Share

5. Pilih siapa?

"Ma–mama?!"

Keduanya terkesiap tatkala melihat wanita paruh baya dengan bibir merah menyala itu memasuki kamar inap VIP dengan tatapan yang nyalang. Nampak sekali kemarahan yang tercetak di wajahnya.

"Radit, ngapain kamu kesini? Bisa-bisanya kamu pergi lagi ninggalin istri kamu!" sentak Nyonya Rahayu yang tatapannya tak lepas dari Maura. Ia terus menatap tajam wajah gadis itu, membuat Maura gugup sekaligus ketakutan. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka. Setiap kali bertemu, pasti Nyonya Rahayu akan murka dan menghinanya.

"Ssttt... Mama bisa pelan kan sedikit tidak bicaranya? Ini rumah sakit, Ma. Please jangan buat keributan." Radit yang tengah duduk itu langsung berdiri, memasang badan untuk kekasihnya. Khawatir ibu kandungnya itu akan menyakiti Maura.

"Mama gak peduli. Heh, kamu wanita murahan! Ngapain kamu masih hubungin anak saya? Dasar wanita kampung, pelakor, apa kau tak malu mendekati pria yang sudah menjadi suami orang, Hah?!"

"Aku bukan wanita murahan. Aku juga bukan pelakor. Harusnya Tante sadar siapa pelakor disini? Wanita itu yang pelakor karena merebut Raditya dariku," ucap Maura membela diri. Jika kemarin-kemarin ia selalu mengalah dan tidak berani membantah ucapan ibu kandung pacarnya, tapi tidak dengan sekarang. Ia tidak terima jika terus dihina seperti ini.

"Heh, sialan! Sudah berani kau melawan ya! Dasar gadis tidak punya sopan santun!" Nyonya Rahayu yang emosi itu semakin kalap. Ia berjalan cepat ke arah ranjang pasien, tidak peduli meski saat ini Maura sedang sakit.

"Eh, eh... Mama mau apa? Jangan bertengkar seperti ini dong. Ini rumah sakit dan Maura sedang sakit, Ma." Raditya mencoba menghalangi ibunya yang hendak menghampiri Maura. Khawatir jika ibunya yang tengah dikuasai amarah itu akan tega memukul atau menjambak kekasihnya.

"Masa bodoh. Dia paling sedang pura-pura. Sini, biar mama kasih pelajaran biar wanita sialan itu kapok!"

Raditya nampak kewalahan menghadapi ibunya sendiri. Tangannya ia rentangkan untuk menghalangi Nyonya Rahayu supaya tidak dekat-dekat dengan Maura.

Sementara Maura sendiri malah menunjukkan wajah yang menantang. Ia tidak peduli lagi dengan sikapnya yang manis yang selalu ia tunjukkan pada Nyonya Rahayu sebelum ini. Karena mau bersikap baik dan lembut seperti apapun, ibu kandung Raditya itu tidak pernah menyukainya.

"Jenny, Jen!!! Mana sih wanita itu?" Radit berteriak memanggil bala bantuan sambil terus menghalangi ibunya.

"Si Jenny itu gak bisa halangi Mama. Apa kamu lupa berapa bodyguard yang selalu Mama bawa, Hah?" Nyonya Rahayu tersenyum miring. Ia melipat kedua tangannya di dada, tidak lagi memberontak untuk menyerang wanita yang tidak ia sukai itu. Wanita paruh baya itu menatap anaknya dan Maura secara bergantian dengan tatapan yang sinis.

"Ayok, pulang!" titahnya tiba-tiba.

"Pu–pulang. Ta–tapi, Ma, Maura sakit dan aku harus menjaganya." Raditya terlihat gamang. Ia benar-benar prustasi dengan sikap ibunya ini. Wanita itu selalu saja ikut campur dalam urusannya. Tapi bagaimana pun ibunya, entah mengapa Radit tidak pernah bisa membantah. Apalagi jika ibunya sudah mengeluarkan jurus andalan dengan menangis sambil menceritakan bagaimana payahnya ia mengandung dan merawatnya dari kecil.

"Pilih Mama atau dia?" Benar saja, kata-kata itu keluar juga dari mulut wanita yang melahirkannya itu. Hal tersebut membuat Radit dilema.

"Kali ini saja, Ma. Maura sedang sakit," ucap pria itu memohon.

"Baiklah, sepertinya kamu mau bodyguard Mama juga memberi pelajaran pada dia?" Nyonya Rahayu menyeringai ke arah Maura yang kini wajahnya ditekuk kesal.

"Ja–jangan, Ma. Oke, oke... Aku ikut Mama. Asal Mama janji tidak akan menyakiti Maura," ucap Radit pasrah.

Nyonya Rahayu tidak menjawab. Ia memalingkan wajahnya saat Raditya berpamitan pada pacarnya itu.

"Sayang, aku pulang dulu ya. Nanti aku akan menjengukmu lagi," ucap Radit setengah berbisik. Khawatir jika ibunya mendengar ucapannya.

"Kalau butuh apa-apa, jangan segan untuk hubungi aku. I love you, Honey."

Maura mengangguk. Sebenarnya Ia tidak rela jika Radit pergi saat ini. Tapi mau bagaimana lagi? Radit sangat menyayangi ibunya, tentu saja Maura tidak bisa memaksa. Jika ia mencoba memisahkan Radit dengan ibunya, Maura malah khawatir jika pria itu malah akan balik membencinya.

Pria itu tersenyum hangat. Ia tahu jika kekasihnya ini sangat lah pengertian.

Raditya hendak mengecup kening Maura sebelum ia keluar dari ruangan itu, namun Nyonya Rahayu terlebih dulu menarik tubuhnya.

"Ayok, cepat pulang! Heh, wanita matre, awas kalau kau dekat-dekat lagi dengan anakku!" sentak Nyonya Rahayu sambil menarik tangan Radit menjauh dari kekasihnya itu.

'Ciihh... Dasar nenek lampir!" umpatnya kesal.

Maura menekuk wajahnya dengan kesal. Sepertinya ia harus mencari cara lain untuk bisa menikah dengan Raditya. Karena untuk mengambil hati ibu mertuanya, itu semakin sulit ia jangkau.

"Dasar pria bodoh, mengapa sih dia nurut terus sama ibunya? Apa yang perlu dikhawatirkan coba? Sudah jelas aset perusahaan dan harta warisan itu sudah ia dapatkan. Harusnya kan dia bisa melakukan apapun yang dia mau."

**

"Mama itu gak suka ya kalau kamu dekat-dekat terus sama dia. Kamu kan sudah janji kalau–,"

"Aku hanya janji untuk menikahi wanita pilihan Mama. Aku gak janji buat ninggalin Maura. Lagipula Mama ngapain sih mata-matain aku terus? Apa Mama gak punya kerjaan lain?"

Sepanjang jalan, ibu dan anak itu terus saja beradu argument. Nyonya Rahayu yang mengetahui jika Radit menemui Maura tentu saja tidak akan tinggal diam. Ia akan buat anaknya itu bertekuk lutut pada Alea sampai pria itu mau menyerahkan semuanya pada menantu kesayangannya itu.

"Kamu itu benar-benar sulit dikasih tahu. Lagian apa sih bagusnya wanita itu? Lebih baik dan menarik Alea kan? Apalagi kau juga sudah mencicipinya," ucap Nyonya Rahayu sambil terkekeh setengah meledek.

Radit terbelalak. Mengapa ibunya bisa sampai tahu hal memalukan itu?

"A–apa sih, Ma? Jangan ngawur deh. Mana mungkin aku..."

"Sudah gak usah malu-malu. Mama berharap akan secepatnya mendapatkan cucu dari kalian," ucapnya dengan mata berbinar.

Radit yang tengah mengemudikan mobilnya itu dibuat salah tingkah. Dia juga merasa kesal, pria itu berpikir jika Alea lah yang menceritakan semuanya.

'Awas kau wanita pengadu! Akan ku beri pelajaran kau nanti. Kau benar-benar membawa masalah dalam hidupku,' gerutunya.

"Depan nanti belok kanan ya. Kita ke toko perhiasan langganan Mama," titah Nyonya Rahayu tiba-tiba.

"Mama mau beli perhiasan lagi? Apa yang di rumah itu kurang?"

"Bukan buat Mama. Mama hanya mengantarmu untuk membelikan perhiasan untuk istrimu. Kamu harus memberikan hadiah untuknya agar hatinya senang," ucap Nyonya Rahayu dengan entengnya.

Perkataan wanita itu membuat Raditya kaget hingga ia mengerem mobilnya tiba-tiba.

"Apa? Hadiah untuk wanita itu?"

**

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status