LOGINDevan hanya menggeleng pelan. Dia mengeluarkan map lalu menyuruh Arka untuk segera menandatanganinya. Arka sama sekali tidak membaca isinya, di sana tertulis jelas kalau Arkana menjadikan Luna sebagai jaminan atas uang dua miliar yang dipinjamnya. Dan selama uang itu belum dikembalikan, berarti Luna harus selalu ada setiap kali Devan membutuhkannya.
“Sudah! Mana ceknya?” desak Arka. Ia langsung menyodorkan map yang sudah ia tanda tangani isinya kepada Devan, sahabat kecilnya itu. Ia harus buru-buru minta cek dua miliar itu pada Devan sebelum pria dihadapannya ini berubah pikiran. Devan meraih map tersebut lalu meneliti lagi, takut ada yang Arka lewati. “Kamu gak baca isi perjanjiannya?” tanya Devan menatap Arka. Dengan cepat Arka menggeleng. “Aku gak ada waktu buat baca isinya. Aku benar-benar butuh uang itu, cepat berikan uangnya,” jawabnya ketus. Devan menghela napas berat. “Artinya semua risiko ke depan akan kamu tanggung karena gak baca isi perjanjian ini?” Devan sekali lagi memastikan kepada Arka. Secepat kilat Arka mengangguk. “Iya! Aku siap menanggung semua risikonya. Cepat, mana uangnya?” desak Arka lagi sambil menepuk-nepuk meja dengan kesal. Bagi Arka temannya ini sangat berbelit-belit. Devan menatap Arka. Wajahnya sangat datar seolah mereka tidak saling mengenal sebelumnya, “Aku sudah merekam pertemuan kita kali ini. Meski kamu tetanggaku, tapi uang dua miliar itu bukan jumlah kecil.” Sekali lagi ucapan Devan tidak membuatnya goyah sedikit pun. “Aku tidak peduli!” bentak Arka dengan suara naik satu oktaf. Devan berdiri lalu berniat keluar dari ruangan Arka, tapi langkahnya berhasil dihentikan oleh teriakan Arka. “Mana ceknya, Devan? Jangan menipuku!” seru Arka sambil melotot marah ke arah Devan. Devan membalikkan tubuhnya lalu menatap Arka dengan tatapan tak terbaca. “Minta sama Luna. Yang dibawa Luna bukan cek kosong, tapi itu uang yang bisa kamu cairkan kapan saja kamu mau.” Tanpa menunggu respon dari Arkana, Devan langsung melangkah keluar dari ruang kerja Arkana, sementara Arkana misuh-misuh dari dalam ruangannya karena merasa dipermainkan setelah Devan sebelumnya bilang kalau cek yang dibawa Luna adalah cek kosong. “Sialan tuh orang!” umpat Arka. Terbakar rasa kesal yang menumpuk di dadanya, Arkana pun segera bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang kerjanya. Di luar sudah mulai gelap, Amel menunggunya di depan lobi, lalu mereka bergegas masuk ke dalam mobil Arka dan meluncur menuju rumah Arkana. Empat puluh lima menit kemudian Arka pun sampai di rumahnya. Tanpa memperdulikan perasaan istri sahnya, Arka menggandeng tangan Amel masuk lebih jauh ke dalam rumah. Bu Yuli menyambut kedatangan Amel, wanita yang ia yakini akan segera memberinya cucu. “Amel, Tante senang sekali bisa bertemu denganmu. Mulai sekarang, kamu bebas mau main ke rumah ini kapanpun kamu mau. Toh Luna sudah mengetahui hubungan kalian,” ucap Bu Yuli. Wanita ini sama sekali tak peduli dengan perasaan menantu yang dianggapnya mandul. “Terima kasih, tante. Sudah menerima hubunganku dan Arka. Aku juga gak nuntut Arka ceraikan Luna,” jawabnya. Suara Amel terdengar sangat manja seolah dia adalah menantu idaman ibunya Arka. “Kamu benar. Jangan sampai kita mencari pembantu lagi. Kalau ada dia di rumah ini, kan aman. Semua dikerjakan olehnya. Lagian kalau kamu dan Arka menikah, kalian akan tinggal satu kamar dan Luna akan tinggal di kamar tamu,” ujar Bu Yuli, semakin membuat Amel bangga pada dirinya sendiri karena diterima dengan baik oleh ibunya Arka. Berhasil merebut suami orang adalah sebuah kebanggaan tersendiri untuknya. Namun sayangnya semua obrolan itu didengar oleh Luna. Tapi Luna menyimpan rasa sakitnya. Sekarang dia harus menjadi pemuas nafsu tetangganya hanya karena uang dua miliar yang dipinjam suaminya. Luna menuruni anak tangga, dia tak menoleh ke arah meja makan. Bu Yuli dan Amel sedikit heran karena melihat Luna dengan penampilan rapi. Biasanya jam segini dia sudah pakai piyama tidur. “Mau kemana kamu, Luna? Amel baru datang, layani dulu tamu kita makan,” tegur sang ibu mertua. Luna menarik napas dalam untuk mengurangi sesak di dalam dadanya. Dia pun menjawab, “Luna mau ke rumah Pak Devan.” Dia sama sekali tidak menoleh ke arah Ibu mertuanya yang berdiri di dekat meja makan. Baru saja wanita paruh baya itu akan membuka mulut, tiba-tiba suara Arka terdengar membuatnya batal untuk menegur Luna. “Biarkan saja, Bu. Daripada Devan marah dan minta duitnya kembali.” Tak ada rasa kasihan sama sekali dari Arka. Membuat Luna semakin yakin ingin melupakan cintanya pada pria ini. Luna pun berjalan keluar menuju ke rumah Devan. Dia hanya perlu menyeberang saja untuk sampai di rumah pria itu. Luna tak peduli jika ada tetangganya yang melihatnya ke rumah Devan. Yang penting dia keluar dari rumah. Setelah bicara dengan satpam di rumah Devan. Dia pun diminta masuk ke rumah utama. Luna duduk di ruang tamu rumah mewah itu. “Akhirnya kau datang juga.” Suara berat Devan mengalihkan pandangan Luna ke sumber suara. Dengan pakaian santai membuat Devan tampak berbeda dari yang biasanya Luna lihat. Luna berdiri dari duduknya. “Mau makan dulu atau kita langsung ke kamar? Kamu tahu kan malam ini tugasmu membuatku puas di atas ranjang?” Deg Jantung Luna berdetak kencang mendengar ucapan Devan. Dia gugup dan dia belum siap menjadi pemuas hasrat atasannya. “Kita langsung ke kamar?” tanya Devan lagi membuat Luna semakin gugup.“Mom, apa Daddy akan pulang telat lagi?” Sudah beberapa hari ini Devan pulang melewati batas jam pulang. El selalu sedih kalau sang Daddy gak ada saat mereka makan malam bersama. Kadang sang Daddy berangkat kerja saat mereka masih terlelap dan pulang setelah mereka kembali tidur di malam hari. El sedih gak bisa bermain sama Daddy-nya.“Semoga hari ini pekerjaan Daddy lancar jadi bisa pulang tepat waktu,” jawab Luna.Keduanya mengangguk. Luna memang tak pernah memberi jawaban pasti kepulangan Devan pada anak-anaknya. Dia takut kalau tiba-tiba sang suami ada pekerjaan di kantor sehingga menyebabkannya kembali terlambat pulang. Luna yang sudah pernah menjadi sekretaris Devan tentu tahu betul pekerjaan yang sering menyita waktu. Terlebih perusahaan Devan sekarang jauh lebih berkembang ketimbang saat dirinya masih menjadi sekretaris sang suami. “Hmmmm, El nanti mau berdoa sama Tuhan biar Daddy pulang tepat waktu,” ucap El.“Me too,” jawab Nia.Luna menyajikan makan siang untuk anak-anakn
“Kamu ngapain tidur di kamar aku? Kalau istrimu bangun gimana?” pekik Maria terkejut saat tangan kokoh menggerayangi tubuhnya. Dan Maria tahu ini pasti Arkana.“Dia kalau tidur kayak orang mati. Besok pagi baru bangun. Tadi aku kurang puas, sayang,” jawab Arkana. Tangannya meremas dada Maria. Dia benar-benar kecanduan untuk menghisap dada besar itu. Aku lagi selama 3 tahun ke belakang dia tak menyentuh Maria. Bahkan Arkana jauh lebih merindukan untuk menyentuh Maria ketimbang Briella.“Tapi tetap saja ini bahaya, sayang,” ucap Maria. Dia mencoba mendorong tubuh Arkana agar menjaga, justru pria itu semakin menempel. “Dia gak akan bangun, sayang.”Akhirnya Maria menyerah. Dia membiarkan Arkana membuka seluruh pakaiannya, lagian Maria juga tadi memang belum puas saat berhubungan badan dengan Arkana, dia takut Amel keluar dari kamar mandi sementara mereka masih memadu cinta.“Kenapa kamu gak nyentuh istrimu saja?” tanya Maria.“Tubuhmu lebih menggoda dan membuatku tak bisa tidur,” balas
Ternyata keinginan Amel untuk disentuh oleh Arkana kandas sudah. Saat dia keluar dari kamar mandi justru Arkana sudah terlelap di atas ranjang bahkan mengenakan pakaian tidur lengkap. Arkana memang jarang sekali pergi seperti dulu, tapi entah kenapa karena seperti tak memiliki nafsu seperti dulu. Rasanya mustahil kalau Arkana memiliki perempuan lain di luar sana yang menjadi pelampiasan nafsunya. Sementara dia selalu ada di rumah dan kalaupun pergi tidak terlalu lama. “Kenapa ya? Apa dia gak nafsu sama aku, atau-” Tak ingin mengotori pikirannya sendiri dengan hal-hal yang menyakitkan hati, Amel pun memilih menganggap kalau Arkana saat ini sedang kelelahan. Lalu dia teringat dengan ucapan Luna yang memintanya melihat rekaman CCTV. Kebetulan CCTV hanya ia pasang di luar rumah. Dan itu pun baru ia pasang setelah ia benar-benar kembali lagi ke rumah ini ketika Bu Yuli sudah tiada. Amel langsung mengambil ponselnya, untuk segera melihat kebenaran yang sebenar-benarnya. “Kalau sampai Lu
Devan pun masuk ke dalam rumah untuk segera membersihkan diri. Kedua anaknya menuju ke ruang keluarga ditemani oleh sang nenek. Nyonya Wijaya kampak puas melihat keduanya kena hukuman oleh sang Daddy. Nia tetap manyun sementara El memilih pasrah.“Udahlah jangan ngambek. Lagian mau ulang tahun pasti banyak kado mainan yang bagus-bagus,” El menirukan ucapan nenek buyutnya tempo hari dalam situasi yang berbeda. Mereka mampu merekam apapun dan mengingatnya. Sehingga baik nyonya Wijaya maupun kedua orang tua mereka harus berhati-hati bicara di depan si kembar. Mereka benar-benar persis seperti Devan. Dan nyonya Wijaya sudah hafal karakter El dan Nia yang mewarisi Daddy-nya.“Kalau dapat kado, kalau enggak gimana? Duduuuuuuuuuu kasihan cucu nenek gak bisa ngoleksi mainan tiap Minggu hanya gara-gara makan 1 es krim, mana makannya berdua lagi,” Nyonya Wijaya dengan penuh kesadaran menggoda kedua cucu buyutnya. El dan Nia tampak pasrah. Keputusan sang Daddy gak akan bisa mereka tawar lagi.R
“Jangan ikut campur urusan wanita ya, Mas, apalagi kalau sampai Mas melabrak Amel dan Maria. Kalau itu sampai terjadi, aku nggak akan izinin kamu tidur di kamar!”Pesan dari Luna itu langsung membuat Devan berdecak kesal. Baru saja dia menurunkan ponselnya ke atas meja kerja, niat untuk menemui Maria dan Amel sudah berputar-putar di kepalanya. Ada banyak hal yang ingin dia tuntaskan. Rasa kesal karena Luna diperlakukan tidak menyenangkan, ditambah perasaan tidak terima karena nama istrinya diseret-seret, membuat dadanya terasa sesak. Tapi satu pesan dari Luna langsung menghancurkan semua rencana itu.“Dari mana lagi dia tahu?” gumam Devan sambil menghela napas panjang. Tangannya mengusap wajah kasar. “Apa dia cenayang?”Devan mengenal betul istrinya. Luna bukan tipe yang asal bicara. Kalau sudah mengirim pesan seperti itu, artinya Luna sudah tahu hampir semuanya. Pasti Inem sudah bercerita panjang lebar, dari awal sampai akhir. Devan bisa membayangkan Luna membaca cerita itu sambil me
“Ngapain kamu datang ke rumah ini mencari suamiku? Apa kamu tidak sadar kamu itu adalah mantan istri suamiku? Ngapain harus ketemu dengan suamiku? Segitu gatalnya kamu kah sampai harus menemui suamiku langsung? Atau suamimu tidak berhasil memuaskanmu sehingga kamu harus menggoda suami orang lagi? Dasar perempuan gatal!” umpat Amel penuh amarah saat dia sudah membuka pagar rumahnya dan berhadap-hadapan langsung dengan Luna.Apalagi melihat Luna dengan penampilan nyentrik dan semakin cantik membuat Amel cemburu dan takut kalau suaminya masih menyimpan perasaan pada mantan istrinya ini.“Siapa bilang aku mau ketemu Arkana? Aku bilang aku hanya mau bertemu tuan rumah, entah kamu atau suamimu. Aku datang ke sini untuk niat baik memberikan undangan agar anakmu bisa datang ke acara ulang tahun anak-anakku. Tapi kamu justru menuduhku seperti ini,” jawab Luna. Suaranya masih lembut meski darahnya sudah mendidih.“Bohong! Kamu pasti bohong! Nggak mungkin Maria berbohong sama aku. Jelas-jelas di







