dan ramah.Mau apa Marsekal Zidan ke arahku. Aku meneguk salivaku berat.Glek!Orang itu tiba-tiba mengait leherku dan tertawa, "Hehe! Apa ini anak yang kau maksud Satya!" Ucapnya seraya menyeretku untuk mendekati jendral Satya."???"Tunggu dulu! Apa-apaan ini? Dia mengait leherku? Menyeretku?Walaupun dia cukup kuat dan terlihat menakutkan, aku memberanikan diri untuk berhenti.Entah apa yang akan terjadi nantinya, tapi aku tak suka seseorang melakukan itu padaku."Kenapa berhenti? Ayo?" ucapnya dengan seringai bengis.Walaupun takut, aku memberanikan diri untuk melihatnya dan mengatakan,"Tolong lepaskan," ucapku.Saat aku melakukan itu, matanya malah menampilkan semangat, "oho! Ternyata anak ini seorang predator juga!" Ucapnya.Marsekal Zidan terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya, "kalau aku tidak mau bagaimana!" ucapnya.Dia menantan
Aku terkejut saat dia menatapku lagi dengan mata misteriusnya itu, seolah dia menelisik ke dalam pikiranku, dan menemukanku.Jendral Haris lalu bicara padaku dengan suaranya yang tenang, "jika tadi kau ingin menekan titik mati tangannya, kau tidak akan bisa melakukan itu, kulit dan daginya itu tebal! Seperti mukanya yang tak tahu malu itu, mungkin jarimu yang akan patah nanti," Jelasnya seraya berjalan ke arah marsekal Zidan yang saat itu juga bicara."Apa katakamu! Tak tahu malu! Dasar tidak punya hati kau! Tapi Haris, anak ini memang cukup kejam, sama sepertimu, mons--" sebelum marsekal Zidan menghabiskan ucapannya, Jendral Haris menekan titik tubuhnya yang membuat marsekal Zidan tak bisa bergerak sedikitpun.Dia berhasil? Batiku mengaguminya. Tubuh Marsekal Satya itu sangat sulit ditembus dengan teknik itu."Asalkan tanganmu cukup kuat, kau akan bisa melumpuhkannya," jelasnya lagi dengan tenang. Sementara itu Marsekal Zidan nampak berusaha keras untuk bergerak, tapi dia tak bisa m
Kebingunganku itu dapat dilihat dengan jelas oleh Jendral Satya, dia lalu mendatangiku dan mengatakan, "bisakah kalian bersikap biasa saja, nak pikirkanlah dulu, ini kartu namaku, jika kau setuju hubungi aku atau datang ke kamp militer angkatan darat A11," jelasnya lalu pergi keluar."Haris, kau mau kemana?" Tanya marsekal Zidan segera."Aku mau mencari udara segar, lagipula dia baik-baik saja," ucapnya. Dia yang dimaksud Jendral Haris adalah Jendral Satya."Tunggu aku!""Satya, kalau begitu aku akan pulang, hey nak! Kalau kau tertarik, kau juga bisa datang ke tempatku, aku ada di kamp militer udara B40, nah lalu ini nomorku, hubungi saja aku kalau kau perlu sesuatu yahhh!" Ucapnya seraya pergi menyusul Jendral Haris.Begitu menyusul Jendral Haris, marsekal Zidan segera mengait lehernya, sama seperti yang dia lakukan padaku tadi. Sikapnya ternyata memang seperti itu pada siapapun yah, pikirku berusaha untuk memakluminya."Heyy Hariss, hari ini kau mau menyatakan cinta pada ABG itu ya
Akupun berdiri lalu menyatukan kedua tanganku lagi, "jendral aku benar-benar berterimakasih padamu," ucapku lagi."Ternyata kau juga salah salah satu dari anak-anak itu, bersyutmelihatmu baik-baik saja sekarang, syukurlah," ucap Jendral Satya dengan senyuman lega."Ini ambilah untukmu," Jendral Satya memberikan sebuah kunci mobil dan kartu ATM padaku."Sandinya 111111," lanjutnya.Apa ini? Batinku."Jendral, aku tidak bisa menerima ini, tolong anda ambillah kembali.""Aditya ambillah, ini adalah hadiahku untuk prajurit pemberani sepertimu, kau pantas untuk mendapatkannya.""Tapi Jendral!""Aku juga berharap kau akan setuju untuk masuk militer dan dibimbing oleh Jendral Haris, dia juga tidak hidup dengan mudah," Jendral Satya lalu menggeleng, aku tak mengerti mengapa ekspresinya seperti itu."Ini ambillah! Jangan menolaknya!" Ucap Jendral Satya sembari mendorong kunci mobil dan kartu ATM itu padaku."Tapi menyetir mobil aku tidak bisa, aku juga belum cukup umur untuk melakukannya," uc
Aku berniat untuk nekad keluar, akan tetapi sebelum aku melakukan itu, Leon meminta supir itu untuk berhenti."Pak supir berhentilah," ucap Leon. Begitu dia yang memintanya, dengan sigap supir itu pun berhenti."Baik tuan muda," jawab supir dengan sopan."Tuan muda?" Pikirku sembari melirik ke arah Leon sejenak. Orang ini sebenarnya adalah seorang tuan muda. Dilihat dari penampilannya, bahkan lebih baik daripada Reihan.Dengan melihat penampilannya saja aku bisa menebak kalau dia adalah tuan muda dari keluarga yang sangat kaya dan berkuasa.Akan tetapi aku tak memikirkannya lebih lanjut. Saat supir itu berhenti, aku segera keluar dari sana, diikuti dengan Leon di belakangku."Kenapa kau mengikutiku?" Tanyaku heran."Apa tidak boleh?" Sahut Leon."Terserah," jawabku dengan sedikit malas. Aku memilih untuk tidak terlalu memedulikan itu, sekarang aku hanya ingin menemui Meera saja.Tiba-tiba terlintas sejenak di dalam pikiranku. Kalau aku menemuinya sekarang, apa yang akan kukatakan, ak
Setelah Leon sedikit lebih tenang, Akupun kembali memperhatikan Meera."Lagipula Iri? Tuan muda yang hidup nyaman sepertimu iri padaku? Kau lihat aku baik-baik, hyyh! Sudahlah, dan lagi, siapa bilang aku menyukainya, aku ini masih anak-anak, dan tugasku adalah belajar," gerutuku lalu menoleh ke arah Leon, "kau mengerti?"Aku kembali memperhatikan Meera. Saat itu dia sedang bersiap untuk pulang.Ketika aku hendak beranjak dari tempatku berada, Leon malah kecikikan tertawa di sampingku, "pffft! Belajar? Kau? Ma-maaf, tapi Aditya, kau terlihat tidak meyakinkan, kau bahkan tidak sekolah hari ini," ucapnya."Kau ini!" Aku ingin sekali memukulnya, tapi kuurungkan itu, dia benar, mungkin itu hanya alasanku saja, hah ~ yang benar saja.Ah sudahlah, saat itu, meera akan segera pergi. Aku harus bergegas."Kau mau menghampirinya?" Pertanyaan Leon, membuatku kembali menghentikan langkah kakiku.Jika aku berpikir lagi, apa yang akan kukatakan jika menemuinya nanti, aku masih belum memikirkannya, a
Meera, aku memanggilnya dalam hatiku. Aku menyesal karena berpikir begitu sebelumnya. Sekarang aku jadi tahu kenapa dia jarang menemuiku, aku bahkan hanya memikirkan perasaanku saja, jika aku tidak mengikutinya seperti ini, aku tidak akan pernah tahu, dan terus menduga-duga saja.Meera, ternyata dia sedang dalam masalah.Meera seharusnya kau menceritakan ini padaku, bukankah katamu kita teman, teman macam apa yang membiarkan temannya menderita begini.Aku memikirkan hal lain, memang apa yang bisa kulakukan jika Meera menceritakan ini padaku. Aku hanya seorang anak nakal dengan kehidupan hancur, aku tidak punya apa-apa untuk membantunya ataupun melindunginya.Tanpa sadar tanganku mengepal erat dan Leon menyadarkanku dengan panggilan pelan."Aditya, apa kau baik-baik saja? Psst! Aditya?" Tanyanya."Leon aku ini tidak berguna ya," jawabku dengan pahit.Plak!Leon menamparku dengan keras."Kau!" Ucapku spontan. Aku terkejut dan aku tak mengerti kenapa dia menamparku seperti ini.Itu tamp
Leon lalu berbicara, "Tadi dia mengatakan fokus belajar, sekarang dia mengatakan patah hati, ternyata benar kata wanita, omongan lelaki memang tidak bisa dipercaya," dia menyindirku."Diamlah," pintaku dengan hati yang terasa pahit. Aku tak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Reihan dan Meera saat itu, tapi tak lama setelah itu Reihan pergi.Akhirnya dia pergi juga pikirku. Aku pun berjalan ke arah Meera. Namun saat aku hendak memanggilnya, Meera menerima telpon, raut wajahnya terlihat memburuk. Entah siapa yang meneleponnya saat itu, kukira dia bukan orang baik, apa dia yang menyusahkan Meera? Pikirku. Setelah selesai dengan panggilan itu, Meera bergegas pergi. Akupun bergegas masuk ke mobil, begitu juga dengan Leon. Kali ini kemana kau akan pergi Meera, hatiku mengkhawatirkannya."Pak! Ikuti dia!" Pinta Leon. Segera mobil itu pun pergi.Tak jauh dari tempat sebelumnya, Meera berhenti di sebuah restoran yang cukup besar.Apa yang Meera lakukan di sini, pikirku penasaran. Aku ber