Home / Pendekar / Pemilik Kitab Seribu Bayangan / Bab 2 Langkah Pertama dalam Kegelapan

Share

Bab 2 Langkah Pertama dalam Kegelapan

Author: Bang JM
last update Huling Na-update: 2025-04-04 23:52:29

Di dalam kuil tua yang terlupakan, Lei Tian memulai perjalanan yang akan mengubah dunia persilatan selamanya.

Lei Tian duduk bersila di atas lantai batu, kitab kuno terbuka di pangkuannya. Cahaya obor yang redup membuat tulisan dalam gulungan itu tampak seperti berkilauan, seolah memiliki nyawa sendiri.

Pengemis tua itu berdiri di hadapannya, matanya tajam mengawasi pemuda itu.

"Sebelum kau mulai mempelajari ilmu ini, kau harus memahami satu hal," katanya dengan suara dalam. "Teknik Seribu Bayangan bukan sekadar jurus tipu daya. Ia adalah seni mengendalikan keberadaanmu sendiri. Jika kau gagal menguasainya, bayanganmu sendiri bisa menjadi musuh yang akan membunuhmu."

Lei Tian menatapnya, menelan ludah. "Apa maksudmu?"

Pengemis itu mengangkat satu jarinya, lalu membuat gerakan cepat dengan tangannya. Tiba-tiba, bayangannya di dinding bergerak sendiri, seolah memiliki kesadaran.

Lei Tian tersentak. "Bagaimana mungkin?"

"Ini adalah inti dari teknik ini. Kau tidak hanya menciptakan kloning bayangan, tetapi memberinya sedikit kesadaran," kata pengemis itu. "Jika kau tidak cukup kuat, bayanganmu akan berbalik melawanmu. Itulah sebabnya teknik ini sangat berbahaya."

Lei Tian mengepalkan tangannya. "Aku tidak peduli. Aku akan menguasainya."

Pengemis tua itu tersenyum samar. "Bagus. Maka kita akan mulai dari dasar."

Latihan Pertama: Merasakan Keberadaan Bayangan

"Tutup matamu," perintahnya.

Lei Tian menurut.

"Sekarang, rasakan sekelilingmu. Bayangan bukan hanya sekadar bentuk yang dihasilkan oleh cahaya. Ia adalah bagian dari dirimu, refleksi dari keberadaanmu. Rasakan bagaimana tubuhmu berinteraksi dengan bayanganmu sendiri."

Lei Tian mencoba berkonsentrasi. Ia bisa merasakan udara dingin di kulitnya, suara api obor yang berderak, dan keheningan lorong bawah tanah ini. Tapi bagaimana mungkin ia bisa "merasakan" bayangannya?

"Jangan menggunakan mata atau telingamu. Gunakan instingmu," lanjut pengemis itu.

Lei Tian menarik napas dalam-dalam, mencoba fokus. Lalu, tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang aneh—seolah ada keberadaan lain di sampingnya. Seperti dirinya, tetapi bukan dirinya.

Matanya terbuka lebar. "Aku, aku bisa merasakannya!"

Pengemis itu mengangguk. "Itu langkah pertama. Sekarang, kau harus belajar mengendalikannya."

Lei Tian membaca teknik pertama dalam kitab itu: "Bayangan Pertama: Tiruan Samar."

Menurut deskripsi, teknik ini memungkinkan pengguna menciptakan satu bayangan dirinya yang bisa meniru gerakan sederhana.

Lei Tian berdiri dan menatap dinding batu di depannya. Bayangannya terpantul jelas oleh cahaya obor.

Ia menarik napas, lalu menggerakkan tangannya perlahan. Bayangannya mengikuti seperti biasa.

"Tidak cukup," kata pengemis itu. "Bayangan itu masih menjadi bagian dari cahaya. Kau harus membuatnya bergerak bukan karena cahaya, tetapi karena kehendakmu sendiri."

Lei Tian mengerutkan kening. "Bagaimana caranya?"

"Gunakan energi dalam tubuhmu. Bayangkan bayanganmu bukan sebagai pantulan, tetapi sebagai bagian dari jiwamu. Pikirkan bahwa ia bisa bergerak terpisah darimu."

Lei Tian mencoba. Ia mengangkat tangannya perlahan, lalu membayangkan bayangannya tetap diam.

Tapi bayangan itu tetap mengikuti gerakannya.

Ia mencoba lagi, kali ini lebih kuat, lebih fokus. Keringat mulai mengalir di dahinya.

Dan tiba-tiba.

Bayangannya berhenti.

Hanya untuk sesaat, hanya sedetik—tetapi itu cukup membuat Lei Tian terkejut.

"Aku melakukannya!" katanya dengan mata berbinar.

Pengemis tua itu tertawa kecil. "Bagus. Tapi itu baru awal. Kau masih jauh dari bisa menguasai teknik ini sepenuhnya."

Lei Tian mengangguk, menyadari bahwa jalannya masih panjang.

Tapi satu hal yang pasti: ini bukan lagi sekadar latihan.

Ini adalah langkah pertamanya menuju balas dendam.

Lei Tian mengatur napasnya, keringat menetes dari dahinya. Meski hanya sesaat, ia telah berhasil menghentikan gerakan bayangannya. Itu berarti ia berada di jalur yang benar.

Pengemis tua, yang kini ia kenal sebagai Master Yu, menatapnya dengan penuh pertimbangan. "Kau sudah merasakan keberadaan bayanganmu, sekarang saatnya membuatnya bergerak terpisah darimu."

Lei Tian mengangguk. Ia kembali berdiri di hadapan dinding batu, cahaya obor menciptakan bayangannya di permukaan kasar itu.

"Bayangan Pertama: Tiruan Samar."

Menurut kitab, tahap pertama dalam menguasai ilmu ini adalah menciptakan bayangan yang bisa bertindak sendiri, meskipun masih terbatas pada gerakan sederhana.

Lei Tian menarik napas dalam, lalu mengalirkan energi dalam tubuhnya. Ia membayangkan bahwa bayangannya bukan sekadar pantulan, melainkan bagian dari dirinya yang bisa ia perintahkan sesuka hati.

Pelan-pelan, ia menggerakkan tangan kanannya. Bayangannya mengikutinya seperti biasa.

Namun kali ini, ia mencoba sesuatu yang berbeda. Di dalam benaknya, ia membayangkan bayangan itu berhenti.

Seperti sebelumnya, bayangan itu sempat terhenti sesaat. Tapi kali ini, Lei Tian memusatkan lebih banyak energi—membayangkan bahwa bayangan itu memiliki kesadarannya sendiri.

Lalu, sesuatu yang luar biasa terjadi.

Bayangan itu tidak hanya berhenti, tetapi bergerak sendiri!

"Sial!" Lei Tian terkejut, mundur satu langkah.

Bayangannya mengangkat tangan kirinya, padahal ia sendiri tidak bergerak.

Master Yu mengangguk puas. "Bagus. Kau telah berhasil membangkitkan bayangan pertamamu."

Lei Tian masih menatap bayangannya dengan perasaan campur aduk. Ia merasa seperti sedang melihat versi lain dari dirinya yang memiliki kehendak sendiri.

Namun tiba-tiba, sesuatu yang aneh terjadi. Bayangan itu bergetar, lalu matanya—yang seharusnya tidak ada—mendadak menyala merah.

"Apa yang terjadi?" Lei Tian mundur lagi.

Bayangan itu mulai bergerak sendiri, tidak lagi menurut perintahnya.

Master Yu mendesah. "Aku sudah memperingatkanmu. Jika kau tidak cukup kuat, bayanganmu bisa berbalik melawanmu."

Tiba-tiba, bayangan itu melompat dari dinding dan menyerang!

Lei Tian hampir tidak sempat bereaksi. Ia melompat ke samping, tapi bayangan itu terus mengejarnya. Tubuhnya terasa lemas—seolah sebagian dari energinya tersedot oleh makhluk itu.

"Bagaimana cara menghentikannya?!"

Master Yu tetap tenang. "Kau yang menciptakannya, hanya kau yang bisa menghancurkannya. Fokuskan energi dan tarik kembali bayangan itu ke dalam tubuhmu!"

Lei Tian menggertakkan giginya. Bayangan itu melompat lagi, cakarnya hampir mengenai wajahnya.

Dengan sisa tenaganya, Lei Tian mengangkat tangannya dan membayangkan energi bayangan itu kembali padanya.

Bayangan itu menjerit—tanpa suara, hanya getaran yang terasa di udara—sebelum akhirnya menghilang.

Lei Tian terjatuh, napasnya tersengal. Tubuhnya terasa dingin, seolah sebagian dari dirinya baru saja kembali setelah hampir hilang selamanya.

Master Yu mendekat, menatapnya dari atas. "Kau hampir kehilangan kendali. Jika itu terjadi, bayanganmu akan mengambil alih tubuhmu, dan kau akan menjadi makhluk tanpa jiwa."

Lei Tian mengepalkan tinjunya. "Aku akan menguasainya. Aku tidak akan kalah oleh bayanganku sendiri."

Master Yu tersenyum tipis. "Bagus. Jika kau bisa menguasai teknik ini, maka kau akan melangkah lebih dekat ke tujuanmu."

Lei Tian mengangguk. Ia tahu perjalanan ini tidak akan mudah.

Tapi ia tidak akan berhenti sampai ia menjadi cukup kuat untuk menghadapi mereka yang telah menghancurkan keluarganya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bab Penutup : Kutukan Bayangan Kesebelas: Kebangkitan Heiyin

    Langit di atas Lembah Qi’an menghitam. Bukan oleh awan, melainkan oleh kabut hitam yang menggantung seperti kain berkabung raksasa. Tanah berguncang pelan, dan di tengah pusaran reruntuhan kuil kuno, sesosok makhluk perlahan naik dari dalam tanah. Ia tidak lagi sepenuhnya manusia.Itu adalah Xie Lang.Namun yang berdiri kini bukan sekadar pendekar yang terobsesi pada kekuatan. Ia telah menyatu dengan roh kuno dari Dunia Dalam: entitas kegelapan abadi bernama Heiyin, makhluk bayangan yang lahir dari keputusasaan umat manusia ribuan tahun lalu.Wajah Xie Lang memudar, tergantikan topeng kabut dan mata api. Suaranya terdengar seperti denting ribuan lonceng berdarah: "Kalian memanggilku iblis. Tapi kalianlah yang menciptakanku... dengan luka, dengan iri, dengan kehormatan palsu."Dua sekte besar telah dilumat dalam satu malam. Tanpa pedang. Tanpa pasukan. Hanya dengan suara ketakutan yang memanggil semua bayangan dari isi hati para pendekar.Di sisi lain reruntuhan, Mo Jing berdiri denga

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bayangan Ketiga – Raga Ganda di Balik Cermin

    : Bayangan Ketiga – Raga Ganda di Balik CerminMo Jing berdiri terpaku di hadapan Cermin Darah. Permukaannya tampak seperti danau perak beku, namun di balik itu memantulkan sosok dirinya—bukan sebagaimana yang ia kenal. Sosok itu memiliki mata merah menyala, wajah lebih tirus, senyum miring yang menyeringai seperti iblis yang menunggu tumbal.> "Siapa kau?" desis Mo Jing pelan, keringat dingin mengalir di pelipisnya.Sosok dalam cermin menjawab. Suaranya serupa, tapi lebih dalam, lebih dingin, dan penuh dendam yang menggumpal.> "Aku adalah kau… yang telah menelan seluruh dendam, luka, dan kebencianmu. Aku adalah semua yang kau kubur dalam-dalam… Aku adalah Bayangan Ketiga."---Dalam ajaran tertua dari Kitab Seribu Bayangan, Bayangan Ketiga bukan sekadar teknik. Ia adalah cermin jiwa, perwujudan kegelapan yang dipendam oleh pemilik kitab. Banyak murid sebelum Mo Jing yang gagal melewatinya. Mereka bukan

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bayangan Kedua – Cermin Darah di Lembah Qi’an

    : Bayangan Kedua – Cermin Darah di Lembah Qi’anKabut turun lebih pekat dari biasanya di Lembah Qi’an. Bagaikan jaring putih raksasa, ia menggulung seluruh lembah dalam keheningan yang dingin dan purba. Suara jangkrik memekik sesekali, terpotong oleh desir angin yang menyelinap pelan di celah-celah tebing curam, seolah berusaha menyampaikan sesuatu dari dunia yang telah lama mati.Di tengah lembah yang sunyi, berdiri seorang lelaki muda berjubah hitam. Tubuhnya tegak dan matanya tertuju lurus ke depan. Di tangan kirinya tergenggam gulungan kain tua yang tampak rapuh dimakan usia. Lelaki itu adalah Mo Jing, murid terakhir dari aliran Bayangan Sunyi, sekte rahasia yang pernah ditakuti namun kini hanya tersisa dalam bisik-bisik dan bayang-bayang.Gulungan itu bukan sekadar peninggalan tua. Ia adalah potongan dari Kitab Seribu Bayangan, manuskrip sakral yang menyimpan teknik bayangan pamungkas: Bayang-Bayang Menembus Jiwa, sebuah ajaran yang tak sekadar mengajarkan seni bela diri, tapi me

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bayangan yang Tak Punya Wajah

    : Kabut putih menggantung di kaki Gunung Hengshan, seperti jaring-jaring halus yang menunggu mangsa. Dari kejauhan, denting logam beradu terdengar terputus-putus. Bukan suara perang terbuka, melainkan duel senyap yang berlumur dendam.Liang Wuji, pewaris terakhir Perguruan Ying Shui Jian, berdiri dengan napas berat. Pedangnya—Seribu Bayangan—masih bergetar dalam genggamannya. Sinar bulan menimpa mata bilahnya, memantulkan siluet-siluet samar seolah-olah ada seribu dirinya berdiri di sekeliling.Darah mengalir dari lengan kirinya. Tapi bukan itu yang mengusik pikirannya.> "Kau... bukan murid dari dunia persilatan biasa," ujar Wuji sembari mundur tiga langkah.Di hadapannya, berdiri seorang pria berjubah hitam, wajah tertutup topeng perak bergambar tengkorak."Bayangan ke-37," kata pria bertopeng itu, suaranya berat dan dingin seperti batu nisan tua."Bayangan ke-38," lanjutnya sambil bergerak cepat—tanpa suara, tanpa angin.Wuji menangkis dengan insting. Tapi sesuatu aneh. Setiap ser

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Lembah Bisu, malam bulan mati

    Lian Tian terbangun dengan tubuh menggigil. Keringat dingin membasahi jubah dalamnya. Sekujur tubuhnya terasa seperti direndam air sungai di musim awal kematian. Tapi bukan itu yang membuatnya nyaris tak bisa bernapas—melainkan suara langkah yang mendahului kesadarannya.Langkah perempuan. Lembut. Tapi tidak menyentuh tanah.Ia duduk perlahan di dalam gua tempat ia bersemedi sejak Bayangan ke-35 berhasil ditundukkan seminggu lalu. Dinding batu hitam tampak retak. Api obor yang ditanamnya padam sejak kemarin. Tapi ia melihat cahaya merah lembut, berkedip-kedip dari dalam perut gua.Dan dari kegelapan itu, keluar sesosok siluet perempuan."Sudah waktunya," bisiknya. Suaranya menggema dari dalam kepala Lian Tian, bukan dari udara."Siapa kau?" desisnya. Tapi dadanya terasa berat. Seperti ada tangan halus namun penuh duri yang menekan napasnya."Aku bukan siapa-siapa," kata sosok itu. "Tapi kau memanggilku dengan

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Kebangkitan Sang Ibu: Cahaya yang Dikhianati

    Wilayah Bawah Jiuzhou – Danau Darah Sembilan TingkatDanau itu mendidih tanpa suara. Darah kental berwarna hitam-merah menyembur perlahan dari retakan dimensi, membentuk pusaran besar yang mengelilingi seorang wanita bertubuh ringkih, terikat rantai yang terbuat dari doa-doa suci dan kutukan iblis.Tubuhnya menggigil.Tapi matanya… terbuka perlahan. Hitam seluruhnya, tanpa putih, seolah mata itu menyerap segala cahaya.> “Anak… ku…”Suara itu lirih, tapi cukup kuat untuk menggetarkan ruang roh.Ia adalah ibu Ruo Lin.Atau… sisa dari jiwa ibunya, yang dulu dikorbankan untuk menahan kekuatan Iblis Purba dari lepas kendali.Tapi sekarang, kekuatan dari Segel Awal yang diaktifkan oleh Ruo Lin… telah membangkitkannya. Tapi bukan sebagai manusia.Melainkan sebagai cermin dari luka Ruo Lin sendiri.---Sementara itu di Kamp Pelindung JiuzhouRuo Lin berdiri memat

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status