Share

Langsung ke Kamar?

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-08-31 20:37:24

Devan hanya menggeleng pelan. Dia mengeluarkan map lalu menyuruh Arka untuk segera menandatanganinya. Arka sama sekali tidak membaca isinya, di sana tertulis jelas kalau Arkana menjadikan Luna sebagai jaminan atas uang dua miliar yang dipinjamnya. Dan selama uang itu belum dikembalikan, berarti Luna harus selalu ada setiap kali Devan membutuhkannya.

“Sudah! Mana ceknya?” desak Arka. Ia langsung menyodorkan map yang sudah ia tanda tangani isinya kepada Devan, sahabat kecilnya itu. Ia harus buru-buru minta cek dua miliar itu pada Devan sebelum pria dihadapannya ini berubah pikiran.

Devan meraih map tersebut lalu meneliti lagi, takut ada yang Arka lewati. “Kamu gak baca isi perjanjiannya?” tanya Devan menatap Arka.

Dengan cepat Arka menggeleng. “Aku gak ada waktu buat baca isinya. Aku benar-benar butuh uang itu, cepat berikan uangnya,” jawabnya ketus.

Devan menghela napas berat. “Artinya semua risiko ke depan akan kamu tanggung karena gak baca isi perjanjian ini?” Devan sekali lagi memastikan kepada Arka.

Secepat kilat Arka mengangguk. “Iya! Aku siap menanggung semua risikonya. Cepat, mana uangnya?” desak Arka lagi sambil menepuk-nepuk meja dengan kesal. Bagi Arka temannya ini sangat berbelit-belit.

Devan menatap Arka. Wajahnya sangat datar seolah mereka tidak saling mengenal sebelumnya, “Aku sudah merekam pertemuan kita kali ini. Meski kamu tetanggaku, tapi uang dua miliar itu bukan jumlah kecil.”

Sekali lagi ucapan Devan tidak membuatnya goyah sedikit pun.

“Aku tidak peduli!” bentak Arka dengan suara naik satu oktaf.

Devan berdiri lalu berniat keluar dari ruangan Arka, tapi langkahnya berhasil dihentikan oleh teriakan Arka.

“Mana ceknya, Devan? Jangan menipuku!” seru Arka sambil melotot marah ke arah Devan.

Devan membalikkan tubuhnya lalu menatap Arka dengan tatapan tak terbaca. “Minta sama Luna. Yang dibawa Luna bukan cek kosong, tapi itu uang yang bisa kamu cairkan kapan saja kamu mau.”

Tanpa menunggu respon dari Arkana, Devan langsung melangkah keluar dari ruang kerja Arkana, sementara Arkana misuh-misuh dari dalam ruangannya karena merasa dipermainkan setelah Devan sebelumnya bilang kalau cek yang dibawa Luna adalah cek kosong.

“Sialan tuh orang!” umpat Arka. Terbakar rasa kesal yang menumpuk di dadanya, Arkana pun segera bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang kerjanya. Di luar sudah mulai gelap, Amel menunggunya di depan lobi, lalu mereka bergegas masuk ke dalam mobil Arka dan meluncur menuju rumah Arkana.

Empat puluh lima menit kemudian Arka pun sampai di rumahnya. Tanpa memperdulikan perasaan istri sahnya, Arka menggandeng tangan Amel masuk lebih jauh ke dalam rumah. 

Bu Yuli menyambut kedatangan Amel, wanita yang ia yakini akan segera memberinya cucu. 

“Amel, Tante senang sekali bisa bertemu denganmu. Mulai sekarang, kamu bebas mau main ke rumah ini kapanpun kamu mau. Toh Luna sudah mengetahui hubungan kalian,” ucap Bu Yuli. Wanita ini sama sekali tak peduli dengan perasaan menantu yang dianggapnya mandul. 

“Terima kasih, tante. Sudah menerima hubunganku dan Arka. Aku juga gak nuntut Arka ceraikan Luna,” jawabnya. Suara Amel terdengar sangat manja seolah dia adalah menantu idaman ibunya Arka. 

“Kamu benar. Jangan sampai kita mencari pembantu lagi. Kalau ada dia di rumah ini, kan aman. Semua dikerjakan olehnya. Lagian kalau kamu dan Arka menikah, kalian akan tinggal satu kamar dan Luna akan tinggal di kamar tamu,” ujar Bu Yuli, semakin membuat Amel bangga pada dirinya sendiri karena diterima dengan baik oleh ibunya Arka.

Berhasil merebut suami orang adalah sebuah kebanggaan tersendiri untuknya. 

Namun sayangnya semua obrolan itu didengar oleh Luna. Tapi Luna menyimpan rasa sakitnya. Sekarang dia harus menjadi pemuas nafsu tetangganya hanya karena uang dua miliar yang dipinjam suaminya.

Luna menuruni anak tangga, dia tak menoleh ke arah meja makan. Bu Yuli dan Amel sedikit heran karena melihat Luna dengan penampilan rapi. Biasanya jam segini dia sudah pakai piyama tidur.

“Mau kemana kamu, Luna? Amel baru datang, layani dulu tamu kita makan,” tegur sang ibu mertua.

Luna menarik napas dalam untuk mengurangi sesak di dalam dadanya. Dia pun menjawab, “Luna mau ke rumah Pak Devan.” Dia sama sekali tidak menoleh ke arah Ibu mertuanya yang berdiri di dekat meja makan.

Baru saja wanita paruh baya itu akan membuka mulut, tiba-tiba suara Arka terdengar membuatnya batal untuk menegur Luna.

“Biarkan saja, Bu. Daripada Devan marah dan minta duitnya kembali.”

Tak ada rasa kasihan sama sekali dari Arka. Membuat Luna semakin yakin ingin melupakan cintanya pada pria ini. Luna pun berjalan keluar menuju ke rumah Devan. Dia hanya perlu menyeberang saja untuk sampai di rumah pria itu. Luna tak peduli jika ada tetangganya yang melihatnya ke rumah Devan. Yang penting dia keluar dari rumah.

Setelah bicara dengan satpam di rumah Devan. Dia pun diminta masuk ke rumah utama. Luna duduk di ruang tamu rumah mewah itu. 

“Akhirnya kau datang juga.” Suara berat Devan mengalihkan pandangan Luna ke sumber suara. Dengan pakaian santai membuat Devan tampak berbeda dari yang biasanya Luna lihat.

Luna berdiri dari duduknya.

“Mau makan dulu atau kita langsung ke kamar? Kamu tahu kan malam ini tugasmu membuatku puas di atas ranjang?”

Deg

Jantung Luna berdetak kencang mendengar ucapan Devan. Dia gugup dan dia belum siap menjadi pemuas hasrat atasannya.

“Kita langsung ke kamar?” tanya Devan lagi membuat Luna semakin gugup.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Atasanku    Terserah Aku

    Rasa kecewa bercampur marah membuat ulu hati Luna seperti diremas tangan tak kasat mata. Napasnya sesak, kepalanya pening. Dunia seolah hancur berkeping-keping di depan mata. Ia melihat dengan jelas, tanpa bisa menyangkal, suaminya sendiri sedang memanjakan perempuan lain. Dan parahnya lagi, Arkana bahkan sedang menunggu anak dari perempuan itu.Luna ingin percaya bahwa semua yang dia lihat hanyalah mimpi buruk, tetapi setiap kata yang meluncur dari bibir mereka terdengar jelas, menyayat hatinya. Arkana belum sadar kalau dirinya dan Devan sudah berdiri tidak jauh dari sana. Ia begitu sibuk memuja perempuan itu, seakan-akan Luna yang notabene adalah istrinya yang sah tak pernah dianggap ada.“Sayang, aku mau yang ini. Menurutmu gimana?” tanya Amel dengan suara manja.Luna bisa merasakan telinganya panas mendengar panggilan itu. “Sayang.” Kata yang dulu begitu berarti baginya, kini keluar dari mulut seorang selingkuhan, seolah gelar wanita yang paling dicintai Arka itu memang milik Amel

  • Pemuas Hasrat Atasanku    Hampir Saja

    “Paaaaaak, nanti ada orang,” ucap Luna dengan suara bergetar. Dia melirik kanan kiri, takut kalau ada satpam yang memperhatikan mobil mereka yang sudah terlalu lama berhenti di area parkir. Perasaan tak nyaman itu membuat tubuhnya tegang, apalagi mengingat tempat mereka berada sekarang bukanlah lokasi yang aman untuk melakukan hal seperti ini.“Makanya jangan berisik. Buruan cium aku,” jawab Devan sambil mencondongkan tubuhnya, ucapannya terdengar seperti perintah. Sekilas Luna bisa merasakan kalau pria ini tak terbiasa mendengar penolakan.Luna menghela napas, lalu memejamkan matanya. Ia tidak boleh protes. Baginya, semua sudah terlambat. Uang dua miliar yang dulu sempat membuatnya gelisah kini sudah berada di tangan suaminya, Arkana, pria yang selama ini hanya memberinya penderitaan. Hidupnya seperti sudah digadaikan. Maka sekarang, apapun yang Devan lakukan padanya, ia hanya bisa pasrah.Tubuhnya sudah bukan miliknya lagi. Luna bahkan tak tahu sampai kapan ia harus menjalani kehidu

  • Pemuas Hasrat Atasanku    Jangan di Sini, Pak

    Mereka pun segera bersiap menuju tempat meeting. Untung saja Luna memang pintar dan cekatan. Meski statusnya masih sekretaris magang, ia sudah bisa benar-benar mengimbangi kinerja Devan. Semua tugas yang dibebankan kepadanya selalu ia kerjakan dengan sungguh-sungguh.Devan tahu persis soal itu. Ia sering memperhatikan gerak-gerik Luna, bagaimana perempuan itu mengatur berkas, menyiapkan dokumen, bahkan sampai hal kecil seperti cara Luna menjawab telepon klien. Dalam hati, Devan harus mengakui kalau Luna berbeda dengan sekretaris-sekretaris sebelumnya.Namun, Devan tetaplah Devan. Pimpinan yang baik, iya. Ia tak pernah segan membantu Luna setiap kali perempuan itu kesulitan dalam melaksanakan kewajibannya sebagai sekretaris. Tapi di balik kebaikannya, selalu ada imbalan yang ia tuntut. Minimal sebuah ciuman penuh hasrat dari sang sekretaris, sebagai bentuk “bayaran” kecil atas bantuan yang ia berikan. Licik iya. Tapi nafsunya sangat besar setiap kali ada Luna.Sopir perusahaan sebenarn

  • Pemuas Hasrat Atasanku    Dua Ronde

    “Saya seperti menyusui bayi tiap pagi, pak,” ucap Luna sambil merapikan bajunya. Wajahnya terlihat kesal dan bibirnya yang mengerucut justru membuat Devan semakin gemas melihatnya.Untung saja, hanya bagian dadanya yang tadi dihisap pria itu, bukan lebih dari itu. Di tengah kesibukannya untuk mempersiapkan berkas yang dibawa saat meeting nanti, ia justru harus melayani hasrat atasannya. Tapi untung saja Devan tidak membawanya ke ruangan pribadi milik pria itu yang ada di ruang kerjanya.“Kan memang tugasmu menyusuiku setiap hari. Kapan pun aku mau, kau harus siap melayaniku tanpa boleh membantah,” jawab Devan santai, sambil meraih jas yang tersampir di kursi kerjanya.Luna hanya menghela napas pendek. Kalau saja Devan tidak ingat mereka punya meeting besar dengan klien penting, mungkin pagi ini ia sudah kembali terperangkap dalam pelukan pria itu. Devan bukan tipe yang bisa cepat selesai ketika melampiaskan hasratnya. Luna tahu benar, kalau Devan mulai, mereka bisa terjebak berjam-jam

  • Pemuas Hasrat Atasanku    Ketagihan

    “Hey, siapa yang mau memukulmu? Aku hanya ingin mengambil sisir yang masih nyangkut di rambutmu,” ucap Devan datar, tapi matanya tak lepas dari wajah Luna yang tampak pucat.Luna tertegun. Tangan kirinya refleks menutupi kepala, sementara tubuhnya sudah berjongkok di lantai, seakan sedang menanti tamparan yang biasanya ia terima dari Arkana. Devan hanya bisa memandangi pemandangan itu dengan heran sekaligus prihatin. Dari posisi berdirinya, ia bisa jelas melihat kalau perempuan itu menanggung trauma berat. Luka yang bukan tampak di kulit, melainkan tertanam dalam hati karena perilaku suaminya sendiri.“Ja… jadi Bapak tidak akan pukul saya?” tanya Luna terbata-bata. Suaranya lirih, tapi jelas terdengar seperti orang yang sedang ketakutan. Hatinya masih diliputi rasa bersalah karena datang terlambat ke kantor pagi ini. Semua itu bukan karena dirinya malas, melainkan akibat ulah ibu mertuanya yang sejak pagi sudah menyuruhnya membuat sarapan, menyapu, mengepel, hingga membersihkan dapur.

  • Pemuas Hasrat Atasanku    Jangan Pukul Saya

    Byuuuuuur!Tubuh Luna seketika basah kuyup. Air dingin dari satu ember penuh mengguyur seluruh tubuhnya tanpa ampun. Ia tersentak, terbangun dari tidurnya dengan napas yang memburu. Rasa dingin meresap cepat ke kulitnya, membuat tubuhnya sedikit menggigil.“Banguuuun! Kau pikir tinggal di hotel, bisa bangun seenaknya? Dasar menantu tidak tahu diri!” teriak Bu Yuli, dengan penuh amarah. Ember kosong masih dipegangnya, lalu diletakkan dengan kasar di lantai, menimbulkan bunyi keras yang membuat dada Luna makin sesak.Air menetes dari rambut dan baju Luna, membasahi sprei tipis yang ia gunakan semalaman. Luna mengusap wajahnya yang basah, mencoba memastikan apa yang barusan terjadi bukan sekadar mimpi buruk. Namun teriakan berikutnya dari Bu Yuli menegaskan kenyataan pahit itu.“Puas kau sekarang?! Gara-gara kau, Arkana bertengkar dengan Amel! Puas kau sekarang melihat mereka tidak baikan?! Amel sampai pergi dari rumah ini! Dasar perempuan mandul! Ada saja kelakuanmu yang bikin kami muak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status