Share

Bab 9 Ningrum Dioperasi

Sesampainya di rumah sakit, Vira langsung membayar biaya operasi ibunya.

"Panji, bagaimana keadaan ibu?" tanya Vira pada Panji yang sedang duduk didepan sebuah ruangan tempat dimana Ningrum dirawat.

"Aku tidak tahu kak, mereka tidak membiarkan aku masuk," sahut Panji sambil menautkan jari-jari tangannya.

"Panji, jangan khawatir. Kakak sudah melunasi biaya operasi ibu, jadi kakak yakin ibu pasti akan baik-baik saja," ucap Vira sambil memegang bahu adiknya itu.

"Benarkah?" tanya Panji terlihat sumringah, dan Vira pun hanya menganggukkan kepalanya.

"Berarti itu artinya, sebentar lagi ibu akan segera sembuh kan, kak?"

"Iya dek, sebentar lagi ibu pasti sembuh," sahut Vira.

Panji langsung memeluk Vira, dia benar-benar merasa sangat senang karena akhirnya ibunya akan segera dioperasi.

"Tapi, dimana kakak mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya Panji lagi.

Vira hanya diam. Apa yang harus ia katakan kepada adiknya itu?

"Ah... Itu, kakak mendapatkan pinjaman dari teman kerja kakak," jawab Vira berbohong. Tidak mungkin dia akan mengatakan yang sebenarnya mengenai uang yang ia dapatkan dengan cara menukar harga dirinya.

"Oh, pasti teman kakak itu sangat baik, sehingga dia mau meminjamkan uang sebanyak itu kepada kakak," ucap Panji yang langsung saja mempercayai ucapan kakaknya.

"Iya dek, kamu benar. Dia sangat baik," sahut Vira sambil tersenyum kecut.

"Seandainya kamu tahu dek, darimana kakak mendapatkan uang itu. Mungkin, kamu akan sangat membenci kakak," batin Vira sambil menatap ke arah Panji.

Beberapa saat kemudian, dokter spesialis jantung yang menangani penyakit Ningrum keluar dari ruangan tersebut. Dia pun berjalan menghampiri Vira.

"Bagaimana dok, apa kondisi saya baik-baik saja?" tanya Vira.

"Iya, Ibu Ningrum baik-baik saja. Namun, seperti yang sudah saya katakan Ibu Ningrum harus segera dioperasi," terang Dokter Sandi.

"Kalau begitu tolong segera operasi ibu saya secepatnya dok! Saya sudah melunasi biaya operasinya," Ucap Vira.

"Baiklah Vira, malam ini juga saya akan melakukan operasi transplantasi jantung pada Ibu Ningrum. Kebetulan saya sudah mendapatkan jantung pengganti untuk beliau dari seorang pasien yang mengalami kematian otak," terang dokter itu.

"Baiklah dok," ucap Vira.

Vira dan Panji saling bersitatap, sebuah senyuman tipis tersungging di bibir keduanya.

"Kalau begitu saya permisi dulu, ada beberapa hal yang harus saya periksa sebelum melakukan operasi kepada Ibu Ningrum," ucap dokter itu kemudian ia pergi meninggalkan Vira dan Panji.

"Terimakasih, dok."

"Kak, semoga operasi ibu berjalan dengan lancar ya," ucap Panji.

"Iya dek, semoga operasinya bisa berjalan dengan lancar tanpa ada kendala sedikit pun, agar ibu bisa berkumpul lagi dengan kita," sahut Vira, dan Panji pun mengangguk.

"Ya sudah, sebaiknya sekarang kamu istirahat saja dek karena nanti malam kita harus begadang untuk menemani ibu," ucap Vira.

"Iya kak."

Vira pun duduk di sebuah kursi yang ada disana, kemudian dia mengambil ponselnya. Dia menghidupkan ponselnya yang tadi sempat ia matikan karena Andi terus menelepon.

Ddrrrttt! Ting!

Ting!

Ting!

Terdengar dering notifikasi yang masuk secara berulang begitu Vira menyalakan ponselnya.

Lima belas panggilan terlewat, delapan pesan dari dua chat.

"Apa sih maunya?" gumam Vira sambil menatap panggilan yang terlewat dari Andi.

Kemudian ia membuka chat yang masuk di ponselnya. Matanya membulat saat ia melihat ada satu chat yang ternyata bukan dari Andi, melainkan dari seorang lelaki yang memiliki sebuah perjanjian dengan Vira.

"Pak Nathan? Apa aku tidak salah lihat? Dia mengirim pesan padaku?" gumam Vira. Dia pun langsung membuka chat dari lelaki itu.

(Kapan operasinya akan berlangsung?) isi pesan dari Nathan. Meskipun Vira tahu maksud dari chat yang dikirim oleh Nathan pastilah karena dia tidak ingin jika sampai dirinya kabur.

Namun, meskipun begitu chat dari Nathan sukses membuat hati Vira menghangat, karena setidaknya ada yang bertanya mengenai operasi ibunya.

(Malam ini pak) balas Vira.

(Baiklah, aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak akan lari dariku!)

(Jadi kembalilah bekerja! Mulai saat ini kamu akan menjadi asisten pribadiku)

Bola mata Vira membulat saat ia membaca isi pesan dari atasannya itu. Asisten pribadi?

Asisten pribadi? Apa dia tidak salah? Kenapa aku harus menjadi asisten pribadinya? Bukankah dalam perjanjian itu aku hanya menjadi teman tidurnya?

Pikiran Vira melanglang buana setelah membaca keputusan dari lelaki itu dari seberang. Memikirkan dirinya yang akan menjadi teman tidur lelaki itu saja sudah membuatnya sesak. Dan sekarang aku harus menjadi asisten pribadinya.

Itu artinya Vira harus siap berhadapan dengan Nathan setiap hari, setiap detik dan setiap waktu. Vira ingin sekali menolak, namun tidak bisa dan itu semua mustahil bagi Vira menolak permintaan atasannya itu.

(Tapi pak, saya tidak memiliki pengalaman dalam hal itu. Saya takut jika saya akan membuat kesalahan) Vira mencoba beralasan.

(Jangan membantah, Vira! Semua keputusan ada di tanganku)

(Suka tidak suka, mau tidak mau, kau harus menuruti perintahku!)

Lihat? Lelaki itu tidak akan membiarkan Vira lolos.

(Baik pak)

Vira mendesah pasrah, kemudian dia mencoba menguatkan dirinya dengan mengingat ibunya.

"Kak, kakak kenapa?" tanya Panji yang sejak tadi memperhatikan raut wajah tegang kakaknya.

"Ah, tidak dek! Kakak tidak apa-apa," ucap Vira sambil tersenyum.

Hari sudah berganti malam, kini saatnya Ningrum akan menjalani operasi. Beberapa perawat datang ke ruangan Ningrum untuk memindahkannya ke ruang operasi.

Vira dan Panji benar-benar gugup, mereka tidak berhenti berdoa supaya operasi ibunya itu berjalan dengan lancar.

Vira dan Panji pun mengikuti para perawat yang membawa Ningrum ke ruang operasi. Hingga akhirnya ibunya itu dibawa masuk ke dalam ruang operasi. Mereka hanya bisa menunggu Ningrum yang ada didalam sana sedang berjuang antara hidup dan mati.

Pukul satu dini hari...

Setelah sekiranya berlangsung selama lima jam lamanya, akhirnya sang dokter menyembul keluar dari balik pintu ruang operasi, menandakan operasi transplantasi jantung ibunya itu sudah selesai.

Vira langsung menghampiri Dokter Sandi dengan perasaan yang begitu gugup. Vira berharap dia akan mendapatkan kabar baik dari sang dokter.

"Dokter, bagaimana keadaan ibu saya? Apa operasinya berhasil?" tanya Vira dengan begitu menggebu-gebu.

Dokter tersebut melepas masker yang menutupi setengah wajahnya, lalu tersenyum.

"Alhamdulillah operasinya berhasil. Operasi transplantasi jantung untuk Ibu Ningrum sudah berjalan dengan lancar tanpa ada kendala sedikit pun," jawab Dokter Sandi.

Vira membekap wajahnya dengan penuh haru, dia benar-benar bahagia saat mendengar kabar baik itu.

"Itu berarti ibu saya akan segera sembuh kan, dok?" sahut Panji memastikan.

Dokter Sandi pun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

"Iya. Ibu Ningrum akan sembuh, tetapi semua itu juga memerlukan proses. Untuk sekarang kita harus menunggu sampai pasien sadar dulu, karena beliau masih dalam pengaruh obat bius," terang Dokter Sandi.

"Sebentar lagi para perawat akan memindahkan Ibu Ningrum ke ruang rawatnya kembali, jadi kalian bisa menunggunya disana," ucap dokter itu lagi.

"Baik dok, sekali lagi terimakasih karena sudah menyelamatkan ibu saya," ucap Vira.

"Anda tidak perlu berterima kasih, saya hanya sebagai perantara saja. Selebihnya Tuhanlah yang sudah mengaturnya, dan kalianlah yang membuat Ibu Ningrum kuat, cinta yang begitu tulus dari anak-anaknya," ucap Dokter Sandi.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Kalian bisa istirahat sekarang," lanjut dokter itu lalu melangkah pergi.

"Kak, ibu akan segera sembuh," ucap Panji.

"Iya dek, sebentar lagi kita bisa berkumpul lagi dengan ibu," sahut Vira.

Vira kemudian memeluk Panji, setidaknya ia merasa lega karena pengorbanannya itu tidak sia-sia. Vira mungkin akan kehilangan harga dirinya, namun setidaknya dia tidak akan kehilangan dunianya.

--

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status