“Jangan pake lama, Mas! Telanjangi aku dan puaskan aku malam ini,” pinta Nina sudah tak tahan.
Bryan tersenyum penuh kemenangan saat Nina memasrahkan diri padanya. “Okay, Baby. Kalau itu yang kamu mau, kita akan bergoyang sampai kamu puas. I’m promise.”
Jari-jemari Bryan bermain di bahu Nina, kemudian ditariknya simpulan tali itu hingga terlepas. Tangan Bryan lalu merambat ke belakang tubuh Nina untuk menurunkan resleting gaun itu. Nina bisa merasakan gaun pesta yang ia kenakan itu sudah turun ke lantai. Kini tersisa bra dan dalaman yang masih melekat di tubuh indah Nina.
Bryan kembali melabuhkan bibirnya, menciumi bibir ranum Nina dengan lembut. Bryan memegangi kedua pipi Nina agar ciuman mereka semakin intens. Tidak mau kalah, Nina pun mengalungkan tangannya di leher Bryan.
Setelah beberapa kali kecupan, Bryan melepas tautan mereka. Tangan kanannya mengelus lembut pipi Nina lalu menangkup dagu sang gadis agar menatapnya. Ta
“Maaf, Mas. Soalnya enak banget.”“It’s okay, Baby. Sekarang giliran kamu yang memuaskan aku ya.”Bryan membuka bajunya dengan mandiri. Kini terpampanglah sudah perut kotak-kotak dan juga adik kecil Bryan yang tampaknya sudah bangun dari tidurnya.Nina begitu takjub melihat rudal Bryan yang semakin fantastis. “Kok punya kamu makin besar sih, Mas?” tanya Nina sedikit was-was. Ia cemas apabila nanti Bryan memasukkan batang itu ke lubangnya, pasti sakit sekali.“Iya, sayang. Soalnya tiap malam aku olesin minyak bulus. Biar makin tumbuh dan berkembang. Aku kepengen kamu puas tiap malam,” sahut Bryan santai seraya mengelus-elus burung berurat itu.Bryan meraih tangan Nina. “Come here, Baby. Kita main di atas ranjang saja ya. Kamu jilatin si Samuel supaya dia gak tiduran lagi.”Samuel, ya begitulah Bryan menamakan adik kecilnya.Nina membulatkan matanya. ‘Bahkan masih t
Bryan kembali merebahkan tubuh Nina di ranjang.“Mas Bryan, kamu ini bener-bener gak ada capeknya ya, Mas,” keluh Nina. Entah sudah berapa ronde mereka lewati, Bryan masih belum puas.Nina kembali menjerit keenakan saat Bryan mulai memompa batang kokohnya itu masuk ke liangnya yang paling dalam. Bryan melancarkan aksinya dengan gerakan pinggul yang cepat. Hal itu membuat Nina semakin bergerak gelisah di bawah kungkungan suaminya.Napas Nina semakin tak beraturan dan tatapannya mulai buram. Sementara Bryan semakin gencar melakukan serangkaian serangan di tubuh gadisnya itu. Hawa di kamar itu terasa sangat panas karena kegiatan mereka.“Ahhh… a-aku mau keluar lagi, Mas.” Nina tidak sanggup berkata banyak, napasnya memburu dan tubuhnya pun menegang ketika gelombang kenikmatan menggulung dirinya.Setelah menghabiskan waktu yang lama, akhirnya Bryan menggeram dengan mata yang terpejam ketika merasakan klimaks. Nina pun ber
Alex dan Melissa, mereka sudah saling kenal dari tahun lalu. Semenjak Melissa bekerja di perusahaan dan menjadi sekretaris pribadi Fredrinn, Melissa sering kali mewakili bosnya itu untuk bertemu dengan para klien ataupun rekan bisnis yang bekerja sama dengan perusahaan milik Fredrinn.Kebetulan, Alex adalah kepala staff marketing pada salah satu perusahaan yang menjalin kerja sama dengan perusahaan milik ayah Bryan. Hal ini menjadikan Melissa dan Alex sering bertemu dan lama-kelamaan hubungan mereka kian dekat. Namun sampai sekarang, Alex dan Melissa hanya menjalin hubungan tanpa status. Alex menyukai Melissa, tetapi gadis itu hanya menganggap Alex sebagai teman biasa. Teman tapi tidur bareng hehe.Melissa tidak begitu tertarik dengan seorang lelaki yang jabatannya berada di bawah dirinya. Alex hanyalah kepala staff marketing, beda dengan dirinya yang berada jauh di atas. Melissa adalah sekretaris seorang direktur utama di perusahaan yang terkenal dan memiliki banyak c
Keesokan harinya, pukul 11.00 siang. Bryan dan Nina belum juga terbangun dari tidurnya. Mereka terlalu kelelahan akibat berhubungan seks tanpa henti kemarin malam. Nina masih tertidur lelap dalam pelukan Bryan. Tiba-tiba saja sebuah nada dering berbunyi dengan kerasnya.Bryan membuka matanya dan membalikkan badannya ke laci nakas. Ia meraih hp yang berbunyi itu dan membaca nama kontak yang tertera dengan matanya yang masih terbuka setengah.“Ahh, ini kenapa sih Bi Lastri nelpon pagi-pagi begini? Gangguin orang itu aja, sumpah!” gerutu Bryan merasa kesal karena tidurnya terganggu.Bryan pun dengan berat hati menerima panggilan suara itu.“Halo, Bi. Kenapa Bibi nelpon?” tanya Bryan bersuara malas.“Tuan Muda ada di mana? Apa Tuan Muda masih sama Nina? Kalian berdua ada di mana sekarang, Tuan? Nanti Pak Jaka yang jemput Tuan Muda di sana. Kalau Nina nanti suruh naik ojek aja ya, Tuan. Jangan pulang barengan sama Nina!&rdq
“Maaf, Ma. Aku cuman takjub melihat Mama. Wajah Mama semakin fresh dan tentunya makin cantik,” jawab Bryan kemudian menunduk. Ia memeluk sang ibu sejenak lalu mencium kedua pipinya.Rosalina tertawa kecil mendapat pujian dari anak satu-satunya. “Iya, Bry. Seperti yang kamu lihat, kondisi Mama udah agak mendingan semenjak menjalani pengobatan di Amerika. Tapi kata dokter, Mama masih harus dirawat intensif. Makanya Papa bawain dokter untuk Mama di sini.”Bryan lalu melemparkan tatapannya ke arah sofa di ruang tamu itu. Tampak seorang dokter berkulit putih dan berambut pirang sedang duduk di sana. Dokter itu lalu berdiri dan menghampiri mereka. Keduanya saling berjabat tangan dan memperkenalkan diri masing-masing.Tak lama setelahnya, terlihat Fredrinn sudah berpakaian rapi dengan setelan formalnya.“Akhirnya kamu datang juga, Bryan.” Fredrinn memeluk anaknya itu sekilas. “Kamu jaga Mama kamu dulu ya. Soalnya Papa ma
Rosalina sedikit syok setelah mendengar penuturan jujur dari anaknya. Ia memegangi dadanya sendiri dan mengambil napas yang panjang.Bryan yang panik seketika mengambilkan segelas air untuk sang ibunda.“Maafin aku, Ma. Mama jadi kaget begini. Aku memang laki-laki brengsek, Ma. Aku bajingan. Orang sepertiku harusnya membusuk di penjara. Bukannya hidup tenang seperti ini,” ucap Bryan penuh penyesalan.Akhirnya Rosalina sudah merasa tenang sedikit demi sedikit. Rosalina pun menggenggam tangan Bryan erat-erat.“Bagaimana dengan gadis itu? Apa dia tidak membencimu, Nak? Apa dia tidak melaporkanmu? Apa Papa tau berita ini? Lalu, apa gadis itu hamil atau tidak?” tanya Rosalina mengeluarkan semua rasa penasarannya.“Gadis itu baik-baik aja kok, Ma. Dia gak ngelaporin aku. Papa juga gak tau soal ini. Dan untuk sementara, gadis itu belum hamil,” jawab Bryan takut-takut.“Belum hamil? Apa maksud kamu, Nak? Kej
Akhirnya Nina sudah tiba di rumah dengan sebuah kantong plastik berisi sayur-sayuran. Ia langsung berjalan ke dapur dan mendapati Bi Lastri di sana.“Bi Lastri, kok rumah kelihatan sepi ya? Bukannya Tuan dan Nyonya sudah pulang?” tanya Nina heran.“Oh itu, soalnya Tuan Besar lagi ada di kantor. Kalau Nyonya sedang beristirahat di kamarnya,” jawab Bi Lastri.“Kalau Mas Bryan eh maksud saya, Tuan Muda, dia ada di mana, Bi?” tanya Nina meralat kalimatnya. Karena mulai detik ini, Nina harus memanggil Bryan dengan sebutan ‘Tuan Muda’ kembali.“Tuan Muda juga ada di kamar Nyonya, nemenin Nyonya istirahat. Nah berhubung sudah masuk jam makan siang. Kamu bisa kan antarkan makanan ini buat Nyonya ke kamarnya? Bibi sengaja nyuruh kamu, biar kamu bisa melakukan pendekatan ke calon mertuamu.”Raut wajah Nina menjadi murung. “Kata Tuan Muda, untuk sementara hubungan kami ini harus sembunyi-sembun
“Ih, kamu apaan sih, sayang? Sudah dong aktingnya! Mama kan udah tidur!”“Tapi kan tetap saja saya takut, Tuan. Nanti kalau tiba-tiba Tuan Fredrinn datang gimana?” Nina lalu berdiri agak menjauh dari Bryan.“Papa di kantor kok, Nin. Dia pulangnya sore. Jadi selama Mama masih tidur dan Papa ada di kantor, kita bebas mau ngapain aja.”“Enggak ah. Tetap aja saya takut!”Bryan membuang napas pasrah. “Hm, oke deh.”“Saya balik ke dapur ya, Tuan Muda,” pamit Nina namun dicegat oleh Bryan.“Bentar dulu. Aku mau bilang sesuatu.”“Apa?”“Aku sudah jujur sama Mama tadi bahwa aku memperkosa kamu. Terus aku mau nikahin kamu. Kata Mama, dia setuju kok.”Penjelasan dari Bryan berhasil membulatkan pupil mata Nina. “A-apa?! T-tapi kok tadi Nyonya gak bahas itu ya?”“Aduh, Nin. Dia belum tau kamu orangnya.
Alex kembali menjalankan mobil itu dengan laju. Tak lupa juga Alex mengaktifkan fitur door lock sehingga Nina tidak bisa membuka pintu selama perjalanan.Hati Nina was-was saat ini. Rasa gugup dan takut menyertainya. Apalagi Alex membawanya keluar jauh dari pusat kota. Namun, Nina tidak tinggal diam. Nina mengambil ponselnya dari dalam tas, hendak menghubungi suaminya, namun panggilan itu tidak diangkat.[Mas, please. Jawab telponku!][Tolong aku, Mas. Aku dibawa kabur sama temanmu. Dia mengaku namanya adalah Alex][Aku sharelock lokasiku sekarang. Tolong cari aku di area sini, Mas. Sumpah, aku tidak tau sekarang berada di jalan apa]“Kau menghubungi suamimu?”Suara Alex membuat Nina terkesiap. Tangannya mendadak tremor sehingga menjatuhkan ponselnya ke bawah kabin, tepatnya di bawah kursi pengemudi. Nina hendak menunduk untuk mengambil ponselnya yang terjatuh. Namun apa yang didapatnya setelah kembali mendongak membuatnya terkej
Siang ini Nina kembali mengunjungi kantor Bryan untuk membawakan makan siang sekaligus mengingatkan Bryan untuk meminum obatnya. Tugas yang biasa dilakukan oleh Devika, dokter yang juga merangkap sebagai sekretaris itu kini berpindah tangan ke Nina. Nina tidak rela jika Bryan lebih diperhatikan oleh Devika, meskipun dia adalah seorang dokter. Sebagai seorang istri, Nina tidak mau kalah. Makanya hampir setiap hari saat suaminya pergi bekerja, Nina selalu menyempatkan diri untuk membawakan Bryan makan siang dan juga buah-buahan sebagai pelengkap.“Kamu langsung pulang saja ya. Soalnya sebentar lagi akan ada tamu yang datang,” imbuh Bryan kepada Nina yang baru saja datang membawakan makanan untuknya.“Bukannya ini jam istirahat makan siang, Mas? Kok kamu mau menerima tamu jam segini?” tanya Nina kemudian dengan santainya duduk di sofa sembari membuka kotak bekal itu. “Sini, Mas. Biar aku suapin.”“Aku makannya nanti saja. Kamu pulanglah. Soalnya tamuku sudah
Bryan sedikit kecewa mendengar sang istri yang tidak ingin hamil lagi. Tapi Bryan mencoba memahami keadaan Nina. Lagi pula, mereka juga telah memiliki empat orang anak. Bryan rasa, itu sudah lebih dari cukup.“Oke, sayang. Aku paham kalau kamu gak mau hamil lagi. Tolong ambilkan kondomku di dalam laci.”Suasana kamar yang sebelumnya sunyi kini terdengar desahan dari keduanya. Selain itu, terdengar juga deru napas yang memburu dari pasangan suami istri yang sedang melakukan penyatuan.Nina segera merebahkan tubuhnya di samping Bryan kala dia sudah selesai melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Dia lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuh polos mereka berdua.Bryan merengkuh tubuh istrinya yang dipenuhi keringat. Dia mengusap wajah istrinya yang banjir pelu dengan telapak tangannya yang lebar, lalu dia kecup kening sang istri dengan mesra.“Terima kasih, sayang. Kamu hebat sekali,” ucap Bryan sembari mempererat peluka
Satu bulan kemudian...Setelah melakukan serangkaian proses terapi, kini kondisi Bryan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dia kini sudah jarang merasakan yang namanya sesak napas atau pun nyeri dada yang biasanya dia alami. Hal itu membuat Nina merasa bahagia.“Sudah ku bilang kan, Mas. Kamu pasti bisa sembuh. Apalagi kankermu belum terlalu parah. Kita tinggal rajin-rajin periksa ke rumah sakit saja dan berobat biar sel kankermu cepat musnah.”“Iya, sayang. Ini semua juga berkat kamu yang merawat aku tiap hari, mengatur pola makanku, mengingatkan aku untuk minum obat dan lain sebagainya. Kalau tidak ada kamu, mungkin penyakitku tambah parah.”Mereka baru saja selesai melakukan kontrol. Nina selalu setia mendampingi Bryan ke rumah sakit untuk berobat. Dan saat ini pasangan suami istri itu sedang duduk menunggu di taman rumah sakit sembari menunggu sopir menjemputnya.“Ayo, Mas. Kita pulang. Pak Jaka sudah sampai,&rdq
“J-jangan marah ya, Mas. Aku beneran gak sengaja. Maaf, aku ceroboh,” lanjut Nina enggan menatap suaminya. Dia takut dan merasa bersalah karena telah merusak mobil baru milik Bryan yang kata Pak Jaka harganya tembus ratusan milliar.Bryan menghela napas pasrah. “Ya sudahlah, gak apa-apa. Lagian cuman penyok sedikit, kan? Untung saja kita gak mati.”Bryan kembali merebahkan tubuhnya di ranjang perawatan. “Terus anak-anak gimana kabarnya? Di mana mereka sekarang?”“Mereka masih sekolah, Mas. Ini masih jam sembilan pagi,” jawab Nina.Bryan termenung sejenak sembari menatap istrinya yang sedang duduk tepat di samping ranjangnya. “Nina… aku ingin jujur tentang semuanya.”Kini Nina memberanikan diri menatap sang suami. Tatapan mereka saling bertemu. Manik mata Bryan tampak berkaca-kaca.“Aku sudah tau semuanya, Mas. Aku tau dari dokter tentang penyakitmu ini.”&l
“Mas, jawab aku! Kamu tuh sebenarnya ada apa? Jawab aku dengan jujur! Jangan diam aja kayak orang bisu gini!” desak Nina. “Kamu cuman akting ya, Mas? Biar aku merasa kasihan dan bisa memaafkan kamu dengan mudah? Begitu ya?”Nina pasrah melihat keterdiaman suaminya. Bryan masih saja enggan terbuka. “Kalau kamu masih tertutup begini, aku beneran akan pergi. Aku muak, Bryan! Urus saja hidupmu sendiri! Aku pun akan mengurus hidupku sendiri!”Nina kembali melangkah menjauhi suaminya. Dia benar-benar kecewa berat dan marah.“Nina, stop! Jangan pergi, Nina. Kembali, sayangku. Please. Jangan tinggalkan aku. Aku mohon. Aku tidak sanggup hidup tanpamu,” teriak Bryan kepada Nina yang semakin jauh.“Urus saja hidupmu sendiri, Bryan! Aku tidak peduli lagi denganmu!” balas Nina dengan teriak pula.Saat Nina hendak melanjutkan langkahnya, Bryan justru mendadak diam seperti patung. Bryan lalu memegangi da
Di sisi lain, Nina sedang meratapi nasibnya. Wanita itu berdiri di tepi jembatan flyover sembari termenung. Pandangannya kosong. Manik matanya memandangi kendaraan yang berlalu-lalang di bawah fly over tersebut.Nina kembali terisak mengingat kejadian yang dia lihat di kantor. “Ah sial. Aku menangis lagi. Kenapa air mata ini gak mau berhenti sih?” umpat Nina di sela-sela isakan tangisnya.Sudah beberapa jam Nina berdiam diri di fly over itu bagaikan orang gila. Nina sengaja tidak pulang ke rumah dan tidak mengaktifkan ponselnya agar Bryan merasa bersalah lalu mencari-carinya. Tetapi Nina merasa Bryan sudah tidak peduli lagi padanya. Buktinya, hari hampir malam, tetapi Bryan masih juga belum menemukannya di tempatnya sekarang ini.“Kenapa aku goblok banget ya nungguin dia? Dari tadi diam di sini terus. Kenapa dia belum muncul-muncul juga? Seluas apa sih kota Jakarta sampai dia gak bisa menemukan aku di sini? Atau jangan-jangan dia gak nyariin aku? Apa dia masih b
Bryan kemudian ikut berlari meninggalkan ruangan, hendak menyusul Nina.“Nina!! Tunggu aku!” teriak Bryan saat melihat istrinya sudah berada di anak tangga pada lantai bawah. “Nina! Jangan salah paham! Dengarkan penjelasanku dulu!”Bryan terus mengikuti langkah istrinya yang cepat itu sampai di lobi kantor.“Nina! Jangan lari dong. Aku gak sanggup ngejar kamu,” teriak Bryan lagi. Namun istrinya itu tetap menggerakkan kakinya keluar dari gedung. Sementara Bryan memilih untuk berhenti dan mengatur napasnya yang sudah tidak beraturan.“Oh My God! Kepalaku seperti diputar-putar. Rasanya mau pingsan,” keluh Bryan dengan napas yang terputus-putus.Salah satu karyawannya menghampirinya dan bertanya, “Pak Bryan baik-baik saja?”Bryan menggeleng. “Tidak. Saya tidak baik-baik saja. Tolong susul istri saya itu. Cegat dia. Jangan sampai dia pergi.”“Baik, Pak.”
“Tidak. Kamu ini jangan asal menuduh.”Nina merebahkan tubuhnya di ranjang mengikuti Bryan yang lebih dulu rebah di sana. Nina menoleh ke suaminya yang tidur dengan posisi membelakanginya. “Mas, kamu langsung mau tidur ya? Kamu gak mau minta jatah dulu?” tawar Nina.“Iya, sayang. Aku mau langsung tidur,” jawab Bryan tanpa berbalik badan.Tubuh Nina makin menempel ke tubuh Bryan. Nina sengaja ingin memancing gairah suaminya. Nina lalu memeluk erat Bryan kemudian berkata dengan manja. “Kok gitu, Mas? Biasanya kan kamu gak bisa tidur kalau gak dilayani dulu. Ayo, Mas. Kita habiskan malam ini dengan bercinta menggunakan seribu macam gaya.”Bryan menjauhkan tangan Nina yang melingkar di perutnya. “Lain kali saja ya, sayang. Aku benar-benar lelah malam ini. Aku mau tidur sekarang.”“Mas, ayo dong. Kita main! Aku kebelet, Mas. Pengen dicolokin sama kamu,” ucap Nina berusaha menggoda i