Home / Pendekar / Pemilik Kitab Seribu Bayangan / Bab 2 Langkah Pertama dalam Kegelapan

Share

Bab 2 Langkah Pertama dalam Kegelapan

Author: Bang JM
last update Last Updated: 2025-04-04 23:52:29

Di dalam kuil tua yang terlupakan, Lei Tian memulai perjalanan yang akan mengubah dunia persilatan selamanya.

Lei Tian duduk bersila di atas lantai batu, kitab kuno terbuka di pangkuannya. Cahaya obor yang redup membuat tulisan dalam gulungan itu tampak seperti berkilauan, seolah memiliki nyawa sendiri.

Pengemis tua itu berdiri di hadapannya, matanya tajam mengawasi pemuda itu.

"Sebelum kau mulai mempelajari ilmu ini, kau harus memahami satu hal," katanya dengan suara dalam. "Teknik Seribu Bayangan bukan sekadar jurus tipu daya. Ia adalah seni mengendalikan keberadaanmu sendiri. Jika kau gagal menguasainya, bayanganmu sendiri bisa menjadi musuh yang akan membunuhmu."

Lei Tian menatapnya, menelan ludah. "Apa maksudmu?"

Pengemis itu mengangkat satu jarinya, lalu membuat gerakan cepat dengan tangannya. Tiba-tiba, bayangannya di dinding bergerak sendiri, seolah memiliki kesadaran.

Lei Tian tersentak. "Bagaimana mungkin?"

"Ini adalah inti dari teknik ini. Kau tidak hanya menciptakan kloning bayangan, tetapi memberinya sedikit kesadaran," kata pengemis itu. "Jika kau tidak cukup kuat, bayanganmu akan berbalik melawanmu. Itulah sebabnya teknik ini sangat berbahaya."

Lei Tian mengepalkan tangannya. "Aku tidak peduli. Aku akan menguasainya."

Pengemis tua itu tersenyum samar. "Bagus. Maka kita akan mulai dari dasar."

Latihan Pertama: Merasakan Keberadaan Bayangan

"Tutup matamu," perintahnya.

Lei Tian menurut.

"Sekarang, rasakan sekelilingmu. Bayangan bukan hanya sekadar bentuk yang dihasilkan oleh cahaya. Ia adalah bagian dari dirimu, refleksi dari keberadaanmu. Rasakan bagaimana tubuhmu berinteraksi dengan bayanganmu sendiri."

Lei Tian mencoba berkonsentrasi. Ia bisa merasakan udara dingin di kulitnya, suara api obor yang berderak, dan keheningan lorong bawah tanah ini. Tapi bagaimana mungkin ia bisa "merasakan" bayangannya?

"Jangan menggunakan mata atau telingamu. Gunakan instingmu," lanjut pengemis itu.

Lei Tian menarik napas dalam-dalam, mencoba fokus. Lalu, tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang aneh—seolah ada keberadaan lain di sampingnya. Seperti dirinya, tetapi bukan dirinya.

Matanya terbuka lebar. "Aku, aku bisa merasakannya!"

Pengemis itu mengangguk. "Itu langkah pertama. Sekarang, kau harus belajar mengendalikannya."

Lei Tian membaca teknik pertama dalam kitab itu: "Bayangan Pertama: Tiruan Samar."

Menurut deskripsi, teknik ini memungkinkan pengguna menciptakan satu bayangan dirinya yang bisa meniru gerakan sederhana.

Lei Tian berdiri dan menatap dinding batu di depannya. Bayangannya terpantul jelas oleh cahaya obor.

Ia menarik napas, lalu menggerakkan tangannya perlahan. Bayangannya mengikuti seperti biasa.

"Tidak cukup," kata pengemis itu. "Bayangan itu masih menjadi bagian dari cahaya. Kau harus membuatnya bergerak bukan karena cahaya, tetapi karena kehendakmu sendiri."

Lei Tian mengerutkan kening. "Bagaimana caranya?"

"Gunakan energi dalam tubuhmu. Bayangkan bayanganmu bukan sebagai pantulan, tetapi sebagai bagian dari jiwamu. Pikirkan bahwa ia bisa bergerak terpisah darimu."

Lei Tian mencoba. Ia mengangkat tangannya perlahan, lalu membayangkan bayangannya tetap diam.

Tapi bayangan itu tetap mengikuti gerakannya.

Ia mencoba lagi, kali ini lebih kuat, lebih fokus. Keringat mulai mengalir di dahinya.

Dan tiba-tiba.

Bayangannya berhenti.

Hanya untuk sesaat, hanya sedetik—tetapi itu cukup membuat Lei Tian terkejut.

"Aku melakukannya!" katanya dengan mata berbinar.

Pengemis tua itu tertawa kecil. "Bagus. Tapi itu baru awal. Kau masih jauh dari bisa menguasai teknik ini sepenuhnya."

Lei Tian mengangguk, menyadari bahwa jalannya masih panjang.

Tapi satu hal yang pasti: ini bukan lagi sekadar latihan.

Ini adalah langkah pertamanya menuju balas dendam.

Lei Tian mengatur napasnya, keringat menetes dari dahinya. Meski hanya sesaat, ia telah berhasil menghentikan gerakan bayangannya. Itu berarti ia berada di jalur yang benar.

Pengemis tua, yang kini ia kenal sebagai Master Yu, menatapnya dengan penuh pertimbangan. "Kau sudah merasakan keberadaan bayanganmu, sekarang saatnya membuatnya bergerak terpisah darimu."

Lei Tian mengangguk. Ia kembali berdiri di hadapan dinding batu, cahaya obor menciptakan bayangannya di permukaan kasar itu.

"Bayangan Pertama: Tiruan Samar."

Menurut kitab, tahap pertama dalam menguasai ilmu ini adalah menciptakan bayangan yang bisa bertindak sendiri, meskipun masih terbatas pada gerakan sederhana.

Lei Tian menarik napas dalam, lalu mengalirkan energi dalam tubuhnya. Ia membayangkan bahwa bayangannya bukan sekadar pantulan, melainkan bagian dari dirinya yang bisa ia perintahkan sesuka hati.

Pelan-pelan, ia menggerakkan tangan kanannya. Bayangannya mengikutinya seperti biasa.

Namun kali ini, ia mencoba sesuatu yang berbeda. Di dalam benaknya, ia membayangkan bayangan itu berhenti.

Seperti sebelumnya, bayangan itu sempat terhenti sesaat. Tapi kali ini, Lei Tian memusatkan lebih banyak energi—membayangkan bahwa bayangan itu memiliki kesadarannya sendiri.

Lalu, sesuatu yang luar biasa terjadi.

Bayangan itu tidak hanya berhenti, tetapi bergerak sendiri!

"Sial!" Lei Tian terkejut, mundur satu langkah.

Bayangannya mengangkat tangan kirinya, padahal ia sendiri tidak bergerak.

Master Yu mengangguk puas. "Bagus. Kau telah berhasil membangkitkan bayangan pertamamu."

Lei Tian masih menatap bayangannya dengan perasaan campur aduk. Ia merasa seperti sedang melihat versi lain dari dirinya yang memiliki kehendak sendiri.

Namun tiba-tiba, sesuatu yang aneh terjadi. Bayangan itu bergetar, lalu matanya—yang seharusnya tidak ada—mendadak menyala merah.

"Apa yang terjadi?" Lei Tian mundur lagi.

Bayangan itu mulai bergerak sendiri, tidak lagi menurut perintahnya.

Master Yu mendesah. "Aku sudah memperingatkanmu. Jika kau tidak cukup kuat, bayanganmu bisa berbalik melawanmu."

Tiba-tiba, bayangan itu melompat dari dinding dan menyerang!

Lei Tian hampir tidak sempat bereaksi. Ia melompat ke samping, tapi bayangan itu terus mengejarnya. Tubuhnya terasa lemas—seolah sebagian dari energinya tersedot oleh makhluk itu.

"Bagaimana cara menghentikannya?!"

Master Yu tetap tenang. "Kau yang menciptakannya, hanya kau yang bisa menghancurkannya. Fokuskan energi dan tarik kembali bayangan itu ke dalam tubuhmu!"

Lei Tian menggertakkan giginya. Bayangan itu melompat lagi, cakarnya hampir mengenai wajahnya.

Dengan sisa tenaganya, Lei Tian mengangkat tangannya dan membayangkan energi bayangan itu kembali padanya.

Bayangan itu menjerit—tanpa suara, hanya getaran yang terasa di udara—sebelum akhirnya menghilang.

Lei Tian terjatuh, napasnya tersengal. Tubuhnya terasa dingin, seolah sebagian dari dirinya baru saja kembali setelah hampir hilang selamanya.

Master Yu mendekat, menatapnya dari atas. "Kau hampir kehilangan kendali. Jika itu terjadi, bayanganmu akan mengambil alih tubuhmu, dan kau akan menjadi makhluk tanpa jiwa."

Lei Tian mengepalkan tinjunya. "Aku akan menguasainya. Aku tidak akan kalah oleh bayanganku sendiri."

Master Yu tersenyum tipis. "Bagus. Jika kau bisa menguasai teknik ini, maka kau akan melangkah lebih dekat ke tujuanmu."

Lei Tian mengangguk. Ia tahu perjalanan ini tidak akan mudah.

Tapi ia tidak akan berhenti sampai ia menjadi cukup kuat untuk menghadapi mereka yang telah menghancurkan keluarganya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bab 3 Bayangan yang Patuh

    Master Yu berdiri di sudut ruangan, mengamati murid barunya. "Kau baru saja merasakan sisi berbahaya dari ilmu ini. Namun, jika kau ingin menjadi ahli sejati, kau harus belajar mengendalikan bayanganmu, bukan sekadar menciptakannya."Lei Tian mengangguk tanpa ragu. "Aku siap."Master Yu tersenyum tipis. "Baik. Coba lagi."Menciptakan Bayangan yang Bisa DikendalikanLei Tian menarik napas dalam-dalam. Ia kembali fokus pada bayangannya yang terpantul di dinding batu. Kali ini, ia tidak hanya ingin membuatnya muncul, tetapi juga memastikan bayangan itu tetap berada di bawah kendalinya.Ia mengulurkan tangan, mengalirkan energinya.Sedikit demi sedikit, bayangannya mulai berubah. Tubuhnya tampak lebih padat, tidak lagi sekadar siluet samar. Namun kali ini, Lei Tian tidak membiarkan bayangan itu bergerak sendiri.Aku adalah tuannya. Bayangan ini hanya alat.Matanya membelalak saat bayangan itu tetap diam, menunggu perintahnya.Master Yu mengangguk. "Bagus. Sekarang, coba perintahkan bayang

    Last Updated : 2025-04-04
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bab 4 Jejak Para Pemburu

    Fajar baru saja menyingsing ketika Lei Tian membuka matanya. Seluruh tubuhnya terasa pegal setelah latihan semalam, tetapi semangatnya tidak padam. Ia duduk bersila, mengatur napas, dan mulai mengalirkan energi ke seluruh tubuhnya.Bayangannya di dinding perlahan bergerak, mengikuti perintahnya dengan lebih mulus dibanding sebelumnya.'Aku semakin menguasainya.'Namun, sebelum ia sempat melanjutkan latihannya, Master Yu masuk ke ruangan dengan ekspresi serius."Kita ada masalah."Lei Tian berdiri. "Apa yang terjadi?"Master Yu menatapnya tajam. "Kau sudah menjadi buronan."Di atas meja kayu, Master Yu meletakkan selembar kertas pengumuman. Wajah Lei Tian tergambar di sana, dengan tulisan besar di bawahnya:"Buronan! Pemilik Kitab Bayangan! Hadiah 500 tael emas bagi siapa pun yang menangkapnya hidup atau mati!"Lei Tian menegang. "Siapa yang menyebarkan ini?"Master Yu menghela napas. "Klan Tianlong."Lei Tian mengepalkan tinjunya. "Mereka sudah tahu keberadaanku?""Mungkin belum secar

    Last Updated : 2025-04-04
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bab 5 : Langkah Menuju Pembalasan

    Master Yu menatap jauh ke arah timur. "Ada satu tempat di mana kau bisa belajar lebih banyak tentang Kitab Seribu Bayangan dan juga sejarah keluargamu.""Di mana?""Lembah Hitam."Lei Tian menyipitkan mata. Ia pernah mendengar nama itu—sebuah tempat yang dihuni oleh para pendekar buangan dan pembunuh bayaran. Jika ia ingin menjadi lebih kuat, mungkin di sanalah jawabannya.Mereka tidak membuang waktu. Tanpa banyak bicara, Lei Tian dan Master Yu segera bergerak menuju Lembah Hitam.Namun, saat mereka tiba di sebuah desa kecil untuk beristirahat, firasat buruk mulai menggelayuti Lei Tian."Ada yang mengawasi kita," bisiknya kepada Master Yu.Master Yu tampak tenang, tetapi tatapan matanya menajam. "Siap-siap."Tak lama, empat pria berpakaian serba hitam muncul dari bayangan. Wajah mereka tertutup topeng, dan masing-masing membawa senjata berbeda—pedang, tombak, belati, dan rantai berduri."Lei Tian, ikutlah dengan kami tanpa perlawanan," salah satu dari mereka berkata dengan suara dingi

    Last Updated : 2025-04-04
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Gerbang Lembah Hitam

    Langit memerah, matahari tenggelam di balik pegunungan berbatu saat Lei Tian dan Master Yu berdiri di tepi jurang yang menganga. Di bawahnya, Lembah Hitam membentang seperti lubang neraka, kabut kelam menyelimuti dasar yang tak terlihat. Udara di sekitar mereka terasa lebih dingin, seolah lembah itu sendiri memiliki nyawa dan sedang mengawasi mereka.Lei Tian menggenggam gagang pedangnya erat-erat."Jadi ini Lembah Hitam?"Master Yu mengangguk, tatapannya penuh kewaspadaan. "Tempat ini bukan hanya sekadar tempat pelarian para buronan. Ini adalah sarang dari mereka yang tak diinginkan dunia persilatan, orang-orang yang memilih hidup dalam bayangan."Lei Tian menatap jembatan tua yang terbentang di hadapannya. Kayunya lapuk, tali-temalinya berderit diterpa angin. Namun, yang lebih mencurigakan adalah suasana mencekam yang mengelilinginya—seakan sesuatu sedang menunggu di dalam kabut."Bagaimana kita masuk?" tanyanya.Master Yu menunjuk jembatan itu. "Hanya ada satu jalan. Tapi aku yakin

    Last Updated : 2025-05-01
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 7

    Bab 7 Ujian KegelapanMalam turun dengan pekat di Lembah Hitam. Angin dingin berembus membawa aroma tanah lembab dan kabut tebal yang menggantung rendah di antara pepohonan tua. Di tengah aula utama, Lei Tian berdiri dengan tatapan tajam, menunggu instruksi dari Tetua berjubah ungu."Ujian pertamamu adalah menghadapi ketakutan dan kelemahanmu sendiri," ujar Tetua itu. "Kau harus memasuki Ruang Kegelapan, tempat di mana bayanganmu akan menguji tekad dan kekuatanmu."Master Yu, yang berdiri di dekatnya, mengerutkan dahi. "Ujian ini tidak main-main. Jika kau gagal, bukan hanya tubuhmu yang terluka, tetapi juga jiwamu."Lei Tian mengepalkan tinjunya. "Aku siap."Tetua berjubah ungu mengayunkan tangannya, membuka sebuah pintu batu besar di ujung aula. Dari dalamnya, kegelapan pekat merayap keluar, seolah memiliki nyawa sendiri. Aura mencekam seketika memenuhi ruangan."Masuklah," kata Tetua itu. "Dan jangan biarkan dirimu ditelan kegelapan."Lei Tian melangkah maju. Begitu kakinya melewati

    Last Updated : 2025-05-02
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 8

    Bab 8 Pemburu dan Bayangan-----Dua pria berpakaian hitam dari Sekte Langit Suci berjalan perlahan di jalur berbatu, mata mereka tajam menyisir kegelapan."Tempat ini terlalu sunyi," bisik salah satu dari mereka."Itu berarti kita semakin dekat," jawab rekannya.Di balik bayangan pepohonan, Lei Tian mengamati mereka dengan napas tertahan. Tubuhnya telah menyatu dengan kegelapan, nyaris tidak terlihat. Ini adalah ujian nyata dari teknik penyembunyian yang baru saja ia pelajari.Master Yu, yang bersembunyi di sisi lain, memberi isyarat kecil dengan jarinya. "Jangan gegabah. Amati mereka dulu."Lei Tian mengangguk dalam hati. Matanya tidak lepas dari gerakan dua pria itu."Kita berpencar," kata salah satu pria. "Kau cari di sisi kiri, aku ke kanan."Pria yang lebih besar berbalik dan melangkah ke arah tempat Lei Tian bersembunyi."Sial," batin Lei Tian.Jika pria itu mendekat sedikit lagi, ia bisa menemukan jejak keberadaannya. Lei Tian harus bertindak cepat.---Serangan dalam Kegelapa

    Last Updated : 2025-05-02
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 9

    Bab 9 Langkah di Dalam BayanganLei Tian turun ke hutan dengan langkah ringan. Kabut membantu menyamarkan pergerakannya, tapi ia tetap waspada.Di depan, dua pria berpakaian hitam tengah berbisik. Salah satu dari mereka memegang gulungan kertas, mungkin berisi informasi yang akan dikirimkan kembali ke sekte mereka.Lei Tian mendekat lebih jauh, lalu bersembunyi di balik batang pohon."Tuan Muda Guo sudah memerintahkan kita untuk memastikan keberadaan mereka," kata salah satu pria itu. "Jika benar mereka berada di sini, kita harus segera mengirimkan sinyal."Lei Tian mengerutkan kening. 'Tuan Muda Guo?'Nama itu tak asing baginya. Guo Han, putra tertua dari pemimpin Sekte Langit Suci. Salah satu pendekar muda paling berbahaya di dunia persilatan."Aku mendengar bahwa pemuda bernama Lei Tian itu memiliki Kitab Seribu Bayangan," kata pria kedua, suaranya begitu jelas. "Jika benar, kita harus menangkapnya hidup-hidup. Tuan Muda Guo ingin menghadapinya sendiri."Lei Tian mengepalkan tinjun

    Last Updated : 2025-05-02
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 10

    : Bab 10 Kedatangan Guo HanFajar menyingsing di Lembah Hitam. Udara pagi yang dingin menyelimuti sekte, namun suasana terasa panas oleh ketegangan. Para murid telah bersiaga di posisi mereka, pedang terhunus, mata penuh kewaspadaan.Di puncak bukit, Lei Tian berdiri dengan Mei Zhu di sampingnya. Dari kejauhan, bayangan pasukan Sekte Langit Suci mulai terlihat. Barisan mereka teratur, dengan Guo Han berjalan di depan, jubah putihnya berkibar tertiup angin.Lei Tian menggenggam gagang pedangnya erat. "Mereka sudah tiba."Mei Zhu menatap tajam ke bawah. "Jumlah mereka lebih banyak dari yang kita duga. Guo Han membawa hampir seratus orang."Lei Tian mengangguk. "Tidak masalah. Kita tetap jalankan rencana."Tetua berjubah ungu muncul dari belakang mereka. "Sudah waktunya."Lei Tian menarik napas dalam, lalu melompat turun.---Di Gerbang LembahGuo Han berhenti beberapa langkah dari pintu masuk Lembah Hitam. Ia menatap ke depan dengan tenang, matanya tajam seperti elang.Seorang pria berb

    Last Updated : 2025-05-02

Latest chapter

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 54:

    Suasana membeku. Lei Tian memejamkan mata, menundukkan kepala.“Aku tak minta dimaafkan. Tapi aku ingin kau tahu… aku pun tak pernah tidur nyenyak sejak hari itu.”Jin Wu menarik napas panjang, lalu menenggak arak dari cangkirnya. Ia menghela napas keras, lalu berkata lirih:“Tiga tahun lamanya aku ingin membunuhmu.”Mendengar itu Lei Tian tak terkejut. Ia hanya menatap lurus ke depan, tenang. “Kenapa tidak sekarang saja? Hentikan semua ini sebelum aku berubah menjadi sesuatu yang lebih buruk dari Chaos.”Jin Wu beralih memandangnya. Untuk pertama kalinya, wajahnya menampakkan luka yang tak terlihat—rasa kecewa, kehilangan, dan keraguan.“Karena… meski aku membencimu, aku juga tahu… kau satu-satunya yang bisa menyelamatkan dunia ini,” katanya sambil menatap jauh.Lei Tian perlahan berdiri. Debu tanah menempel di lutut jubahnya. Angin berembus pelan, mengibarkan helai

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 53:

    Lei Tian mengangguk pelan. “Mereka tidak tahu… kegelapan belum benar-benar pergi.”Yara menyusul dari belakang, rambutnya dikepang dua, wajahnya lebih tenang dari biasanya. Ia membawa sekantong kue kacang dan menyerahkannya ke Lei Tian.“Untuk kenangan. Ini dari bibi tua penjual di ujung jalan. Dia bilang kamu dulu sering ngutang.” Lei Tian terkekeh kecil, menerima kantong itu. “Aku ingat… waktu itu aku kabur dari kejaran penjaga karena tak bayar.”Semuanya tertawa. “Kamu tidak pernah berubah,” sindir Yara, tersenyum tipis.Lei Tian membuang wajah, “Tapi aku takkan pernah punya waktu untuk berubah lebih jauh lagi, bukan?”Yara terdiam. Suasana beku sesaat. Matanya sedikit redup. Ia menggigit bibirnya sebelum berkata: “Jadi kau benar-benar akan pergi… ke dimensi bayangan?”Lei Tian menatap langit. “Jika aku tetap di sini, aku akan menjadi ancaman seperti Chaos

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 52:

    Udara terasa sunyi, namun bukan hening yang damai—melainkan kosong, seolah dunia masih belum percaya bahwa Raja Chaos benar-benar musnah. Awan yang sebelumnya selalu kelabu kini membuka celah, dan sinar matahari perlahan menembus permukaan bumi yang hancur dan menghitam.Lei Tian masih berlutut, bahunya naik-turun. Napasnya berat. Tubuhnya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena beban kekuatan yang belum sepenuhnya ia pahami.Jin Wu mendekat, berlutut di sampingnya, menepuk pelan punggungnya. “Hei… masih hidup, pahlawan?”Lei Tian mengangkat kepalanya. Wajahnya penuh keringat dan debu, tapi matanya—emas dan hitam—masih bersinar. “Rasanya… seperti ada seluruh galaksi yang mendesak di balik mataku.” “Kau tampak seperti seseorang yang baru saja mencicipi neraka dan kembali dengan sepotong surga,” sahut Yara, berdiri sambil membersihkan ujung jubahnya yang robek.Yara kemudian berj

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 51:

    “Aku hanya ingin... dikenang.”Lei Tian menyentuh kepala anak itu. Cahaya menyebar dari telapak tangannya.“Kalau begitu, biarkan aku... mengakhirinya dengan tenang.”Dan dalam sekejap, dunia dalam kesadaran itu hancur—bukan karena kebencian, tapi karena penerimaan.-Kabut itu menjerit.Begitu kesadaran Lei Tian masuk lebih dalam dan menyentuh inti Raja Chaos, dunia bayangan mulai retak seperti cermin dihantam palu. Retakan itu menyebar cepat, memecah lapisan demi lapisan dimensi yang melilit makhluk purba itu selama ribuan tahun.Tubuh raksasa Raja Chaos menggeliat liar di dunia luar. Dari setiap pori tubuhnya, semburan bayangan keluar bagaikan darah kotor. Jin Wu dan Yara terus bertahan, tapi napas mereka kini berat, gerakan mereka tersendat. Luka mulai menghiasi tubuh keduanya.“Dia... dia sekarat!” teriak Yara, sembari mengayunkan tongkatnya yang berpendar makin redup.

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 50: Raja Chaos dari Dalam Gerbang

    Langkah kaki Lei Tian terhenti saat tanah di bawahnya menggeliat seperti makhluk hidup. Setiap jejak yang ia tinggalkan mengeluarkan suara lengket dan basah. Dunia di dalam Gerbang Ketiga ini bukan hanya gelap—ia hidup, dan ia menolak kehadiran cahaya.Yara menggenggam tongkatnya erat. Ujungnya menyala redup, mengusir sebagian kabut kelabu yang menggantung. Jin Wu berada di belakang mereka, sorot matanya tajam, tapi ada kegamangan yang tak biasa di wajahnya.“Ini… bukan dunia,” bisik Yara. “Ini... kesadaran.”Lei Tian mengangguk perlahan. “Kesadaran Raja Chaos. Inilah bentuk pikirannya… sebelum ia terperangkap ribuan tahun lalu.”Langit di atas mereka terus berdenyut seperti dinding jantung, dan dari segala arah terdengar bisikan tak berujung.“Kembali… kembali… darahmu adalah milik kami…”Tiba-tiba, tanah di depan mereka membelah, dan dari celah itu muncul sosok yang begitu tinggi hingga menyentuh l

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 49:Gerbang Ketiga dan Kelahiran Kegelapan Baru

    Hening.Setelah ledakan cahaya yang menyelimuti puncak altar, dunia seolah menahan napas. Debu masih berjatuhan perlahan. Angin berhenti berhembus. Burung-burung bayangan yang biasa berputar di atas langit Bayangan Timur menghilang—lenyap ke celah realitas.Lei Tian berdiri pelan dari reruntuhan. Napasnya berat. Luka-luka di tubuhnya menghitam dan pulih sendiri—bukti bahwa kekuatan Raja Bayangan masih mengalir dalam nadinya.“Kau menang, untuk saat ini,” bisik suara bayangan dalam benaknya. Bukan dari Raja Bayangan, tapi dari warisan kekuatan yang kini menyatu dengannya.Lei Tian menatap tangannya. Urat-uratnya tampak seperti aliran tinta hitam di atas kulit. Sesekali berkilat samar keemasan. Cahaya dan kegelapan itu belum sepenuhnya berdamai. Tapi untuk saat ini, dia bisa mengendalikannya.Tiba-tiba…DUM!Suara guntur meledak dari langit. Tapi bukan suara biasa—melainkan gema dari dimensi lain. Langit di atas altar mulai menghitam, lalu robek perlahan seperti kain tua. Retakan bercah

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 48:Warisan Bayangan dan Pertarungan Jiwa

    : Langkah kaki Lei Tian terdengar berat di tengah kehancuran altar. Debu dan sisa-sisa segel beterbangan ditiup angin malam yang tajam. Matanya tak lepas dari sosok Raja Bayangan yang berdiri gagah di tengah pusaran energi hitam yang terus tumbuh dan meliuk-liuk seperti ular lapar.Raja Bayangan membuka kedua lengannya, seolah menyambut sesuatu. “Akhirnya, darahku dan darah mereka yang mengkhianatiku... bertemu dalam satu tubuh.”Lei Tian menggertakkan giginya. Nafasnya memburu, dan tangan kirinya sedikit bergetar. Bukan karena takut, tapi karena hawa jahat yang menyerang pikirannya, mencoba menyusup masuk ke dalam batinnya.“Aku bukan penerusmu!” seru Lei Tian lantang.Raja Bayangan tertawa. Suaranya berat dan bergema, membuat tanah bergetar pelan. “Oh, kau salah, anak muda. Kau adalah jelmaan sempurna antara terang dan gelap. Dilema abadi yang kubutuhkan untuk membuka Gerbang Ketiga.”Lei Tian melangkah maju dengan mata menyala. “Gerbang Ketiga itu akan menghancurkan dunia nyata.

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 47:Kilas Balik — Asal Usul Raja Bayangan

    Gelap.Namun bukan gelap biasa. Ini adalah gelap yang terasa hidup. Gelap yang bernapas.Lei Tian mendadak kehilangan kesadaran atas tubuhnya. Saat dia membuka matanya, dunia di sekeliling telah berubah. Langitnya berwarna merah darah, tanahnya menghitam seperti arang, dan udara terasa berat seperti ditarik ke dalam pusaran waktu.“Apa ini…?” gumamnya, berdiri dengan langkah limbung.Sebuah suara menggema dari langit—serak, tua, dan berlapis gema aneh.“Kau dipanggil… oleh ingatan yang terikat darah. Karena kau adalah garis terakhir dari mereka yang memenjarakan Raja Bayangan.”Kata-kata itu terulang-ulang dan suaranya menggema.Dunia sekitar bergerak. Tanah bergetar dan terbuka, menampilkan sepotong kenangan: sebuah medan perang purba. Ribuan pasukan berjubah gelap berdiri melawan cahaya—pasukan bayangan melawan serdadu kerajaan langit. Suara pedang, teriakan, dan sihir memecah langit.Lei Tian terdiam, tubuhnya gemetar. “Ini… perang dimensi kuno…”Seseorang berdiri di tengah medan t

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 46: Dia yang Disegel

    Kilatan cahaya keemasan di ujung pedang Lei Tian perlahan meredup, tergantikan oleh aura gelap yang mulai merambat dari altar batu yang retak. Tanah bergetar, diselingi semburan energi hitam yang naik dari celah-celah bebatuan. Udara menjadi berat, seperti ada beban ribuan tahun yang membebani paru-paru.Lei Tian menarik napas dalam, pundaknya terangkat lalu turun perlahan. Tangannya masih menggenggam pedang dengan erat, tapi jari-jarinya tampak menegang, seolah tubuhnya bersiap menghadapi sesuatu yang jauh lebih mengerikan.“Xiao Mei… mundurlah. Ada sesuatu yang tidak beres.” Suaranya serak, tapi tegas.Dari kejauhan, Xiao Mei berdiri dengan napas terengah, rambutnya berantakan dan sebagian tubuhnya penuh goresan luka. “Tian! Aku bisa rasakan… energi di bawah altar itu bukan berasal dari dunia ini!”Cahaya di altar semakin terang—tapi bukan cahaya biasa. Itu cahaya gelap, menghisap segala terang di sekitarnya. Simbol-simbol purba di permukaan batu menyala merah darah, berputar perlah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status