Home / Romansa / Pemuas Nafsu Sang CEO / Bab 10 Kembali Bekerja

Share

Bab 10 Kembali Bekerja

Author: Lia Safitri
last update Last Updated: 2023-11-28 13:48:13

Vira benar-benar tidak bisa melukiskan kebahagiaannya saat ibunya akhirnya akan segera sembuh.

Satu Minggu berlalu...

Ningrum sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah berangsur membaik, tetapi Ningrum masih berstatus sebagai pasien rawat jalan karena dirinya masih harus sering check up ke rumah sakit.

Pagi ini Vira dan Panji sudah terlihat sangat rapi. Vira akan kembali bekerja sementara Panji akan kembali masuk sekolah setelah ia mengambil libur yang cukup lama.

"Ibu, makan dulu ya!" ucap Vira yang datang membawakan nampan berisi makanan ke kamar Ningrum. Vira mendapati ibunya yang sedang bersandar di dipan ranjang.

"Terimakasih, Vira."

"Panji dimana? Apa dia sudah berangkat?" tanya Ningrum dan Vira pun mengangguk.

"Iya Bu, Panji baru saja berangkat," sahut Vira sembari menyuapkan makanan itu pada mulut Ningrum.

"Vira," ucap Ningrum.

"Iya Bu, ada apa? Apa ibu memerlukan sesuatu?" tanya Vira.

"Vira, darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya operasi ibu, Nak?" tanya Ningrum.

Vira tertegun, meski dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam itu pasti akan dia dengar ibunya.

"Ibu tahu, biaya operasi ibu tidaklah sedikit Vira, dan ibu tahu bahwa kamu tidak mungkin memiliki uang sebanyak itu," imbuh Ningrum lagi.

Vira masih terdiam, tidak mungkin dia mengatakan bahwa uang ia dapatkan dari hasil menjual dirinya pada atasannya.

Vira tersenyum.

"Bu, ibu tidak perlu memikirkan hal itu. Aku mendapatkan pinjaman dari atasan tempatku bekerja, Bu," jawab Vira terpaksa berbohong.

"Vira, maafkan ibu karena ibu selalu menyusahkanmu. Seharusnya ibu yang menafkahimu tetapi malah kamu yang harus bekerja untuk ibu," ucap Ningrum.

"Kenapa ibu berbicara seperti itu? Aku ini putri ibu, jadi sudah sepantasnya aku berbakti kepada ibu," sahut Vira.

Ningrum kemudian memeluk Vira dengan penuh kasih sayang.

"Kamu tahu Vira? Ibu merasa sangat beruntung memiliki putri sepertimu," ucap Ningrum.

Deg! Senyum Vira seketika memudar didalam pelukan ibunya. Mungkin jika Ningrum tahu kebenarannya, mungkin dia tidak akan pernah memaafkan dirinya.

"Bu, maafkan aku. Aku terpaksa berbohong, aku terpaksa melakukan ini, Bu. Hanya itu satu-satunya jalan supaya ibu bisa segera di operasi," batin Vira dengan dada yang terasa sesak.

"Bu, sepertinya aku harus berangkat ini sudah siang, aku takut terlambat," ucap Vira.

"Iya Vira, pergilah!"

Setelah Vira memastikan bahwa Ningrum sudah minum obat, dia kemudian segera berangkat ke tempat kerjanya.

Jantung Vira berdebar-debar dalam perjalanannya menuju ke perusahaan tempatnya bekerja.

Vira benar-benar merasa gugup saat ia memikirkan akan segera bertemu dengan atasannya.

Vira kini sedang berdiri menatap gedung pencakar yang menjulang tinggi dihadapannya. Andai saja ia bisa, ingin rasanya dia kabur saja.

Vira menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana.

"Vira," ujar seorang wanita yang langsung menghampiri Vira begitu ia masuk ke tempat kerjanya.

"Ana!" Vira langsung memeluk Ana, sahabatnya itu.

"Bagaimana operasi ibumu? Apa semuanya berjalan dengan lancar?" tanya Ana. Vira pun mengangguk sambil tersenyum.

"Syukurlah, aku turut lega saat mendengarnya. Nanti aku akan kesana untuk menjenguk ibumu," ucap Ana.

"Iya Na, terimakasih."

"Oh iya, tolong berikan berkas ini kepada Pak Nathan," ucap Ana sembari menyerahkan beberapa berkas kepada Vira.

Deg! Vira terdiam. Tangannya gemetaran meraih berkas yang ada di tangan Ana.

"Kenapa tidak kamu saja yang memberikannya?" tanya Vira.

"Pak Nathan memintaku untuk memberikannya kepadamu," jawab Ana.

Vira memejamkan matanya sejenak dan terdengar helaan nafas yang berat dari mulut Vira.

"Baiklah, aku akan memberikannya."

"Baiklah, kita bicara lagi nanti. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku," ucap Ana yang kemudian pergi meninggalkan Vira.

Sementara Vira hanya tersenyum kecut, ia menatap ke arah pintu ruangan Nathan. Dengan langkah yang begitu berat, Vira berjalan menuju ruangan atasannya itu.

Tok! Tok! Tok! Vira mengetuk pintu ruangan itu.

"Masuk!" Terdengar suara bariton dari dalam sana.

Hanya dengan mendengar suara dari lelaki itu saja mampu membuat tubuh Vira bergetar hebat.

Ceklek! Vira membuka pintu ruangan tersebut secara perlahan.

Pintu ruangan terbuka, Nathan langsung menoleh siapa yang kini berdiri diambang pintu masuk.

"Maaf pak, anda memanggil saya?" tanya Vira dengan raut wajah yang terlihat gugup.

Sementara itu Nathan yang sedang duduk di sisi meja kerjanya terlihat bersedekap didepan dada.

"Masuklah, dan tutup pintunya!"

Tanpa banyak bicara, Vira pun melakukan apa yang dikatakan oleh Nathan. Vira langsung menghampiri Nathan saat ia sudah selesai menutup pintunya. Kini hanya ada Vira dan Nathan yang ada didalam sana.

"Bagaimana operasinya?" tanya Nathan.

"Aku yakin operasi ibumu berjalan dengan lancar kan?" tebak Nathan lagi.

"Iya pak, benar," sahut Vira yang terus saja menunduk saat Nathan berbicara dengannya.

Sejenak Nathan menatap wajah polos Vira yang natural dan jarang terkena make up itu. Bahkan saat dia bekerja pun, Vira sangat jarang mengenakan make up seperti para pegawai yang lainnya.

"Lalu bagaimana kondisi ibumu sekarang?" tanya Nathan lagi.

"Ibu saya sudah membaik pak, tetapi masih harus menjalani rawat jalan," sahut Vira. Nathan pun mengangguk sambil mengusap-usap dagunya.

"Vira, kenapa kau begitu gugup? Aku bahkan belum melakukan apapun terhadapmu. Apa kau takut?" tanya Nathan sambil mengangkat sebelah alisnya.

Setiap kata-kata yang keluar dari mulut lelaki itu benar-benar membuat tubuh Vira bergetar.

Vira menggeleng.

"Tidak pak, bukan seperti itu," sahut Vira.

"Baguslah! Itu artinya mulai malam ini kau sudah bisa melakukan tugasmu," ucap Nathan.

Ucapan atasannya itu sontak membuat Vira mendelikkan matanya sejenak.

"M-malam ini, pak?" tanya Vira yang mendadak berkeringat dingin.

"Iya malam ini, apa kau keberatan?" tanya Nathan lagi.

"Ah, tidak pak. Aku sama sekali tidak keberatan," dusta Vira lagi. Padahal sudah jelas apa yang ia ia katakan jelas sangatlah berbeda dengan apa yang ia rasakan.

Nathan kemudian menghampiri Vira dan mengitari tubuhnya. Dia memindainya dari ujung kepala hingga ujung kaki membuat Vira merasa benar-benar gugup.

"Apa itu artinya, kau sudah tidak sabar mendesah diatas ranjangku?" tanya Nathan.

Vira mendelik kaget? Siapa yang tidak sabaran, yang ada Vira malah ingin melarikan diri saja. Namun, sialnya dia tidak bisa melakukannya, semua sudah terlambat dan kini Vira sudah tidak bisa menghindar lagi.

"Apa? B-bukan seperti itu pak, aku hanya..."

Sssst! Nathan menempelkan jari telunjuknya di bibir Vira.

"Terserah apa maksudnya, yang jelas malam ini kamu harus datang ke apartemenku!" ucap Nathan sambil mengangkat sedikit wajah Vira yang terus saja menunduk.

"Aku sudah berbaik hati dan bersabar menunggumu! Jadi aku harap kau tidak akan mengecewakanku malam ini!" ucap Nathan dengan nada penuh penekanan.

"B-baik pak."

"Baiklah, sekarang kau boleh pergi!" ucap Nathan.

"Baik pak, kalau begitu saya permisi," ucap Vira yang tanpa berpikir panjang langsung melangkah pergi dari ruangan Nathan.

Vira benar-benar sudah tidak tahan karena atmosfer didalam ruangan tersebut benar-benar membuatnya merasa sesak.

--

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 33 Harga Diri yang Terkoyak

    "Vira, aku tahu kau di dalam! Berhentilah main-main!" Teriak Nathan dari luar. Sementara itu di dalam bilik sempit itu, situasi mencekam. Andi terus memaksa mendekat, membuat Vira tak henti berusaha menghindar. Ia bergerak memutar, menyamping, bahkan menabrak wastafel demi menjaga jarak dengan pria itu. Ruangan yang sempit membuat gerakannya terbatas. Rambutnya mulai kusut, dan bajunya tampak berantakan akibat usahanya melawan. Nafasnya memburu, matanya terus mencari celah untuk melarikan diri. "Andi, hentikan! Kau sudah kelewatan!" pekik Vira dengan suara bergetar namun penuh penolakan. "Sampai kapan kau ingin terus bermain kucing-kucingan denganku, Vira?" tanya Andi, nadanya datar namun penuh tekanan. Tanpa aba-aba, ia meraih pinggang Vira dengan satu tangan, menarik tubuh gadis itu mendekat. Tangan lainnya terangkat, menyibakkan rambut Vira yang berantakan ke belakang telinganya. "Vira, kau tidak bisa ke mana-mana sekarang," desis Andi seraya mendekat. "Jadi diamlah… dan

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 32 Lepaskan Aku!

    Andi menunduk, wajahnya seperti kehilangan warna. Ia tak menyangka rahasianya terbongkar."Vira… aku bisa jelaskan," ucap Andi ingin menjelaskan. "Sudah cukup!" potong Vira cepat. "Penjelasanmu sudah kedaluwarsa sejak malam itu!""Vira, kamu salah paham! Kamu tahu kan kalau aku sangat mencintaimu?" tanya Andi, masih menggenggam pergelangan tangan Vira.Vira mendengus sinis."Cih! Salah paham?" matanya menatap tajam. "Bagaimana bisa kamu sebut itu salah paham, sementara aku lihat sendiri pengkhianatan yang kamu lakukan... dengan mata kepalaku sendiri!""Aku datang malam itu, Andi! Aku berdiri di depan pintu kamarmu dan melihat kalian berdua bermesraan, berpelukan, seolah tak pernah ada aku dihidupmu!" lanjutnya, suaranya mulai bergetar menahan emosi.Andi tercekat. Ia belum sempat bicara saat Vira kembali bersuara, lebih tegas."Sekarang, lepaskan tanganku!" Vira berusaha menarik pergelangannya, namun Andi tak bergeming."Lepaskan, Andi!" Suara Vira datar, tapi tajam."Kau bukan bagia

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 31 Ke Mana Gadis Itu?

    "Bagaimana kalau kita makan dulu? Aku yakin kau pasti lapar, kan?" tanya Nathan, suaranya lebih tenang kali ini, membuyarkan keheningan yang sejak tadi menggantung di antara mereka."Iya, Pak. Aku rasa itu ide yang sangat bagus," sahut Vira, mencoba tersenyum.Sebenarnya, Vira memang sudah lapar sejak tadi. Bagaimana tidak? Terakhir kali ia makan adalah semalam, sesaat setelah ia tiba di apartemen Nathan.Setelah itu tenaganya habis terkuras oleh pria itu semalam, dan pagi harinya ia bahkan tak sempat sarapan. Dari pagi hingga menjelang siang, ia masih harus terus menjadi pelampiasan hasrat Nathan. Tak heran tubuhnya kini terasa begitu lemas. "Heh, apa kau sangat kelaparan?" tanya Nathan dengan nada menggoda, sudut bibirnya terangkat samar.Vira mendengus pelan. "Hem, Anda masih sempat bertanya? Padahal Anda sendiri pasti sudah tahu jawabannya," balas Vira sambil mencibir kecil."Hahaha... baiklah, maafkan aku!" Nathan terkekeh. "Sebagai gantinya, nanti kau boleh pesan makanan apa p

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 30 Meeting dengan Klien

    Tanpa memberi waktu bagi Vira untuk bertanya, ia mendekat dan mengecup bibir Vira dengan lembut, tak tergesa namun cukup dalam untuk menyampaikan semua yang tak bisa ia ucapkan. Kejutan itu membuat Vira terpaku, tubuhnya melemah dalam pelukan pria itu. Nathan mulai membuka satu persatu kancing baju Vira. Vira refleks menarik diri, napasnya tersengal. "Nathan, kita bisa terlambat..." ucapnya dengan suara bergetar, mencoba tetap berpikir jernih di tengah gejolak yang menghentak.Namun Nathan hanya tersenyum miring."Waktu seolah berhenti saat aku bersamamu,Vira," gumamnya sambil mendekat lagi. Ia membelai pipi Vira, lalu tanpa tergesa menarik tubuhnya hingga bersandar di meja rias.Vira mengalihkan pandangan, berusaha mengatur debar di dadanya yang tak karuan."Tapi, kita harus berangkat sekarang, Pak. Kalau tidak, pasti klien sudah menunggu," kata Vira pelan. Nathan menarik napas dalam, lalu akhirnya mengangguk pelan."Baiklah... Ayo kita pergi, sebelum aku berubah pikiran!"Namun,

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 29 Luka Memar

    Nathan kembali menyentuh wajah Vira, kali ini lebih lama, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sentuhan itu membuat Vira terusik, kelopak matanya perlahan terbuka.Begitu matanya terbuka sepenuhnya, Vira terperanjat mendapati Nathan duduk begitu dekat, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan."M-maaf, Pak… eh, maksudku, Nathan. Aku tidak tahu kalau kau sudah bangun," ujar Vira gugup. "Tak masalah," jawab Nathan singkat, suaranya terdengar tenang.Vira menunduk sejenak sebelum melanjutkan, "Dan maaf… aku tertidur di sebelahmu. Semalam kau terus menggenggam tanganku sambil mengigau jadi, aku… tidak bisa pergi.""Apa kamu bermimpi buruk? Kamu sempat mengigau sampai ingin menangis," tanya Vira pelan, menatap wajah Nathan penuh empati. "Aku lihat ada luka yang dalam di balik raut wajahmu."Nathan terdiam sejenak. Tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang jauh ke masa lalu, lalu ia menggeleng perlahan. "Tidak, aku tidak bermimpi. Mungkin hanya karena terlalu kelelahan,

  • Pemuas Nafsu Sang CEO    Bab 28 Flashback

    Flashback — 17 tahun yang lalu...Di sebuah taman bermain kecil yang dikelilingi pagar kayu warna-warni, tampak seorang anak perempuan berusia enam tahun duduk di ayunan, matanya terus menatap ke arah gerbang taman.Setiap sore, ia akan datang ke tempat itu—duduk menanti sosok yang selalu ia rindukan: seorang bocah laki-laki berseragam SD yang baru saja pulang sekolah.Dan seperti biasa, bocah itu datang dengan langkah cepat—seolah takut membuat gadis kecil itu menunggu terlalu lama. Nafasnya sedikit terengah, tapi senyumnya tetap terjaga. Ada semangat yang tak bisa dijelaskan tiap kali matanya menemukan sosok kecil yang duduk menunggunya di sana."Kak Adit!" seru anak perempuan itu, suaranya lantang dan penuh semangat, seperti nyanyian kecil yang menggema di antara gemericik tawa anak-anak di taman sore itu.Adit, bocah laki-laki yang baru saja naik ke kelas 2 SD, menoleh dan tersenyum lebar. Seragamnya sedikit kusut, tasnya menggantung miring di pundak, dan keringat masih membasahi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status