Share

Buka Bajumu

Author: Atieckha
last update Huling Na-update: 2025-09-01 12:33:02

“Tapi sebaiknya kita makan dulu saja, ya,” kata Devan lagi sambil menatap Luna sekilas.

“Sa–saya sudah makan, Pak,” jawab Luna terbata. Suaranya pelan sekali, nyaris tak terdengar. 

Demi apapun, jantungnya berdetak tidak karuan di dalam sana. Rasanya seperti ada batu besar yang menghantam dadanya. Andai mereka berdiri sangat dekat, mungkin Devan bisa mendengar jelas detak jantung Luna yang seakan menggedor-gedor keras dari dalam rongganya.

“Tapi saya mau makan dulu. Tolong temani saya makan,” sahut Devan. Tanpa menunggu respon sang sekretaris baru, pria itu sudah melangkah santai menuju meja makan. Pelayan di rumahnya rupanya sudah menyiapkan makan malam untuknya.

Luna akhirnya ikut menyusul, dia tampak ragu, seperti orang yang tidak yakin harus maju atau mundur. Ia berdiri canggung di samping Devan yang sudah lebih dulu duduk.

“Kenapa kamu berdiri di situ? Duduklah. Kita makan malam dulu,” kata Devan sambil meraih sendok, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Luna.

“Sa–saya…” ucapan Luna kembali terpotong, seperti tercekat di tenggorokan.

“Apa saya semenakutkan itu sampai kamu takut duduk berhadap-hadapan dengan saya, hmm?”

Luna menarik napas panjang. Helaannya berat sekali, jelas kalau ia sedang gugup setengah mati. Namun, tak ingin mengecewakan atasannya, akhirnya ia menggerakkan kakinya dan duduk berhadapan dengan Devan. Kursi yang ia tarik bahkan sampai berdecit, menandakan kegugupannya. 

“Makanlah. Kamu harus punya tenaga malam ini. Jangan sampai kamu tidak berhasil memuaskan hasrat saya. Habiskan menu ini,” ujar Devan pelan. Meski suaranya terdengar tidak keras, jelas kalimat itu seperti sebuah perintah mutlak yang tidak bisa dibantah.

“Tapi, Pak—” Luna mencoba membuka suara.

“Saya tidak suka dibantah, Luna.”

Sekali lagi Luna hanya bisa mengangguk kecil. Ia mengambil sendok, lalu mulai menaruh makanan ke atas piringnya. Tangannya gemetar begitu nyata, sampai-sampai nasi di sendok hampir tumpah. Devan yang duduk di depannya pasti bisa melihat jelas bagaimana ia tidak bisa menguasai tubuhnya sendiri. Sementara Devan, tanpa terlihat peduli, sudah mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

Luna benar-benar kesal pada dirinya sendiri. Kenapa tangannya sampai gemetar seperti itu? Ia ingin terlihat biasa saja, tapi tubuhnya sama sekali tidak mau diajak kompromi.

“Saya bilang habiskan. Kamu harus punya tenaga. Jangan membantah lagi,” ucap Devan sambil melirik ke arah piring Luna.

Sekali lagi Luna hanya mengangguk. Ia mulai makan dengan hati-hati, berusaha tidak menunjukkan betapa kacau pikirannya. Rasanya seperti sedang makan di bawah pengawasan dosen yang ketat. Tapi daripada membantah, lebih baik ia menurut saja. Ia tidak ingin membuat Devan marah.

Suasana meja makan begitu sunyi, hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring. Makan malam itu akhirnya habis juga, meski bagi Luna setiap suapan terasa sangat sulit untuk ditelan. Saat ia hendak berdiri dan membawa piring kotor ke dapur, suara Devan menghentikan langkahnya.

“Apa kamu pikir saya tidak mampu membayar pelayan?” di rumah itu memang terlihat tidak ada pelayan sama sekali. Tapi Luna yakin kalau Devan tak ingin diganggu oleh siapapun.

Luna terdiam. Ia menatap Devan beberapa detik, lalu buru-buru menunduk lagi, tidak berani beradu pandang terlalu lama. Jantungnya kembali berdegup kencang, kali ini bercampur dengan rasa malu dan takut.

Waktu berjalan begitu lambat. Lima belas menit kemudian, Devan dan Luna sudah berada di kamar pribadi pria itu. Ruangan yang luas itu terasa sangat menyesakkan bagi Luna. Dalam hatinya, Luna masih berharap kalau malam ini Devan tak menyentuhnya.

“Buka bajumu,” ucap Devan datar.

Pria itu duduk santai di sofa, menatap layar ponselnya, seakan-akan tidak ada hal serius yang sedang ia katakan. Sementara Luna berdiri tidak jauh darinya. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, tubuhnya bergetar pelan. Ia memejamkan mata, mencoba menguatkan diri. Namun, tubuhnya tidak juga bergerak.

“Buka bajumu sekarang,” ulang Devan sekali lagi, kali ini lebih tegas, membuat Luna benar-benar ketakutan. “Kamu masih ingat kan perjanjian yang kamu tanda tangani? Malam ini kamu milik saya,” tambah Devan.

Luna memejamkan mata, lalu membuka pakaiannya dengan tangan yang bergetar. Dia berusaha mengabaikan rasa sakit di hatinya karena akan disentuh pria lain. Bayangan Arkana yang sedang mencium Amel kembali terlintas di kepalanya, membuat Luna tidak perlu merasa bersalah jika malam ini ia harus tidur dengan pria lain. ‘Kamu yang membuatku seperti ini, Mas,’ batin Luna.

Begitu pakaian bagian atasnya terbuka, kulit putih mulus Luna nyaris tidak terlihat lagi. Hampir seluruh tubuhnya tertutup lebam kebiruan.

Devan meletakkan ponselnya di meja, lalu menoleh ke arah Luna. Matanya terbelalak melihat bekas-bekas pukulan di tubuh wanita itu.

“Kenapa dengan tubuhmu?” tanya Devan cepat. Luna hanya menunduk. “Apa Arka yang menyakitimu?”

Kali ini Luna mengangguk pelan. Air matanya langsung jatuh, tak bisa ia tahan lagi.

Devan diam sejenak, lalu kembali berkata, “Malam ini kamu tetap harus berhasil memuaskan saya. Jangan menangis di depan saya. Tugasmu hanya satu, jadi pemuas nafsu.” Suara berat Devan menusuk ke relung hati Luna yang paling dalam, sakit sekali rasanya. Tidak pernah sekalipun ia membayangkan harus menjual dirinya pada pria lain.

Devan bangkit, membuka pakaian bagian atasnya sendiri. Tubuhnya merespon dengan cepat kala melihat Luna dalam keadaan bertelanjang dada. Ia melangkah mendekati Luna yang masih berdiri di dekat sofa. Tangan Devan terulur, menyentuh dagu Luna, lalu bibirnya langsung melumat bibir ranum itu dengan penuh hasrat. Awalnya Luna diam, tidak membalas ciuman Devan. Tapi perlahan ciuman itu makin panas dan sulit dihindari.

Devan mendorong tubuh Luna perlahan ke ranjang tanpa melepaskan ciumannya. Nafsu pria itu sudah tak terbendung lagi. Ia merebahkan Luna dan mengambil posisi di atas tubuh sang sekretaris.

Mata Devan mulai berkabut. Ciuman mereka terputus hanya karena sama-sama kehabisan oksigen. Ia lalu melengkungkan tubuhnya, menurunkan ciuman ke puncak dada Luna sebelah kanan. Lidahnya bergerak nakal, sementara tangannya meremas dada sebelah kiri.

Bohong kalau Luna tidak terpengaruh. Tangannya mencengkeram seprai, matanya terpejam rapat. Ia menggigit bibir bawah, menahan desahan yang hampir lolos ketika remasan tangan Devan semakin menjadi-jadi.

“Saya menginginkanmu sekarang, Luna,” bisik Devan di telinganya sambil memberi gigitan kecil di sana. Tubuh Luna seketika meremang.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Prepare

    “Mom, apa Daddy akan pulang telat lagi?” Sudah beberapa hari ini Devan pulang melewati batas jam pulang. El selalu sedih kalau sang Daddy gak ada saat mereka makan malam bersama. Kadang sang Daddy berangkat kerja saat mereka masih terlelap dan pulang setelah mereka kembali tidur di malam hari. El sedih gak bisa bermain sama Daddy-nya.“Semoga hari ini pekerjaan Daddy lancar jadi bisa pulang tepat waktu,” jawab Luna.Keduanya mengangguk. Luna memang tak pernah memberi jawaban pasti kepulangan Devan pada anak-anaknya. Dia takut kalau tiba-tiba sang suami ada pekerjaan di kantor sehingga menyebabkannya kembali terlambat pulang. Luna yang sudah pernah menjadi sekretaris Devan tentu tahu betul pekerjaan yang sering menyita waktu. Terlebih perusahaan Devan sekarang jauh lebih berkembang ketimbang saat dirinya masih menjadi sekretaris sang suami. “Hmmmm, El nanti mau berdoa sama Tuhan biar Daddy pulang tepat waktu,” ucap El.“Me too,” jawab Nia.Luna menyajikan makan siang untuk anak-anakn

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Penutup Wajah

    “Kamu ngapain tidur di kamar aku? Kalau istrimu bangun gimana?” pekik Maria terkejut saat tangan kokoh menggerayangi tubuhnya. Dan Maria tahu ini pasti Arkana.“Dia kalau tidur kayak orang mati. Besok pagi baru bangun. Tadi aku kurang puas, sayang,” jawab Arkana. Tangannya meremas dada Maria. Dia benar-benar kecanduan untuk menghisap dada besar itu. Aku lagi selama 3 tahun ke belakang dia tak menyentuh Maria. Bahkan Arkana jauh lebih merindukan untuk menyentuh Maria ketimbang Briella.“Tapi tetap saja ini bahaya, sayang,” ucap Maria. Dia mencoba mendorong tubuh Arkana agar menjaga, justru pria itu semakin menempel. “Dia gak akan bangun, sayang.”Akhirnya Maria menyerah. Dia membiarkan Arkana membuka seluruh pakaiannya, lagian Maria juga tadi memang belum puas saat berhubungan badan dengan Arkana, dia takut Amel keluar dari kamar mandi sementara mereka masih memadu cinta.“Kenapa kamu gak nyentuh istrimu saja?” tanya Maria.“Tubuhmu lebih menggoda dan membuatku tak bisa tidur,” balas

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 311

    Ternyata keinginan Amel untuk disentuh oleh Arkana kandas sudah. Saat dia keluar dari kamar mandi justru Arkana sudah terlelap di atas ranjang bahkan mengenakan pakaian tidur lengkap. Arkana memang jarang sekali pergi seperti dulu, tapi entah kenapa karena seperti tak memiliki nafsu seperti dulu. Rasanya mustahil kalau Arkana memiliki perempuan lain di luar sana yang menjadi pelampiasan nafsunya. Sementara dia selalu ada di rumah dan kalaupun pergi tidak terlalu lama. “Kenapa ya? Apa dia gak nafsu sama aku, atau-” Tak ingin mengotori pikirannya sendiri dengan hal-hal yang menyakitkan hati, Amel pun memilih menganggap kalau Arkana saat ini sedang kelelahan. Lalu dia teringat dengan ucapan Luna yang memintanya melihat rekaman CCTV. Kebetulan CCTV hanya ia pasang di luar rumah. Dan itu pun baru ia pasang setelah ia benar-benar kembali lagi ke rumah ini ketika Bu Yuli sudah tiada. Amel langsung mengambil ponselnya, untuk segera melihat kebenaran yang sebenar-benarnya. “Kalau sampai Lu

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 310

    Devan pun masuk ke dalam rumah untuk segera membersihkan diri. Kedua anaknya menuju ke ruang keluarga ditemani oleh sang nenek. Nyonya Wijaya kampak puas melihat keduanya kena hukuman oleh sang Daddy. Nia tetap manyun sementara El memilih pasrah.“Udahlah jangan ngambek. Lagian mau ulang tahun pasti banyak kado mainan yang bagus-bagus,” El menirukan ucapan nenek buyutnya tempo hari dalam situasi yang berbeda. Mereka mampu merekam apapun dan mengingatnya. Sehingga baik nyonya Wijaya maupun kedua orang tua mereka harus berhati-hati bicara di depan si kembar. Mereka benar-benar persis seperti Devan. Dan nyonya Wijaya sudah hafal karakter El dan Nia yang mewarisi Daddy-nya.“Kalau dapat kado, kalau enggak gimana? Duduuuuuuuuuu kasihan cucu nenek gak bisa ngoleksi mainan tiap Minggu hanya gara-gara makan 1 es krim, mana makannya berdua lagi,” Nyonya Wijaya dengan penuh kesadaran menggoda kedua cucu buyutnya. El dan Nia tampak pasrah. Keputusan sang Daddy gak akan bisa mereka tawar lagi.R

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 309

    “Jangan ikut campur urusan wanita ya, Mas, apalagi kalau sampai Mas melabrak Amel dan Maria. Kalau itu sampai terjadi, aku nggak akan izinin kamu tidur di kamar!”Pesan dari Luna itu langsung membuat Devan berdecak kesal. Baru saja dia menurunkan ponselnya ke atas meja kerja, niat untuk menemui Maria dan Amel sudah berputar-putar di kepalanya. Ada banyak hal yang ingin dia tuntaskan. Rasa kesal karena Luna diperlakukan tidak menyenangkan, ditambah perasaan tidak terima karena nama istrinya diseret-seret, membuat dadanya terasa sesak. Tapi satu pesan dari Luna langsung menghancurkan semua rencana itu.“Dari mana lagi dia tahu?” gumam Devan sambil menghela napas panjang. Tangannya mengusap wajah kasar. “Apa dia cenayang?”Devan mengenal betul istrinya. Luna bukan tipe yang asal bicara. Kalau sudah mengirim pesan seperti itu, artinya Luna sudah tahu hampir semuanya. Pasti Inem sudah bercerita panjang lebar, dari awal sampai akhir. Devan bisa membayangkan Luna membaca cerita itu sambil me

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 308

    “Ngapain kamu datang ke rumah ini mencari suamiku? Apa kamu tidak sadar kamu itu adalah mantan istri suamiku? Ngapain harus ketemu dengan suamiku? Segitu gatalnya kamu kah sampai harus menemui suamiku langsung? Atau suamimu tidak berhasil memuaskanmu sehingga kamu harus menggoda suami orang lagi? Dasar perempuan gatal!” umpat Amel penuh amarah saat dia sudah membuka pagar rumahnya dan berhadap-hadapan langsung dengan Luna.Apalagi melihat Luna dengan penampilan nyentrik dan semakin cantik membuat Amel cemburu dan takut kalau suaminya masih menyimpan perasaan pada mantan istrinya ini.“Siapa bilang aku mau ketemu Arkana? Aku bilang aku hanya mau bertemu tuan rumah, entah kamu atau suamimu. Aku datang ke sini untuk niat baik memberikan undangan agar anakmu bisa datang ke acara ulang tahun anak-anakku. Tapi kamu justru menuduhku seperti ini,” jawab Luna. Suaranya masih lembut meski darahnya sudah mendidih.“Bohong! Kamu pasti bohong! Nggak mungkin Maria berbohong sama aku. Jelas-jelas di

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status