Share

9. Mabuk Cinta

Author: Diandra Ayu
last update Last Updated: 2023-07-18 00:04:07

"Bagaimana kabarmu, Say–"

Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.

Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?

Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga.

"Permisi, Sus."

"Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu.

"Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah.

"Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."

Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.

'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?'

Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.

Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat teleponnya.

Namun nihil, sejak siang tadi, ponsel wanita itu tidak aktif. Begitupun dengan nomor ponsel Jenny, asisten pribadi kekasihnya itu juga tidak bisa dihubungi.

'Maura... kamu dimana sih? Apa kamu marah?'

Sepanjang lorong rumah sakit itu, Radit terus saja menggumamkan Maura. Ia berpikir mungkinkah Maura marah karena Radit lebih memilih ibunya dan meninggalkan dirinya yang dalam keadaan sakit itu.

"Aku harus menemuinya. Ya, aku harus mendatangi apartemennya. Semoga saja Maura ada disana," ucap pria itu sambil berjalan tergesa-gesa menuju parkiran mobil.

Kunci mobil itu dia buka. Radit segera masuk ke dalam mobilnya lalu segera menyalakan mesin mobil mewah berwarna hitam metalik itu.

Belum sempat ia menginjak gas, tiba-tiba pria itu teringat sesuatu.

"Astaga! Wanita sialan itu aku tinggal."

"Ckkk... menyusahkan sekali sih," gerutunya.

Dengan kesal, Radit pun mematikan mesin mobil lalu keluar dari mobilnya. Ia tidak mungkin meninggalkan wanita itu. Karena jika sampai Alea besok tidak ada, bisa mati dirinya dicerca oleh kakeknya sendiri.

**

"Bangun!" titah Radit ketika ia sudah sampai di tujuan.

Pria itu memang menunggu sampai Alea selesai diobati. Ia tidak mau membuat masalah baru jika meninggalkan wanita itu di rumah sakit.

"Ehmm, udah sampai rumah ya, Mas?" Alea menggeliat sambil mengerjapkan matanya pelan-pelan. Ia memang tertidur sejak masuk ke dalam mobil. Mungkin ada efek dari obat yang dokter berikan padanya setelah luka di lututnya diobati.

"Di–dimana ini, Mas? kok bukan di rumah?" tanyanya bingung. Mata wanita itu celingukan memindai sekelilingnya. Sebuah basemen dengan jejeran mobil-mobil yang terparkir disana. Membuat Alea kebingungan dengan tempat yang asing ini.

"Kau mau ikut atau nunggu disini?" tanya pria itu dengan ekspresi yang seperti biasa dingin bak es batu.

"Ini dimana, Mas? Ngapain kita kesini? Kenapa kita gak pulang ke rumah?" tanyanya penasaran.

Radit mendelik tajam. Pria itu tidak suka jika Alea banyak bicara.

"Kau mau ikut atau tidak? Aku mau menemui pacarku!" tegasnya.

"Haah? A–apa? Pacar?" Alea nampak shock. Bisa-bisanya suaminya ini membawanya ke tempat pacarnya. Pria itu memang tidak punya perasaan.

"Kenapa? Gak suka? Yasudah, tunggu disini. Aku tidak tahu kapan kembali," ujar Radit sambil membuka pintu mobil mewah miliknya l.

Alea repleks menggelengkan kepalanya. Ia pun segera membuka pintu mobil, takut jika Radit meninggalkannya. Tempat ini sangat menyeramkan, mana mau Alea ditinggal di parkiran apartemen ini.

"Mas, tunggu. Jangan cepat-cepat! Kakiku masih sakit," ucap Alea setengah berteriak ketika pria itu berjalan cepat meninggalkannya.

Radit tidak mengindahkan teriakan istrinya. Ia terus berjalan dengan perasaan yang tak menentu. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah Maura. Rasanya tidak sabar untuk bertemu dengan kekasihnya itu dan meminta maaf atas kejadian siang tadi ketika ia terpaksa memilih untuk ikut ibunya.

Alea tertatih-tatih berjalan cepat mengejar suaminya. Meskipun masih terasa sakit, namun ia harus menahannya. Alea tidak mau sampai tersesat di bangunan yang besar ini.

Pria itu kini sudah sampai di depan pintu sebuah kamar bernomor 241.

Tanpa pikir panjang, Radit segera menempelkan card lock di sisi pintu tersebut. Apartemen ini memanglah miliknya. Radit membelinya khusus untuk Maura. Karena hal itulah, ia bisa dengan mudah mendapatkan akses kaluar masuk apartemen ini.

Klik.

Kunci pada pintu besi itu terbuka. Raditya segera masuk ke dalamnya disusul oleh Alea yang kini sudah berada di belakang pria itu. Nampak sekali nafas terengah-engah dari wanita cantik berwajah blasteran Indonesia-Perancis itu.

"Maura? Maura sayang?"

Radit terus memanggilnya sambil mencari ke seluruh ruangan di dalam apartemen tersebut. sementara Alea memilih untuk duduk di sofa ruang tamu. Rasanya begitu lelah sekali. Untungnya saja efek obat penahan nyeri itu masih ada. Jadi rasanya hanya sedikit ngilu saja meski dibawa berlari mengejar suaminya.

Mata wanita itu kini menatap ke arah figura besar yang ada di ruang tamu tersebut. Sebuah potret gadis muda yang cantik dan seksi. Alea tertegun, ia berpikir pasti ini adalah sosok Maura.

"Hemm... Pantas saja Mas Radit menggilainya. Ternyata dia sangat cantik," pujinya dalam hati. Alea merasa tidak percaya diri, padahal dilihat dari manapun, tentu saja Alea lebih cantik dan menarik dari pada Maura.

BRAK!

Alea yang tengah mengistirahatkan tubuhnya itu dibuat terkejut tatkala Radit menendang lemari hias yang menyekat ruang tamu dan ruang makan di apartemen itu. Untung saja lemari itu tidak menjatuhi Alea yang tengah duduk dengan kaki yang di selonjorkan di atas sofa.

"Aarrhhghhh!!! Kamu kemana sih, Maura? kamu kemana, Sayang?!" Pria itu menyugar rambutnya dengan kasar. Ia begitu frustasi karena tidak menemukan Maura di setiap penjuru apartemen ini. Ia juga tidak bisa menghubungi nomor ponsel kekasihnya itu.

Alea yang melihat suaminya seperti itu memilih untuk diam saja. Ia tidak mau jika sampai salah bicara yang nantinya akan membuat Radit murka.

Pria itu berjalan lunglai menuju dapur. Setelah berteriak dan puas meluapkan emosinya, ia pun merasa haus. Radit membuka lemari pendingin lalu meraih sebotol wine yang memang selalu tersedia disana.

Radit menjatuhkan tubuhnya tepat di sebelah Alea. Sebotol minuman di tangannya telah ia teguk hingga tandas.

"Mas, jangan banyak minum. Nanti kamu bisa mabuk. " Alea dengan ragu akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. Ia tidak mau jika Radit sampai mabuk dan menyusahkannya.

"Persetan dengan mabuk. Kau tahu apa, Wanita sialan!" pekik pria itu seraya kembali menuju dapur dan membawa dua botol minuman lagi.

Teguk demi teguk pria itu meminum minuman beralkohol itu. Alea ingin menghentikannya, namun melihat tatapan tajam dan melotot dari mata Radit yang sudah kemerahan itu, membuat Alea bungkam. Ia takut jika suaminya itu malah akan menyakitinya.

Radit memegang kepalanya sendiri. Tiga botol minuman yang telah kosong kini berserakan di atas meja. Pria itu mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia merasa jika kepalanya saat ini sangat berat dan ia mulai merasa pusing yang hebat.

"Hahaha.... Maura sayang, Kapan kamu pulang, Hah?"

"Aku merindukanmu, Sayang."

"Ayolah, temani aku sekarang," ucap pria itu tanpa sabar.

Cekuk. Cekuk.

Cegukkan itu tidak juga berhenti. Radit terus saja meracau tidak jelas. Badannya terasa lemas, ia hanya mampu bersender dan terus saja berbicara tak jelas seperti orang yang tidak waras.

Meskipun takut, namun Alea juga merasa kasihan pada suaminya. Ia segera bangkit lalu mencari air bening untuk ia berikan pada Raditya.

"Mas, minum dulu supaya mabuknya reda," ucap Alea kembali duduk di samping Radit lalu menyodorkan air bening itu pada suaminya.

Radit dengan kesal dan malas membuka matanya perlahan. cegukan itu belum juga reda. Ia segera meraih gelas di tangan Alea.

Namun saat tangannya meraih gelas itu, tak sengaja ia bersentuhan dengan tangan hangat Alea. Mata pria itu langsung tertuju intens pada wanita yang telah sah menjadi istrinya itu.

"Sayang ..."

**

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penakluk Hati CEO Arogan    11. Tidur Satu Kamar

    Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau

  • Penakluk Hati CEO Arogan    10. Seperti Nyamuk

    Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa

  • Penakluk Hati CEO Arogan    9. Mabuk Cinta

    "Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat

  • Penakluk Hati CEO Arogan    8. Perhatian

    Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny

  • Penakluk Hati CEO Arogan    7. Berhati Iblis

    'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i

  • Penakluk Hati CEO Arogan    6. Double Date

    Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status